Oleh: Jadi Rajagukguk
Bila Anda tiba-tiba ditanya sesorang; Apa sesungguhnya kekuatan atau daya tarik pariwisata Batam yang membedakannya dengan daerah dan negara lain, sehingga layak dijual? Pada umumnya akan menjawab keindahan alamnya atau kedekatannya dengan Singapura dan Malaysia. Untuk yang jarang melakukan perjalanan wisata maka jawaban tersebut mungkin benar karena memang jarang berpergian ke luar negeri atau tidak pernah melihat alam lain.
Atau budayanya, tapi budaya yang mana? Melayu, Batak, Jawa, Padang, atau yang lainnya. Kembali pengembangan dan pengelolaan peninggalan budaya masih belum ada apa-apanya, jangankan dibandingkan dengan peninggalan budaya di kawasan ASEAN, bahkan di kawasan di daerah-daerah lain di Indoensia saja kemampuan dan kepedulian kita masih tertinggal.
Kesemuanya ini perlu dikemukakan dan kita sadari bersama agar tidak timbul arogansi yang sempit bahwa Batam adalah segalanya, terindah, free market, dekat dengan negara Singapura dan Malaysia sehingga membuat kita cepat berpuas diri.
Sesungguhnya keindahan alam ataupun peninggalan sejarah dan budaya secara fisik tidak lebih dari seonggokan gunung atau candi ataupun benda dan bangunan lainnya, ataupun pantai yang indah yang juga dimiliki oleh berbagai daerah yang lokasinya berdekatan dengan lumbung turis internasional.
Karena tanpa adanya komunitas di sekitar monumen sejarah dan budaya atau pantai maka obyek wisata tersebut tidak lebih dari benda mati, tidak ada roh kehidupan dan bahkan tidak berarti apa-apa bagi pengunjung.
Manusia yang hangat, ramah tamah, murah senyum dan gemar menolong tamunya, sehingga membuat “kangen” untuk kembali lagi. Agar apresiasi terhadap peninggalan sejarah dapat lebih ditingkatkan maka pola berpikirpun hendaknya diadakan pula re-positioning yakni dengan menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Batam.
Perubahan ini tidak akan merusak keberadaan dari benda-benda bersejarah bahkan akan makin memberikan apresiasi yang lebih tinggi lagi baik terhadap upaya pemeliharaan benda bersejarah maupun terhadap budaya.
Kekuatan pariwisata sebenarnya ada pada manusia-nya, maka berbagai langkah penggarapan program kerja kepariwisataan harus difokuskan kepada manusianya terlebih dahulu.
Memasuki tahun 2008 mendatang ada dua program inti dan penting yang harus dijalankan; Pertama, Peluncuran Tahun Kunjungan Batam 2010 (Visit Year Batam 2010) dan Kedua, Pengembangan Batam sebagai Kota MICE (Meeting, Incentive, Congress and Exhibition).
Dalam dua program tersebut memuat berbagai program kerja, pengembangan dan kegiatan mulai dari pengembangan/pelestarian seni dan budaya, perbaikan infrastruktur sarana dan prasarana obyek wisata, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sistem pelayanan, keamanan dan kenyamanan, pengembangan industri UKM, aksesbilitas yang menyangkut transporatasi udara, laut dan darat hingga sosialisasi kepariwisataan dalam keterlibatan seluruh elemen masyarakat untuk memiliki sadar wisata. Di bagian lain sangat dibutuhkan dan dibangun kembali hubungan kerjasama dari seluruh asosiasi, himpunan, badan, organisasi kemasyarakatan pariwisata untuk saling membenahi diri, seperti Batam Tourism Board (BTB), ASITA, PHRI, INCCA, AJAHIB, PHI, Lembaga Adat Melayu dan Lembaga-lembaga Adat atau organisasi lainnya dan seluruh para stakeholders harus membuka diri untuk saling sinergi bekerjasama dalam membangun, mengembangkan dan menjalankan program-program kepariwisataan.
Jika hal itu dapat kita lakukan, 2 juta bahkan 3 juta target wisatawan Batam tidak lah terlalu sulit untuk dicapai. Bukan itu saja, lapangan kerja akan terbuka lebar, pasar industri UKM akan meningkat, pendapatan daerah akan bertambah dan tentunya pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian Kota Batam.
