Pengamatan Pengembangan Ruang Publik di Tepi Pantai: Dari Beberapa Kota di Pulau Sulawesi dari Aspek `Tropis Lembab`

Oleh Gagoek Hardiman

Pendahuluan
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak kota yang terletak di tepi pantai. Beberapa di antaranya telah mencoba secara kreatif mengekplorasi dan mengekspresikan potensi serta keunikan kawasan pantai dalam perencanaan dan perancangan ruang terbuka publik yang sesuai dengan karakteristik iklim tropis lembab. Usaha tersebut bisa dilihat antara lain di kawasan pantai Kamali Kota Bau Bau Sulawesi Tenggara, Pantai Losari Makassar, Pantai di Kota Palu, dan sebagainya, sehingga kawasan tersebut merupakan magnet yang dapat menarik perhatian masyarakat untuk datang dan melaksanakan berbagai aktivitas rekreasi.

Kawasan pantai tersebut sekaligus menjadi landmark kota. Namun pada sebagian kota lain di Indonesia potensi kawasan pantai di perkotaan belum di ekplorasi dengan maksimal sehingga perlu adanya pengungkapan strategi khusus untuk mengembangkan kawasan pantai sebagai ruang terbuka publik sesuai dengan potensi fisik, sosial, ekonomi serta kondisi iklim tropis lembab. Usaha yang dapat dilakukan antara lain melaksanakan analisis kawasan secara komprehensif, mengembangkan infrastruktur yang memadai, mensinergikan elemen landskap baik soft maupun hard material, mengangkat nilai nilai kearifan lokal.

Nilai nilai kearifan lokal dapat berupa karakteristik arsitektur setempat, tradisi masyarakat dalam mengantisipasi permasalahan dan memanfaatkan potensi iklim tropis lembab. yang dapat di ekspresikan sebagai citra kawasan. Realisasi perencanaan dan perancangan ruang publik secara ekspresif dan kreatif di daerah pantai dapat memberikan kontribusi yang sangat positif bagi perwujudan kota tropis yang asri.

Pada dasarnya, semua kota yang bagian tepinya berbatasan langsung dengan perairan seperti sungai, danau, dan laut memiliki potensi menjadi waterfront city. Namun predikat ini secara faktual tidak begitu saja dapat diberikan. Beberapa kota di Indonesia saat ini belum maksimal mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensinya sebagai waterfront city. Bahkan ada lahan pada kawasan tepian yang berbatasan dengan wilayah air diberikan hak pengelolaannya pada hotel atau perorangan sehingga wilayah antara daratan dan perairan tersebut tidak bersifat publik melainkan eksklusif untuk masyarakat tertentu.

Sebagai negara bahari beberapa kota pantai di Indonesia menyadari pentingnya untuk memperhatikan perencanaan sebagai waterfront city. Apalagi mengingat wajah kota acapkali justru terlihat dari wilayah perairan saat pengunjung datang melalui laut. Elemen untuk kesuksesan “project waterfront city “menurut Torre.1989. adalah: Thema, Image, Authenticity, Function, Publicperception of Need, Financial Feasibility, Environmental Approvals, Construction Technology, Effective Management. Di samping elemen tersebut dalam pembahasan ini pengamatan diutamakan pada penyesuaian dengan iklim tropis lembab.

Karakteristik Kota Pantai Ditinjau dari Aspek Iklim Tropis Lembab
Daerah dengan iklim tropis dibentuk oleh garis isotherm berdasarkan kondisi temperatur udara rata rata tahunan 200C. Sedangkan wilayah khusus ”tropis lembab” secara kasar terbentuk antara garis lintang utara 150 dan garis lintang selatan 150. Kekayaan vegetasi di daerah tropis lembab merupakan fenomena alam yang luar biasa. didaerah tropis lembab, kondisi vegetasi konstan sepanjang masa dan dapat tumbah di mana mana. Di tepi pantai bahkan di tepi lautpun dapat tumbuh tanaman, antara lain: Bakau (Rhizopora apiculata; Bruguiera sp). Api-api (Avicennia lanata).

