LAPORAN dinas fiktif menjadi celah baru bagi eksekutif dan legislatif untuk mendapatkan tambah penghasilan. Hampir setiap tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat adanya kesalahan pengeluaran dana untuk perjalanan dinas pejabat dan staf. Pada 2006, BPK menemukan adanya surat perintah perjalanan dinas (SPPD) ganda atas nama beberapa anggota DPRD Kota Jambi. Ada dana mencurigakan sebesar Rp 25 juta saat itu. Menurut aturan, DPRD tidak bisa mendapatkan dua SPPD –yang berarti dobel biaya perjalanan dinas dalam satu hari. Ada lagi trik lain, yakni menambah jumlah hari dalam SPPD. Bila biaya perjalanan dinas luar kota seorang anggota DPRD selama tiga hari Rp 3,5 juta, maka mereka bisa mendapatkan angka Rp 7 juta bila mencatat perjalanan dinas selama enam hari.
Menurut Kepala BPK RI Perwakilan Jambi Erwin, perjalanan dinas memang membuka peluang penghasilan ilegal pejabat. Itulah sebabnya, Departemen Keuangan RI sampai mengeluarkan surat edaran yang memperketat sistem pembayaran biaya perjalanan dinas.
Menurut Erwin, peraturan baru mengharuskan biaya perjalanan dinas dibayar at cost. Dengan cara ini, anggaran perjalanan dinas sulit dimainkan. Sebelum ada ketentuan baru itu, jelasnya, bukti untuk mendapatkan uang perjalanan dinas bisa berupa surat tugas saja. Di sinilah peluang mark up terbuka luas.
Kini, surat tugas saja tidak cukup. Setiap pejabat yang pulang bepergian juga diminta menunjukkan, antara lain tiket pesawat, tagihan hotel serta boarding pass di bandara. “Jadi memang lebih lengkap. Ini untuk menghindari perjalanan fiktif,” tandasnya.
Pengamat pemerintahan A Shomad menilai manipulasi biaya perjalanan dinas di kalangan dewan dan pejabat pemerintahan bukan rahasia lagi. “Tidak hanya anggota dewan, para pejabat eselon I ke atas, seperti kepala dinas, kabag juga menikmatinya,” katanya.
Selain memanipulasi lamanya perjalanan, kata Shomad, jumlah personel yang ikut juga biasa dimanipulasi. “Misalnya, di SPPD dicatat empat orang, tapi pada kenyataannya yang pergi hanya satu orang,” tambahnya.
Menurut dia, lebih baik biaya perjalanan dinas dibayar sesuai hari. Bila acara dan perjalanan hanya lima hari, kata dia, maka harus dibayar untuk lima hari. “Jangan sampai acara konsultasi yang cukup dua jam dibikin sampai lima hari,” tandasnya.
Praktisi hukum dari Unja Usman juga memiliki penilaian senada. Menurutnya, SPPD bisa menjadi instrumen baru penambah pendapatan bagi anggota dewan dan pejabat pemerintah. Seringkali, menurutnya, antara anggaran yang dikeluarkan dan hasil yang dicapai dari perjalanan dinas tersebut tidak seimbang.
Humas Kota Jambi John Eka Powa mengakui pernah ada temuan BPK soal ini, misalnya tak adanya bukti pengeluaran dari perjalanan dinas. Hanya saja, “Kadang saat BPK mengaudit masih ada laporan yang belum masuk, dan Pemkot akan memberikan klarifikasi ke BPK itu,” katanya.
Terpisah, Kabag Keuangan Setda Kota Jambi Abdullah Sani memastikan tak ada lagi temuan BPK soal “kesalahan administrasi” perjalanan dinas. Sebab, katanya, setiap pejabat atau PNS yang tugas dinas ke luar kota diminta pertanggung jawaban yang jelas. Di antaranya menunjukkan bukti pembayaran atau kuitansi.(*)
Sumber : jambi-independen, 13-03-2008
Menurut Erwin, peraturan baru mengharuskan biaya perjalanan dinas dibayar at cost. Dengan cara ini, anggaran perjalanan dinas sulit dimainkan. Sebelum ada ketentuan baru itu, jelasnya, bukti untuk mendapatkan uang perjalanan dinas bisa berupa surat tugas saja. Di sinilah peluang mark up terbuka luas.
Kini, surat tugas saja tidak cukup. Setiap pejabat yang pulang bepergian juga diminta menunjukkan, antara lain tiket pesawat, tagihan hotel serta boarding pass di bandara. “Jadi memang lebih lengkap. Ini untuk menghindari perjalanan fiktif,” tandasnya.
Pengamat pemerintahan A Shomad menilai manipulasi biaya perjalanan dinas di kalangan dewan dan pejabat pemerintahan bukan rahasia lagi. “Tidak hanya anggota dewan, para pejabat eselon I ke atas, seperti kepala dinas, kabag juga menikmatinya,” katanya.
Selain memanipulasi lamanya perjalanan, kata Shomad, jumlah personel yang ikut juga biasa dimanipulasi. “Misalnya, di SPPD dicatat empat orang, tapi pada kenyataannya yang pergi hanya satu orang,” tambahnya.
Menurut dia, lebih baik biaya perjalanan dinas dibayar sesuai hari. Bila acara dan perjalanan hanya lima hari, kata dia, maka harus dibayar untuk lima hari. “Jangan sampai acara konsultasi yang cukup dua jam dibikin sampai lima hari,” tandasnya.
Praktisi hukum dari Unja Usman juga memiliki penilaian senada. Menurutnya, SPPD bisa menjadi instrumen baru penambah pendapatan bagi anggota dewan dan pejabat pemerintah. Seringkali, menurutnya, antara anggaran yang dikeluarkan dan hasil yang dicapai dari perjalanan dinas tersebut tidak seimbang.
Humas Kota Jambi John Eka Powa mengakui pernah ada temuan BPK soal ini, misalnya tak adanya bukti pengeluaran dari perjalanan dinas. Hanya saja, “Kadang saat BPK mengaudit masih ada laporan yang belum masuk, dan Pemkot akan memberikan klarifikasi ke BPK itu,” katanya.
Terpisah, Kabag Keuangan Setda Kota Jambi Abdullah Sani memastikan tak ada lagi temuan BPK soal “kesalahan administrasi” perjalanan dinas. Sebab, katanya, setiap pejabat atau PNS yang tugas dinas ke luar kota diminta pertanggung jawaban yang jelas. Di antaranya menunjukkan bukti pembayaran atau kuitansi.(*)
Sumber : jambi-independen, 13-03-2008