Kajian Geoekologi Daerah Kepesisiran Lombok Barat untuk Pengembangan Wisata Pantai


Intisari
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengidentiftkasi dan mengklasfkasi satuan geoekologi daerah kepesisiran dan memetakan satuan-satuan geoekologi daerah kepesisiran di daerah Lombok Barat; (2) mengetahui karakteristik satuan geoekologi daerah kepesisiran daerah Lombok Barat; dan (3) mengetahui tipe geoekologi dan fungsi masing-masing tipe geoekologi daerah kepesisiran di daerah Lombok Barat untuk menentukan alternatif pengembangan dan pengelolaan kawasan kepesisiran. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan penentuan sampel secara purpos.

Satuan analisis yang digunakan adalah satuan geoekologi yang dinilai potensi dan kendala masing-masing untuk dikembangkan kegiatan wisata tertentu. Penilaian potensi menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) untuk menentukan klasifikasi tipe geoekologi tiap lokasi. Klasifikasi tipe geoekologi untuk satuan geoekologi dibedakan menjadi tiga, yaitu tipe geoekologi A, B, dan C, dengan tipe geoekologi A memiliki peluang jenis kegiatan wisata 6 macam, tipe B jenis kegiatan wisata 4 s.d. 5 macam, dan tipe C jenis kegiatan wisata 3 macam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kawasan kepesisiran Lombok Barat terdiri atas 7 satuan geoekologi, yaitu satuan geoekologi lepas pantai, gisik, dataran aluvial pantai, dataran aluvial, lembah antar bukit, lerengkaki perbukitan, dan perbukitan denudasional. Berdasarkan identifikasi terhadap 18 titik pengamatan, tipe geoekologi A merupakan tipe geoekologi yang dominan (10 lokasi), diikuti oleh tipe C (6 lokasi), dan tipe B (2 lokasi). Kondisi fisik di kawasan kepesisiran Lombok Barat sangat menunjang untuk pengembangan wisata. Upaya pemantauan dan pengendalian perlu dilakukan pada lokasi dengan tipe geoekologi A. Lokasi yang potensial tetapi belum berkembang perlu dikembangkan dengan meningkatkan sarana pendukung yang memadai.

Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang seluruh garis pantainya 80.791 km. Garis pantai yang sangat panjang ini menimbulkan permasalahan yang bersifat sektoral dalam pengembangan dan pemanfaatan kawasan kepesisiran. Hal ini disebabkan belum adanya pemikiran untuk pengembangan kawasan kepesisiran secara holistik.

Pengembangan kawasan kepesisiran secara holistik akan lebih bermanfaat jika menggunakan pendekatan yang dapat menyatukan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh di kawasan kepesisiran. For-for tersebut meliputi biosfer, toposfer, atmosfer, pedosfer, dan hidrosfer. Salah satu pendekatan yang dapat memadukan faktor¬-faktor lingkungan tersebut adalah pendekatan geoekologi.

Kawasan kepesisiran di wilayah Lombok Barat termasuk dalam MCMA (Marine Coastal Management Area) yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Salah satu daerah yang sudah terkenal adalah Senggigi, namun untuk pengembangannya diarahkan ke kawasan di sekitarnya karena Senggigi sudah sangat padat. Hal ini menarik untuk dikaji karena kawasan wisata merupakan sumber pemasukan devisa, tetapi di sisi lain juga potensial menimbulkan dampak lingkungan, yang berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Geoekologi Daerah Kepesisiran Lombok Barat
Wilayah kepesisiran Lombok Barat termasuk dalam wilayah pengembangan Kawasan Pantai Senggigi. Wilayah pengembangan Pantai Senggigi berada di sebelah Selatan dan sebelah Utara Pantai Senggigi. Secara administratif, wilayah kepesisiran Lombok Barat terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan, Gunungsari, dan Tanjung (Gambar I).