Fungsi tanaman di daerah tropis lembab antara lain untuk perlindungan terhadap panas terik matahari. Selain itu untuk memproduksi O2, mengurangi debu yang meliputi kota (urban dust dome), mengurangi panas lingkungan (untuk foto sintesa menyerap panas matahari 1%, pohon berdaun lebat dapat merefleksikan panas matahari sampai 75%) Dalam kaitannya dengan ruang publik vegetasi memiliki berbagai fungsi antara lain untuk keindahan dan kenyamanan.

Kearifan Lokal
Karakteristik arsitektur yang berakar dari budaya setempat dapat diangkat eksistensinya pada perencanaan ruang terbuka publik di tepi pantai. Terutama yang berkaitan dengan antisipasi terhadap permasalahan iklim tropis lembab. Misal bentuk dan bahan bangunan arsitektur setempat, yang secara evolusi sudah merespon permasalahan seperti menahan panas terik matahari, perlindungan air hujan, optimalisasi penghawaan alami, pemanfaatan sumber daya alam dari lingkungan sekitar obyek. Simbol karakter yang termasuk dalam arsitektur semiotik serta legenda yang ada pada lingkungan setempat dapat pula diangkat dan divisualisasikan pada ruang terbuka publik. Kearifan lokal dapat menciptakan citra, ciri khas, keaslian, kesesuaian dengan lingkungan fisik dan sosial.

Kearifan lokal dapat pula berupa kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sehari hari antara lain sebagai masyarakat nelayan dengan sistem penataan lingkungan pantai yang dilaksanakan berdasarkan kearifan yang diturunkan dari leluhur mereka. Acapkali perpaduan antara tradisi sebagai kearifan lokal dengan sistem perencanaan lingkungan berdasarkan keperluan masyarakat modern dapat dipadukan dengan harmonis.

Ruang publik tepi pantai di beberapa kota di Pulau Sulawesi
Kondisi pantai di Pulau Sulawesi dengan laut yang jernih biru kondisi geologis daratan pantai yang relatif stabil, merupakan potensi alam yang sangat menunjang untuk dikembangkan. Demikian pula pantai di beberapa kota di Pulau Sulawesi antara lain di kota Palu, Poso, Makassar, Kendari, Bau Bau dan Gorontalo. Saat ini kawasan pantai di kota kota tersebut merupakan bagian wilayah kota yang telah berfungsi sebagai magnet untuk menarik pengunjung dari dalam dan luar kota. Tepian pantai di kota kota tersebut telah berfungsi sebagai ruang terbuka publik. Hanya saja kondisi dan situasi sarana dan prasarananya dan respon terhadap kondisi tropis lembab sangat beragam masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengadaan ruang terbuka publik merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan pada masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan. Penanganan tepian kota yang berbatasan dengan laut di pulau Sulawesi rata rata sangat menonjol dibandingkan dengan kota kota di pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa.

1. Pantai di kota Bau Bau- Pulau Buton Sulawesi Tenggara.
Pencapaian utama ke kota Bau Bau saat ini adalah melalui laut, dengan demikian wajah utama kota adalah bagian yang berbatasan dengan laut. Sadar dengan kondisi alam tersebut pemerintah kota Bau Bau telah berupaya untuk membenahi lahan yang berbatasan dengan laut. Penggunaan lahan yang berbatasan dengan laut adalah: Dermaga barang dan penumpang , public space sebagai sarana rekreasi kota dan permukiman nelayan. Kawasan rekreasi yang merupakan ruang terbuka publik bernama pantai Kamali merupakan ruang terbuka publik yang paling ramai di kota Bau Bau.

Ruang publik sebagai tempat rekreasi dan pelaksanaan kegiatan sosial serta ekonomi. Merupakan hasil reklamasi laut yang dilaksanakan pada tahun pada tgl 18 Agustus 2005 oleh gubernur Sulawesi Tenggara Bp. Ali Mazi SH. Saat ini merupakan public space atau kawasan publik yang paling ramai di kota Bau Bau merupakan magnet yang menarik dan sangat diminati oleh segenap masyarakat untuk melaksanakan berbagai aktifitas rekreasi di kawasan pantai terutama pagi, sore dan senja hari. Pembangunan tempat rekreasi di pantai tersebut merupakan suatu usaha yang sesuai dengan konsep ”water front city” dengan menciptakan perpaduan atau sinergi yang indah dan harmonis antara daerah laut dan daratan. Pembangunan ruang terbuka untuk umum di pantai Kamali sesuai dengan jargon kota Bau Bau yang terpampang di beberapa lokasi, dalam dialek Buton: ”Boloma karo Sumanomo Lipu” yang artinya ”mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi”.