__________
Jadi Rajagukguk, adalah Chairman Indonesia Congress and Convention Association Batam, Deputy of Business Development and Event Batam Tourism Board (BTB )
Sumber: Batam Pos
Bila Anda tiba-tiba ditanya sesorang; Apa sesungguhnya kekuatan atau daya tarik pariwisata Batam yang membedakannya dengan daerah dan negara lain, sehingga layak dijual? Pada umumnya akan menjawab keindahan alamnya atau kedekatannya dengan Singapura dan Malaysia. Untuk yang jarang melakukan perjalanan wisata maka jawaban tersebut mungkin benar karena memang jarang berpergian ke luar negeri atau tidak pernah melihat alam lain.
Atau budayanya, tapi budaya yang mana? Melayu, Batak, Jawa, Padang, atau yang lainnya. Kembali pengembangan dan pengelolaan peninggalan budaya masih belum ada apa-apanya, jangankan dibandingkan dengan peninggalan budaya di kawasan ASEAN, bahkan di kawasan di daerah-daerah lain di Indoensia saja kemampuan dan kepedulian kita masih tertinggal.
Kesemuanya ini perlu dikemukakan dan kita sadari bersama agar tidak timbul arogansi yang sempit bahwa Batam adalah segalanya, terindah, free market, dekat dengan negara Singapura dan Malaysia sehingga membuat kita cepat berpuas diri.
Sesungguhnya keindahan alam ataupun peninggalan sejarah dan budaya secara fisik tidak lebih dari seonggokan gunung atau candi ataupun benda dan bangunan lainnya, ataupun pantai yang indah yang juga dimiliki oleh berbagai daerah yang lokasinya berdekatan dengan lumbung turis internasional.
Karena tanpa adanya komunitas di sekitar monumen sejarah dan budaya atau pantai maka obyek wisata tersebut tidak lebih dari benda mati, tidak ada roh kehidupan dan bahkan tidak berarti apa-apa bagi pengunjung.
Manusia yang hangat, ramah tamah, murah senyum dan gemar menolong tamunya, sehingga membuat “kangen” untuk kembali lagi. Agar apresiasi terhadap peninggalan sejarah dapat lebih ditingkatkan maka pola berpikirpun hendaknya diadakan pula re-positioning yakni dengan menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Batam.
Perubahan ini tidak akan merusak keberadaan dari benda-benda bersejarah bahkan akan makin memberikan apresiasi yang lebih tinggi lagi baik terhadap upaya pemeliharaan benda bersejarah maupun terhadap budaya.
Kekuatan pariwisata sebenarnya ada pada manusia-nya, maka berbagai langkah penggarapan program kerja kepariwisataan harus difokuskan kepada manusianya terlebih dahulu.
Memasuki tahun 2008 mendatang ada dua program inti dan penting yang harus dijalankan; Pertama, Peluncuran Tahun Kunjungan Batam 2010 (Visit Year Batam 2010) dan Kedua, Pengembangan Batam sebagai Kota MICE (Meeting, Incentive, Congress and Exhibition).
Dalam dua program tersebut memuat berbagai program kerja, pengembangan dan kegiatan mulai dari pengembangan/pelestarian seni dan budaya, perbaikan infrastruktur sarana dan prasarana obyek wisata, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sistem pelayanan, keamanan dan kenyamanan, pengembangan industri UKM, aksesbilitas yang menyangkut transporatasi udara, laut dan darat hingga sosialisasi kepariwisataan dalam keterlibatan seluruh elemen masyarakat untuk memiliki sadar wisata. Di bagian lain sangat dibutuhkan dan dibangun kembali hubungan kerjasama dari seluruh asosiasi, himpunan, badan, organisasi kemasyarakatan pariwisata untuk saling membenahi diri, seperti Batam Tourism Board (BTB), ASITA, PHRI, INCCA, AJAHIB, PHI, Lembaga Adat Melayu dan Lembaga-lembaga Adat atau organisasi lainnya dan seluruh para stakeholders harus membuka diri untuk saling sinergi bekerjasama dalam membangun, mengembangkan dan menjalankan program-program kepariwisataan.
Jika hal itu dapat kita lakukan, 2 juta bahkan 3 juta target wisatawan Batam tidak lah terlalu sulit untuk dicapai. Bukan itu saja, lapangan kerja akan terbuka lebar, pasar industri UKM akan meningkat, pendapatan daerah akan bertambah dan tentunya pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian Kota Batam.
__________
Jadi Rajagukguk, adalah Chairman Indonesia Congress and Convention Association Batam, Deputy of Business Development and Event Batam Tourism Board (BTB )
Sumber: Batam Pos