Iklim di daerah penelitian menurut klasifikasi Koppen termasuk dalam kategori Am. Selma 1 tahun terdapat 8 bulan basah dan 4 bulan kering. Adapun suhu rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 24,7 s.d. 26,8 C. Dari aspek geologi, material yang ada di daerah ini didominasi oleh material vulkanis. Material yang berupa piroklastik terdiri atas tuff, breksi vulkanik, dan pasir pantai. Sumber utama material tersebut adalah Gunungapi Rinjani. Khusus untuk endapan pasir pantai yang berwama putih, materialnya berasal dari hasil rombakan karang. Endapan pasir putih ini bercampur dengan pasir hitam yang berasal dari Gunungapi Rinjani dan terendapkan membentuk gisik tersendiri.

Bentuklahan yang ada secara umum merupakan hasil dari proses vulkanik, dengan variasi proses pembentukannya berupa proses marin, proses fluvial, dan proses denudasional. Proses marin menghasilkan bentukan gisik dan dataran aluvial pantai. Proses fluvial menghasilkan dataran aluvial. Adapun proses denudasional menghasilkan lembah antar perbukitan, lerengkaki perbukitan, dan perbukitan denudasional. Kecuraman lereng bukit rata-rata >30% dan proses erosi maupun longsor berlangsung dengan intensif. Proses deposisional menghasilkan dataran yang Iuasannya relatif sempit, karena kaki bukit umumnya langsung bertemu dengan garis pantai. Di daerah gisik, proses erosi sudah banyak terjadi pada beberapa tempat, walaupun masih dalam batas man. Pada kaki bukit yang berhadapan langsung dengan garis pantai juga sudah banyak ditemukan kejadian longsor. Proses tersebut umumnya ditemukan pada tebing yang dipangkas untuk pembuitan jalan rays.

Tataair di daerah penelitian dipengaruhi oleh 3 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Putih di Utara, DAS Jongkok di tengah, dan DAS Dodokan di Selatan. Fluktuasi aliran pada sungai-sungai yang ada cukup besar, misalnya pada Sungai Dodokan, debit aliran pada musim hujan mencapai 113,63 m3/dt, tetapi pada musim kemarau hanya 0,68 m3/dt. Ini menunjukkan bahwa daerah tangkapan hujan sungai¬sungai yang ada kurang mampu menyimpan air. Mataair dapat ditemukan pada lereng¬-lereng perbukitan dan ditemukan paling banyak pada DAS Jongkok. Debit mataair bervariasi, antara 75 l/dt hingga 400 l/dt. Airtanah yang ditemukan memiliki kedalaman antara 0,8 m hingga 7,8 m. Airtanah ini sebagian besar dimanfaatkan oleh penduduk, rumah makan, dan hotel yang banyak ditemukan di daerah tersebut.

Karakteristik oseanografi daerah kepesisiran Lombok Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu angin, proses yang berlangsung di pantai, dan pasangsurut. Kecepatan angin berkisar antara 0,2 ml/dt hingga 3,3 m/dt, termasuk dalam kategori sepoi-sepoi hingga sangat lemah. Arah tiupan bervariasi, yaitu ke arah Utara sampai Tenggara. Ketinggian gelombang relatif tidak terlalu tinggi, yaitu 0,1 m hingga 1,5 m, dengan periode gelombang 2,8 detik hingga 5,0 detik. Tipe empasan yang ada sebagian besar merupakan tipe plunging, tetapi di beberapa tempat ada yang menunjukkan tipe surging. Tipe pasangsurut yang ada di daerah ini termasuk dalam tipe pasangsurut ganda campuran, dengan ketinggian pada saat pasang purnama mencapai 2,5 meter.

Tanah yang ada di daerah penelitian terdiri atas regosol, aluvial hidromorf, dan litosol. Regosol merupakan tanah yang belum berkembang dan paling banyak ditemukan di daerah ini. Tekstur tanahnya kasar dan belum membentuk agregat sehingga peka terhadap erosi. Aluvial hidromorf banyak ditemukan pada dataran aluvial dan Bering tergenang. Adapun Litosol merupakan tanah yang dangkal, kedalamannya <45 style="font-weight: bold;">Satuan geoekologi gisik pantai
Satuan geoekologi ini adalah satuan dengan bentuk lahan yang terletak langsung berbatasan dengan laut. Bentuk pantainya merupakan teluk dengan kemiringan gisik 0 s.d. 7%. Di beberapa tempat, kemiringan gisik dapat mencapai 14%. Material pantai umumnya berupa sedimen tak padu yang berupa pasir marin. Ukuran butir pasir didominasi oleh butiran yang berukuran 0,300 mm hingga 1,40 mm, termasuk dalam kategori pasir sedang hingga pasir sangat kasar.