Kawasan rekreasi pantai Kamali dilengkapi dengan pohon kelapa (Cocos nucivera). Penerapan vegetasi ditepi pantai sekaligus sebagai peneduh bagi pengunjung yang menikmati keindahan pantai sangat sesuai dengan konsisi tropis lembab.

Unsur air sangat dominan dengan adanya patung Naga yang menjadi ”land mark” kota Bau Bau terletak di tengah kolam dan dari mulut keluar air. Kolam air tersebut menyumbangkan kesejukan pada plaza disekitarnya. Kearifan lokal yang dimunculkan antara lain penempatan pedagang dengan kios tenda atau kios beroda sebagai jenis usaha yang telah menjadi tradisi dari masyarakat menengah kebawah. Disamping itu patung Naga mengingatkan pada penguasa pertama kerajaan Buton yang berasal dari negeri Cina bernama Ratu Wa Kaa Kaa yang dilantik sekitar abad ke 14. Karakteristik air laut di daerah tropis yang segar rupanya selalu dimanfatkan untuk berenang bagi pengunjung. Terutama disaat intensitas matahari terasa menyengat kulit. Hal yang dapat ditingkatkan adalah penerapan arsitektur setempat untuk perencanaan bangunan pelengkap di pantai Kamali serta penambahan vegetasi yang sesuai dengan daerah tropis lembab.

2. Pantai di Kota Kendari- Sulawesi tenggara
Sesuai dengan awal perkembangan kota Kendari yang tumbuh di seputar teluk Kendari maka sampai saat ini aktifitas disekitar teluk yang oleh masyarakat setempat disebut ”Kendari beach” terlihat sangat dinamis, istilah dalam bahasa Inggris ”beach” sengaja dipilih dan dipopulerkan oleh masyarakat setempat, mungkin kalau di sebut ”pantai” terdengar kurang ”keren”. ”Kendari beach” merupakan tempat berkumpul dan tempat favorit untuk nongkrong, kencan bagi kaum remaja, serta bersantai bagi keluarga dengan mengajak anak, berolah raga joging di pagi hari, atau menikmati suasana ”sun set” di sore hari, sambil mencicipi buah durian, rambutan atau buah lain yang dijual sepanjang tepi pantai. Pada malam haripun ada beberapa kafe yang buka sampai menjelang pagi hari di seputar Kendari beach.

Karakteristik yang mencolok adalah vegetasi bakau sebagai ciri daerah tropis lembab. Pada siang hari masih diperlukan gazebo dan tanaman khusus yang dapat melindungi pengunjung dari panas matahari. Banyaknya pengunjung di ”Kendari Beach” menyebabkan munculnya pedagang kaki antara lain penjualan ikan segar sebagai hasil tangkapan nelayan tradisional. Hal ini merupakan indikasi yang baik sehingga masyarakat nelayanpun dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan di kawasan rekreasi. Terdapat pula cafe yang dibangun di atas air. Namun penerapan arsitektur setempat masih belum terlihat.

Perencanaan ruang terbuka publik masih belum direncanakan secara khusus. Saat ini masih menggunakan lahan antara jalan umum dan tepian pantai. Kios kios yang menjual buah, makanan dan minuman bagi pengunjung Kendari Beach juga masih bersifat informal. Belum ada pengarahan disain dan pengorganisasian yang baik. Pengunjung yang datang di Kendari Beach memarkir kendaraan di pinggir jalan dan duduk di pagar talud pembatas antara daratan dan air.
3. Pantai di Kota Palu Sulawesi Tengah

Kota teluk, dibelah oleh sungai. Jembatan penghubung kota bagian timur dan barat yang terpisahkan oleh sungai, nampak sangat indah dan menjadi Landmark kota Palu. Berbagai aktifitas masyarakat terutama di sore dan malam hari berlangsung di tepi kota yang berbatasan dengan laut, hanya saja lahan yang digunakan hanya sebatas jalan di tepi laut sampai ke pagar pembatas.

