Suara kokok ayam terdengar mengalun merdu saat itu. Suaranya terdengar khas, mengalun panjang dengan volume yang lantang, lengkap dengan suara angkatan, tengah dan suara akhir. Saat itu adalah kontes Ayam Pelung yang berlangsung di Cianjur, Jawa Barat, pusatnya Ayam Pelung.
Ayam Pelung jawara dinilai dari kokokan dan penampilannya. Kokokan Ayam Pelung terlihat dari volume suaranya, dursi kokokan atau kebat, suara angkatan, suara tengah dan suara akhir, atau tungtung.
Tampilan Ayam Pelung juga terlihat lebih gagah dibanding ayam yang biasa kita lihat. Ia besar dan memiliki bulu yang gemerlap. Bobotnya yang jantan bisa mencapai 3,4 kilogram, sementara yang betina 2,5 kilogram.
Tak heran dengan penampilan dan kokokannya yang lebih ini, banyak orang yang menggemari. Cianjur sebagai sentranya memiliki agenda tetap untuk kontes, yang diselenggarakan oleh Himpunan Peternak dan Pengemar Ayam Pelung Indonesia (HIPAPPI).
Harga Ayam Pelung jawara bisa mencapai belasan juta rupiah. Ia dirawat dengan khusus dan diyakini bisa menjadi bibit unggul untuk Ayam Pelung. Namun anggapan ini tak sepenuhnya dianut penggemar Ayam Pelung, karena ada pula pendapat yang mengatakan kualitas suara akan merosot bila dikawinkan dengan betina.
Sementara ada penelitian yang menyebutkan bahwa perihal kokokan diwariskan secara kultural melalui proses meniru, seperti yang ditemui pada burung pipit. Namun apapun Ayam Pelung tetap menarik minat penggemarnya, dan tak pernah surut.
Menurut Ketua HIPAPPI Cianjur, Agus Abdurrahman, peternakan Ayam Pelung tersebar di sejumlah tempat di Cianjur. Tercatat ada 800-an peternak dan pemilik demplot Ayam Pelung.
Hanya, para peternak dan penggemar Ayam Pelung cukup prihatin dengan serangan wabah flu burung, yang mau tidak mau membuat mereka was-was.
Menurut Ibu Akini, pemilik demplot Ayam Pelung, kalau sebelum wabah flu burung menyerang, peternak dan pemilik demplot bisa menjual hingga 3 ekor Ayam Pelung, dengan omset 500 ribu hingga 3 juta rupiah setiap minggunya. Kini seekor Ayam Pelungpun tak mudah dijual dalam sebulan.
Sulitnya menjual Ayam Pelung kini, membuat peternak terpaksa memotong Ayam Pelung betina untuk dikonsumsi. Padahal memotong Ayam Pelung pada masa lalu adalah tabu, apalagi untuk dikonsumsi.
Kalangan peternak, pemilik demplot dan penggemar Ayam Pelung amat berharap wabah flu burung segera lenyap. Usaha bukan tidak mereka lakukan, vaksinasi dan pembersihan kandang secara periodik, terus berlangsung. Namun itu tidak dapat hanya mereka sendiri yang bergerak, perlu gerakan serius dari instansi terkait.
Bagaimana jadinya bila kita tak lagi mendengar kokokan Ayam Pelung di Cianjur, kota yang diyakini tempat kelahiran Ayam Pelung. Jangan sampai itu terjadi.(Idh) Indosiar-News
Sumber : http://rivafauziah.wordpress.com
Ayam Pelung jawara dinilai dari kokokan dan penampilannya. Kokokan Ayam Pelung terlihat dari volume suaranya, dursi kokokan atau kebat, suara angkatan, suara tengah dan suara akhir, atau tungtung.
Tampilan Ayam Pelung juga terlihat lebih gagah dibanding ayam yang biasa kita lihat. Ia besar dan memiliki bulu yang gemerlap. Bobotnya yang jantan bisa mencapai 3,4 kilogram, sementara yang betina 2,5 kilogram.
Tak heran dengan penampilan dan kokokannya yang lebih ini, banyak orang yang menggemari. Cianjur sebagai sentranya memiliki agenda tetap untuk kontes, yang diselenggarakan oleh Himpunan Peternak dan Pengemar Ayam Pelung Indonesia (HIPAPPI).
Harga Ayam Pelung jawara bisa mencapai belasan juta rupiah. Ia dirawat dengan khusus dan diyakini bisa menjadi bibit unggul untuk Ayam Pelung. Namun anggapan ini tak sepenuhnya dianut penggemar Ayam Pelung, karena ada pula pendapat yang mengatakan kualitas suara akan merosot bila dikawinkan dengan betina.
Sementara ada penelitian yang menyebutkan bahwa perihal kokokan diwariskan secara kultural melalui proses meniru, seperti yang ditemui pada burung pipit. Namun apapun Ayam Pelung tetap menarik minat penggemarnya, dan tak pernah surut.
Menurut Ketua HIPAPPI Cianjur, Agus Abdurrahman, peternakan Ayam Pelung tersebar di sejumlah tempat di Cianjur. Tercatat ada 800-an peternak dan pemilik demplot Ayam Pelung.
Hanya, para peternak dan penggemar Ayam Pelung cukup prihatin dengan serangan wabah flu burung, yang mau tidak mau membuat mereka was-was.
Menurut Ibu Akini, pemilik demplot Ayam Pelung, kalau sebelum wabah flu burung menyerang, peternak dan pemilik demplot bisa menjual hingga 3 ekor Ayam Pelung, dengan omset 500 ribu hingga 3 juta rupiah setiap minggunya. Kini seekor Ayam Pelungpun tak mudah dijual dalam sebulan.
Sulitnya menjual Ayam Pelung kini, membuat peternak terpaksa memotong Ayam Pelung betina untuk dikonsumsi. Padahal memotong Ayam Pelung pada masa lalu adalah tabu, apalagi untuk dikonsumsi.
Kalangan peternak, pemilik demplot dan penggemar Ayam Pelung amat berharap wabah flu burung segera lenyap. Usaha bukan tidak mereka lakukan, vaksinasi dan pembersihan kandang secara periodik, terus berlangsung. Namun itu tidak dapat hanya mereka sendiri yang bergerak, perlu gerakan serius dari instansi terkait.
Bagaimana jadinya bila kita tak lagi mendengar kokokan Ayam Pelung di Cianjur, kota yang diyakini tempat kelahiran Ayam Pelung. Jangan sampai itu terjadi.(Idh) Indosiar-News
Sumber : http://rivafauziah.wordpress.com