Asal mula pembentukan pantai adalah proses vulkanik dan marin. Proses geomorfologi yang bekerja adalah erosi pantai dan longsor. Erosi yang ada di beberapa tempat termasuk dalam kategori berbahaya, karena mempengaruhi garis pantai dan menimbulkan gerusan pada beberapa kaki bangunan. Gisik pantai yang ada pada umumnya terbentuk setempat-setempat dengan luasan yang relatif sempit.

Tanah yang ada di satuan ini memiliki tekstur pasir dengan struktur butir tunggal hingga remah. Warna tanah menurut kode Munsell adalah 10 YR 4/I atau kelabu gelap (dark grey) dengan tingkat kesuburan tanah relatif rendah. Adapun airtanah memiliki kedalaman sekitar 7 meter dengan nilai daya hantar listrik (DHL) bervariasi antara 330 hingga 923 mikromhos/cm. Kualitas airtanah di daerah wisata Senggigi menunjukkan adanya unsur nitrat (NO3-) yang cukup tinggi, yaitu 58 ppm. Selain itu, kandungan COD di daerah Senggigi juga mencapai 6,4 ppm. Ini menunjukkan bahwa airtanah di daerah wisata Senggigi sudah tercemar. Adapun untuk daerah lain, nilai COD hanya 1,4 ppm dan keberadaan nitrat relatif kecil, bahkan tidak ada sama sekali.

Aktivitas manusia yang penting pada mintakat ini adalah perikanan dan pariwisata. Kegiatan perikanan laut umumnya memanfaatkan mintakat ini sebagai tempat pendaratan kapal ikan dan titik keberangkatan pada saat melaut. Pada beberapa titik pengamatan, mintakat ini merupakan tempat bertumpunya berbagai jenis kegiatan yang berhubungan dengan perikanan dan pariwisata. Tingkat kesejahteraan sosial ekonomi relatif baik, walaupun terdapat kesenjangan yang besar antara berbagai lapisan masyarakat.

Satuan geoekologi dataran aluvial pantai
Satuan geoekologi ini merupakan bentuk lahan dataran aluvial pantai yang memiliki.bentuk pantai lengkung_ Topografi pantai datar dengan relief 0-4 meter, lebar pantai 25-50 meter, dan kemiringan lereng 0-2 %. Material penyusun bentuk lahan ini adalah sedimen tak padu yang berupa aluvium, koluvium, dan material tuff. Ukuran butir sedimen tersebut bervariasi, mulai <0,0039 style="font-weight: bold;">Satuan geoekologi dataran aluvial
Satuan geoekologi ini berupa bentuk lahan dataran aluvial dengan kemiringan lereng 0-2% yang memiliki bentuk lereng rata dengan topografi datar. Material penyusun bentuk lahan ini adalah sedimen tak padu yang berupa aluvium. Proses geomorfologi yang dominan adalah proses pengendapan (sedimentasi) oleh proses fluvial.

Zona ini terdapat di bagian Selatan dalam wilayah penelitian. Aktivitas manusia sudah sangat pesat perkembangannya. Selain permukiman yang padat, berbagai kegiatan ekonomi berupa pertanian, jasa, dan industri telah berkembang sangat pesat. Tingkat kesejahteraan masyarakat di zona ini merupakan yang terbaik dibandingkan kondisi di berbagai zona lainnya.

Satuan geoekologi lembah antar perbukitan
Satuan merupakan satuan geoekologi dengan bentuk lahan yang berupa lembah koluvial yang terletak di antara bukit-bukit atau lembah antar perbukitan. Bentuk lahan ini memiliki kemiringan lereng 0-2% dengan topografi datar. Material yang menyusun bentuk lahan ini adalah sedimen tak padu yang berupa aluvium dan koluvium. Proses geomorfologi yang bekerja adalah kombinasi proses sedimentasi dan gerak massa batuan yang mengendapkan koluvium.