Suasana tropis lembab belum nampak karena masih jarangnya pohon-pohon yang ditanam. Di tepi pantai hanya terdapat kios kios untuk berjualan ”Saraba” minuman khas setempat serta jajanan yang telah mendapat sentuhan disain sesuai dengan karakter arsitektur setempat. Anehnya sebagian dari kios tersebut dibangun diatas pedestrian ways sehingga menggangu aktivitas pejalan kaki. Belum ada ruang terbuka publik yang khusus untuk penyelenggaraan aktifitas di tepi pantai. Parkir mobil masih menempati lahan di tepi jalan. Pada pagi hari hari disekitar jembatan terdapat pedagang ikan laut segar.

4. Pantai di Kota Poso Sulawesi Tengah
Vegetasi Pantai Imbo Poso nampak alami mengingat sebagian dari pantai tersebut merupakan permukiman nelayan lengkap dengan industri pembuatan kapal kayu tradisional. Rumah nelayan sebagian dibangun menjorok kelaut .

Fasilitas rekreasi masih sangat sederhana antara lain beberapa kios yang dibangun masyarakat sangat sederhana dan terkesan kumuh, bangunan yang nampaknya khusus dibangun untuk tujuan pariwisata adalah panggung beratap untuk pementasan musik atau untuk sekedar duduk duduk memandangi keindahan laut, namun kondisinya sudah memprihatinkan.

Banyak pengunjung datang untuk berenang di laut terutama anak-anak. Gabungan antara permukiman nelayan yang merupakan spesifikasi kehidupan sosial setempat dan daerah untuk rekreasi merupakan perpaduan yang harmonis. Daerah untuk rekreasui hanya sebatas jalan dan pagar pembatas air laut. Kedepan masih perlu dikembangkan, dengan semakin kondusifnya susana hubungan antar masyarakat maka jumlah pengunjung pantai juga akan semakin meningkat. Sehingga potensi daerah tepi kota yang berhubungan dengan laut dapat meningkatkan kualitas dan citra kota Poso sebagai kota Pantai yang aman, damai, tentram, indah, sejuk, mempesona dan bercitra sebagai kawasan tropis lembab.

5. Pantai Kota Gorontalo-Sulawesi
Wajah kota Gorontalo (dalam bahasa setempat disebut Hulondhalo) secara alamiah sudah sangat mempesona, karena dari arah laut nampak dua bukit di kanan dan kiri sementara diantaranya terdapat muara sungai. Daerah kota yang berbatasan dengan laut merupakan lahan dengan berbagai aktifitas. Fungsi yang dominan adalah pelabuhan barang dan penumpang. Permukiman penduduk dan daerah rekreasi. Jalan yang berada di pinggir laut dibatasi oleh tebing hingga merupakan fenomena alam yang indah.

Di tepi pantai terdapat legenda masyarakat Gorontalo yakni batu besar antara laut dan bukit. Pada batu tersebut terdapat lekukan yang dipercaya masyarakat sebagai jejak kaki Lahilote nenek moyang masyarakat Gorontalo. Keindahan alam tersebut belum diimbangi dengan unsur man made. Di tepi pantai Gorontalo belum ada ruang khusus untuk publik yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana rekreasi yang memadai. Vegetasi yang ada merupakan vegetasi alam tropis lembab baik di daratan maupun di daerah laut. Menjelang senja sampai larut malam tepi pantai mulai ramai dikunjungi pasangan muda mudi antara lain mengunjungi kios kios untuk sekedar ngobrol dan makan minum. Namun sarana prasarana masih tumbuh secara kurang terencana. Potensi alam yang sangat menarik dan vegetasi alam sesuai dengan kondisi tropis lembab tersebut perlu didukung oleh perencanaan dan perancangan kawasan yang baik dengan mensinergikan segenap potensi secara positif.

