JAKARTA - Keluarga Mahasiswa dan Masyarakat Jambi di Jakarta meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan instansi terkait menanggapi serius laporan dugaan tindak pidana korupsi Bupati Bungo, Provinsi Jambi.
"Kami merasa prihatin terhadap praktik pungutan liar yang dilakukan di Bungo. Pungli ini diterapkan kepada para pengusaha subkontraktor pertambangan batu bara yang berlokasi di Kabupaten Bungo. Pungli ini berkedok sumbangan pihak ketiga yang seolah resmi, namun ternyata tidak memiliki aturan yang legal," kata Arya H Paula, Koordinator Keluarga Mahasiswa dan Masyarakat Jambi di Jakarta.
Ia menyebutkan ada beberapa temuan. Sejak tahun 2005 dana yang sudah berhasil dihimpun dari 16 subkontraktor pertambangan yang ada di Kabupaten Bungo melalui dinas pendapatan daerah sebesar Rp 21 miliar yang tidak jelas aliran penggunaannya.
Dasar penarikan sumbangan itu perda yang invalid karena perda yang digunakan adalah Perda No 7 Tahun 1995 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah Tingkat II Bungo Tebo. Sedangkan perda yang mengatur hal tersebut belum dikeluarkan khusus untuk Kabupaten Bungo karena Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo sudah terpisah.
Kemudian, para subkontraktor yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat sudah membayar royalti kepada pemerintah pusat, sehingga dalam aturannya para kepala daerah (bupati) tidak diperkenankan lagi memungut iuran dalam bentuk apa pun.
Lalu sumbangan yang dibebankan kepada para subkontraktor penambangan batu bara tidak dibenarkan secara hukum. Dengan kata lain, Bupati Bungo telah melakukan praktik korupsi dengan dasar perda tersebut yang sebenarnya tidak berlaku lagi.
Keempat, sumbangan pihak ketiga yang dibebankan kepada para subkontraktor pertambangan, seharusnya berbentuk retribusi daerah, bukan dalam bentuk sumbangan, dan tidak memuat jumlah besaran dalam nominal sehingga cukup memberatkan.
Dari temuan tersebut, kata Arya H Paula, pihaknya telah melayangkan
"Meski praktik pungutan liar kini telah dihentikan dan pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah turun tangan menangani hal ini, namun tindak pidana korupsi berupa pungutan liar yang sebelumnya telah berlangsung jangan dibiarkan begitu saja dan mesti ditindak secara tegas berdasar pada peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku," katanya. (Dwi Putro AA)