Pemanfaatan lahan yang ada berupa hutan rakyat, perkebunan, dan pertanian tanaman keras. Keberadaan tanaman keras dan perkebunan yang berselang-seling menguntungkan secara ekologis, yang dibuktikan dengan mudahnya masyarakat memperoleh air dui sumur maupun sungai untuk keperluan domestik. Risiko kerusakan lingkungan di zona ini relatif kecil dan kondisi ekonomi masyarakat relatif baik.

Walaupun demikian, kendala infrastruktur menyebabkan kegiatan ekonomi non pertanian belum dapat berkembang dengan baik.

Satuan geoekologi lerengkaki perbukitan denudasional
Satuan lereng kaki perbukitan merupakan satuan geoekologi yang memiliki kemiringan lereng 56-140% dengan bentuk lereng rata. ’Bentuk lahan tersusun dari material sedimen tak padu yang berupa koluvium. Proses geomorfologi yang bekerja merupakan kombinasi proses erosi, gerak masses batuan, dan sedimentasi.

Tanah yang ada di zona ini sebagian besar relatif dangkal (< style="font-weight: bold;">Satuan geoekologi perbukitan denudasional
Satuan geoekologi perbukitan denudasional memiliki kemiringan lereng 21-140% dengan bentuk lereng tidak teratur dan topografi berbukit (hilly). Material pembentuknya adalah koluvium. Proses geomorfologi yang bekerja dominan adalah erosi dan gerak massa batuan. Pada beberapa ruas jalan yang ada di satuan ini sering terjadi longsor yang cukup mengganggu lalu Pintas jalan. Berdasarkan proses yang bekerja pada satuan ada 2 sisi perbukitan yang mengalami perbedaan proses, yaitu yang menghadap lautan dan yang tidak menghadap lautan. Sisi yang menghadap lautan memiliki proses geomorfologi yang bekerja lebih intensif daripada yang tidak menghadap lautan.

Secara umum, hutan yang ada pada perbukitan masih dalam kondisi baik. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan tidak ada gejala kerusakan lingkungan yang serius. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah kesejahteraan masyarakat setempat yang relatif sangat rendah. Ini dapat memicu pemanfaatan lahan yang jika tidak diantisipasi dapat merusak ekosistem yang ada.

Tipe Geoekologi Daerah Kepesisiran Lombok Barat
Tipe Geoekologi A
Tipe geoekologi A meliputi satuan geoekologi lepas pantai yang berupa perairan bebas dan pada daratan mencakup satuan geoekologi gisik dan dataran aluvial pantai. Satuan geoekologi laut meliputi lokasi yang terletak di Teluk Nara, Mentigi, Pandanan, Teluk Nipah, Senggigi, dan Batulayar. Satuan geoekologi gisik meliputi gisik yang terdapat di Teluk Nara, Teluk Nipah, dan Senggigi. Adapun satuan geoekologi dataran aluvial pantai adalah yang terdapat di Melaka.

Tipe Geoekologi B
Tipe geoekologi B meliputi satuan geoekologi gisik yang terdapat di Mentigi dan Pandanan. Dua wilayah memiliki nilai sama, yaitu 518 tetapi kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan berbeda. Di daerah Mentigi, kegiatan yang tidak dapat dilakukan adalah melihat pemandangan, berjalan jalan, dan makan-minum. Adapun di Pandanan, kegiatan wisata yang tidak dapat dilakukan adalah beristirahat, olah raga, dan makan-¬minum.

Tipe Geoekologi C
Tipe geoekologi C meliputi satuan geoekologi gisik di Batulayar, dataran aluvial pantai di Teluk Kombal, dataran aluvial di Sesela, lembah antar perbukitan di Batu Penyu, lereng kaki, perbukitan di Kekeran, dan perbukitan denudasional di Pusuk. Jenis kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan berkisar antara 1 dan 4 kegiatan. Satuan geoekologi yang memiliki peluang 1 kegiatan wisata adalah dataran aluvial pantai di Teluk Kombal dan lereng kaki perbukitan di Kekeran. Adapun satuan geoekologi yang memiliki peluang 4 kegiatan wisata adalah gisik di Batulayar dan perbukitan denudasional di Pusuk.