6. Pantai Kota Makassar-Sulawesi Selatan
Sebagai kota terbesar di Indonesia bagian Timur, pengelola kota Makassar telah menyadari pentingnya pengolahan kawasan kota yang berbatasan dengan laut. Salah satu tujuan kota Makassar dalam RTRW 2005- 2015 (Pomanto 2004) adalah mewujudkan Makassar menjadi kota Maritim. Mulai dari kecamatan Ujung Tanah sampai mall GTC terselenggara dinamika kehidupan kota. Penggunaan lahan di tepi pantai telah dikembangkan sejak dahulu kala. Semisal Benteng yang terletak hanya beberapa meter dari tepi laut, dermaga angkutan barang dan manusia. Pantai Kuri sebagai terminal dan dermaga nelayan serta marina, pantai Losari yang menjadi landmark kota Makassar. Kawasan Tanjung Bunga yang dikembangkan sebagai kawasan Bisnis dan Pariwisata terpadu untuk mendukung citra Waterfront City. Jalan raya yang merupakan hasil reklamasi air laut antara tanjung bunga dan GTC (Goa Trade Center) sepanjang 1 km. Jalan baru tersebut membentuk laguna yang dapat dikembangkan menjadi sarana rekreasi yang sangat menarik.

Saat ini Losari merupakan bagian kota yang paling ramai dikunjungi oleh masyarakat. Jauh melebihi daya tarik lapangan Karebosi yang hanya dimanfatkan untuk berlatih sepak bola. Penghijauan di sepanjang pantai Makassar memang cukup memadai. Usaha untuk menciptakan perencanaan yang merespon iklim tropis lembab dapat lebih ditingkatkan antara lain dengan pengadaan gardu pandang di tepi pantai untuk berlindung dari panas dan hujan. Penanaman pohon di tempat yang belum ada perlindungan dari panas terik matahari. Pengadaan vegetasi di kawasan pantai sesuai dengan program pemerintah dalam mewujudkan Green City dengan mengusahakan komposisi prosentasi hijau kota minimal 47%.

Kesimpulan
Citra kota pantai sangat ditentukan oleh berbagai aspek yang berkaitan dengan daerah daratan yang berbatasan dengan laut. Dipandang dari arah laut, maka bagian kota yang berbatasan dengan laut dapat diibaratkan sebagai wajah kota atau etalase kota. Perpaduan antara laut dan daratan merupakan potensi alam yang harus diperhatikan dan diutamakan dalam penataan dan pengembangannya baik dari segi fisik, sosial dan ekonomi.

Berdasarkan pengamatan dan analisis dari berbagai kota pantai di pulau Sulawesi dapat ditarik kesimpulan bahwa berbagai aktifitas dapat dilaksanakan pada kawasan pantai di perkotaan, antara lain: Aktifitas masyarakat Nelayan dalam bermukim, mencari ikan dan menjual hasil tangkapan ikan, membuat perahu dsb. Dermaga angkutan barang, peti kemas, penumpang, rekreasi. Kendaraan yang berjalan melalui jalan dipinggir pantai akan mendapatkan pemandangan yang indah “scenic beauty”.

Konservasi tanaman laut yang dapat mendukung karakteristik pantai antara lain bakau. Berbagai macam macam aktifitas yang berlangsung di tepi pantai harus dikaitkan dengan kondisi lingkungan alam dan iklim tropis lembab, kebutuhan masyarakat serta kemampuan pemerintah daerah setempat.

Beberapa pengelola kota masih belum mengutamakan pembangunan di kawasan tepi pantai, sehingga wilayah pantai di perkotaan masih dimanfaatkan untuk keperluan permukiman nelayan dan industri pembuatan perahu seperti di pantai Imbo Poso.

Kondisi Pantai di Kendari masih didominir pohon bakau sehingga sebagian masih nampak alami dan pemanfaatan pantai dalam kota untuk dermaga, pelabuhan, permukiman nelayan dan Industri, belum ada pengembangan yang memadai untuk rekreasi, namun kondisi tersebut ternyata masih dapat menarik minat warga untuk datang ke tepi pantai daya tarik tersebut akan semakin kuat apabila ada pengembangan dengan perencanaan dan perancangan yang khusus.