Hasil penentuan tipe geoekologi merupakan dasar untuk pengembangan wisata pada masing-masing satuan geoekologi. Berdasarkan basil analisis SWOT, terdapat beberapa kekuatan dan peluang pada setiap tipe geoekologi yang berada pada beberapa lokasi.

Pengelolaan daerah kepesisiran Lombok Barat perlu memperhatikan tingkat keragaman kegiatan wisata yang sifatnya potensial maupun yang sudah ada. Kisaran kondisi obyek wisata di Daerah ini sangat luas, mulai perairan hingga daratan yang belum berkembang meskipun sangat potensial sampai perairan dan daratan yang sudah sangat berkembang sebagai lokasi obyek wisata. Pengelolaan daerah. kepesisiran dengan tipe geoekologi yang berbeda memerlukan model pengelolaan yang berbeda, yang dibedakan menjadi: a) potensial dan sudah berkembang, misalnya di Senggigi; b) potensial dan belum berkembang, misalnya di Teluk Nara dan Teluk Nipah; dan c) agak potensial, kurang potensial.

Daerah yang potensial dan sudah, berkembang perlu diarahkan pada upaya pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan berbagai peraturan yang ada. Daerah yang potensial dan belum berkembang perlu memperoleh dukungan infrastruktur yang memadai. Adapun untuk daerah yang agak potensial dan kurang potensial belum perlu dikembangkan dengan alasan efisiensi, efektivitas, maupun ekologis, dan keselamatan lingkungan.

Kesimpulan
Daerah kepesisiran Lombok Barat memiliki 7 satuan geoekologi, yaitu satuan geoekologi lepas pantai, gisik, dataran aluvial pantai, dataran aluvial, lembah antar perbukitan, lereng kaki perbukitan, dan perbukitan denudasional. Tipe geoekologi A diperoleh pada satuan geoekologi lepas pantai, gisik di Senggigi, Teluk Nipah, dan Teluk Nara, serta dataran aluvial pantai di Melaka. Tipe geoekologi B diperoleh pada satuan geoekologi gisik di Mentigi dan Pandanan. Tipe geoekologi C terdapat pada satuan geoekologi gisik di Batulayar, dataran aluvial pantai di Teluk Kombal, dataran aluvial di Sesela, lembah antar perbukitan di Batulayar, lereng kaki perbukitan di Kekeran, dan perbukitan denudasional di Pusuk.

Kawasan Senggigi merupakan pusat pengembangan wisata di daerah Lombok Barat. Pengembangan Senggigi akan membawa dampak pula terhadap obyek wisata lain di sekitarnya. Untuk itu, pengelolaan daerah kepesisiran di Lombok Barat perlu memperhatikan keragaman kegiatan wisata yang potensial maupun yang telah berkembang. Pengelolaan tersebut meliputi aspek pemantauan dan pengendalian, pengembangan infrastruktur, maupun keselamatan lingkungan.

Daftar Pustaka
Anonim, 1995, Studi Analisis Lingkungan dan Sosial Ekonomi di Kawasan Pengelolaan Pesisir Pantai dan Laul di Bagian Barat dan Selatan Pulau Lombok Propinsi N7B, PPLH IPB, Bogor.

Anonim, 1998, Lombok Barat dalam Angkor 1997, BPS Kabupaten Lombok Barat, Fajar Indah, Mataram.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P, dan Sitepu, M.J., 1996, Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Laulan Secara Terpadu, PT Pradnya Param ita, Jakarta. Djumirah, 1997, Studi Airtanah di Kawasan Wisata Pantai Senggigi Lombok NTB,

Skripsi S-1, Fakultas Geografi UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta. Nugget, R.J., 1997, Geoecology: An Evolutionary Approach, Routledge, London.

Rangkuti, F., 1997, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Tim Fakultas Geografi UGM, 1999, Laporan Akhir Karakierisasi Geoekologi Kawasan Pantai, Proyek Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup Wilayah (Bapedal) - FakultasGeografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Yoeti, O.A., 1997, Perencanaan dan Pengembangan Parnvisata, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
------------
Djati Mardiatno (Staf pengajar Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
__________
Tulisan ini pernah diterbitkan pada Majalah Geografi Indonesia, Volume 16, Nomor 1, Maret 2002 dan
i-lib.ugm.ac.id.