Pantai di Gorontalo memiliki landskap alam yang sangat mempesona sehingga kondisi alam tersebut sudah merupakan daya tarik yang luar biasa , apabila diadakan peningkatan kualitas lingkungan dengan sarana dan prasarana yang memadai maka kondisi lingkungan akan semakin menarik.

Pantai di Kota Palu terutama dimalam hari akan sangat indah karena bentuk pantai seperti huruf U dengan teluk yang luas terlebih dengan adanya jembatan dari sungai yang bermuara di laut. Yang dapat dilihat dari segala penjuru pantai. Telah terdapat sarana dan prasarana berupa kios dan gardu pandang di pinggir pantai, namun vegetasi untuk peneduh masih sangat kurang, sehingga disiang hari pengunjung pantai merasa kurang nyaman.

Sedangkan di kota Makassar upaya pengembangan kawasan kota yang berbatasan dengan laut sudah mendapat perhatian utama. Sehingga julukan sebagai kota bahari sangat sesuai. Pengembangan wilayah pantai nampak dilaksanakan secara sangat terencana hanya saja antisipasi terhadap permasalahan iklim tropis lembab masih harus ditingkatkan.

Selain kota Makassar, kota Bau Bau telah memberikan perhatian khusus dalam pengembangan kawasan kota yang berbatasan dengan laut sebagai pentas berbagai aktifitas sosial dan ekonomi kota, didukung perencanaan yang merespon iklim tropis lembab dengan memperhatikan penanaman pohon untuk peneduh pembuatan kolam dan air terjun untuk menciptakan suasana yang sejuk pada kawasan plaza.

Kelebihan dan kekurangan dari masing masing pantai pada beberapa kota tersebut dapat menjadi masukan bagi kota kota lain di Indonesia. Seperti kota Semarang, Surabaya, wajah kota yang menghadap laut belum tersentuh wacana pengembangan yang memperhatikan prinsip perencanaan waterfront city secara komprehensif. Dalam arti tidak hanya memperhatikan fungsi, teknis, kesesuaian dengan lingkungan, kinerja, analisis ekonomi namun juga memperhatikan keindahan dan kenyamanan bagi masyarakat kota untuk menikmatinya. Mengutamakan perencanaan berdasarkan aspek iklim tropis lembab antara lain memperhatikan vegetasi di daratan maupun ditepi laut (pohon bakau) memperhatikan fasilitas peneduh dan kearifan lokal yang sesuai untuk mengantisipasi permasalahan iklim tropis lembab seperti intensitas matahari, curah hujan yang tinggi dsb. Memanfatkan semaksimal mungkin potensi di daerah tropis lembab antara lain aneka flora dan fauna. Sehingga perencanaan waterfront city harus memperhatikan pula konsep bioclimatic design.

Referensi
Breen, Ann. & Rigby, Dick. (1994). Waterfront- Cities Reclaim Their Edge. New York: Mc. Graw Hill.

Campel, Craig,S. (1982). Water in Landscape Architecture. New York: Van Nostrad Reinhold Company.

Hardiman, Gagoek. (2000). Peranan Ruang Terbuka Hijau dalam Peningkatan Kualitas Udara di Perkotaan Pada Daerah Tropis. Semarang: JAFT.

Lippsmeier, Georg (1994). Tropenbau Building in The Tropics. Muenchen: Verlag Georg. D.W. Callwey.

Pomanto, Danny. (2004). Bahan presentasi RT RW Kota Makassar 2005-2015. Makassar: PT.Dann Bintang GR.

Susilo, Hendropranoto. Pryanto, Totok. (1993). “Perkembangan Waterfront di Perkotaan”, dalam Majalah Sketsa, 9 Mei 1993, Universitas Tarumanegara, hlm. 13.

Takeo, Kondo. (1991). Perspektif Waterfront. Tokyo: Chiyodaku.

Torre, L, Azeo. (1989). Waterfront Development. New York: Van Nostrand Reinhohld.
__________
Gagoek Hardiman adalah Sekretaris Progam Doktor Arsitektur dan Perkotaan, Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang.

Sumber :http://mohgagoekhardiman.blogspot.com