Oleh : Tim Wacana Nusantara
Menurut Prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Wijaya menikah dengan empat putri Kertanagara, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Sementara, menurut Pararaton, Wijaya hanya menikahi dua putri Kertanagara.
Diceritakan, bahwa Tribhuwaneswari sangat ulung dalam permainan kata (mahalalita); Sri Mahadewi Narendraduhita menjadi landasan percintaan Baginda; Sri Jayendradewi, biasa disebut Prajnyaparamitā, begitu setia dan berperilaku luhur; dan Dewi Gayatri, biasa dipanggil Rajapatni, paling bungsu, sangat cantik dan paling disayangi oleh Baginda. Hubungan Sri Kertarajasa dengan Gayatri dilukiskan bagai sepasang Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Nama Rajapatni sendiri tercantum pada Piagam Kertarajasa tahun 1305.
Menurut Nagarakretagama, nenek moyang istri-istri Wijaya dengan Wijaya sendiri masih satu. Dari Prasasti Mula-Malurung diketahui bahwa Sri Kertanagara adalah putra pasangan Jayawisnuwardhana dengan Nararya Waning Hyun; Nararya Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara (Mahisa Wong Ateleng). Bhatara Parameswara pun memiliki putra bernama Narasingamurti. Dengan begitu, Raden Wijaya dan istri-istrinya sama-sama merupakan keturunan Parameswara.
Berdasarkan Prasasti Sukamerta dan Prasasti Balawi, dari Tribhuwaneśwari ia memeroleh seorang anak lelaki bernama Jayanagara sebagai putra mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri alias Rajapatni, diperoleh dua anak perempuan, Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan) dan Dyah Wiyah Rajadewi Maharajasa yang berkedudukan di Daha.
Raden Wijaya, menurut Nagarakretagama, menikahi pula seorang istri, kali ini berasal dari Jambi di Sumatra bernama Indreswari. Berita ini didukung oleh Pararaton, Kidung Panji Wijayakrama, dan Kidung Harsa Wijaya. Kidung Panji Wijayakrama melaporkan bahwa 10 hari setelah pengusiran pasukan Tartar (Mongol), Mahisa Anabrang yang memimpin ekspedisi ke Melayu tahun 1275, pulang membawa dua orang putri bernama Dyah Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak disebutnya sebagai sang anwan inapati “yang muda diperistri (oleh Baginda)”. Kedatangan kedua perempuan dari Melayu ini adalah hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kertanagara kepada raja Dharmasraya di Jambi untuk bersama-sama membendung pengaruh Kublai Khan. Atas dasar rasa persahabatan inilah Raja Dharmasraya, Srimat Tribhuwanarāja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua cucunya, Dara Petak dan Dara Jingga, untuk dinikahkan dengan bangsawan Singasari (karena belum tahu Singasari telah runtuh).
Dari Dara Petak, Wijaya memiliki anak lelaki bernama Kala Gemet. Sementara itu, Nagarakretagama menyebut bahwa Dyah Indreswari beranak Jayanagara yang kemudian menggantikan Kertarajasa pada 1309 (Muljana, 2006: 132). Dari dua sumber ini, dapat ditafsirkan bahwa Kala Gemet dan Jayanagara adalah orang yang sama; dan juga bahwa Dyah Indeswari adalah “nama Jawa” dari Dara Petak setelah berada di Majapahit.
Kepustakaan
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi.
Mangkudimedja, R.M.. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
Muljana, Slamet. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKiS.
Muljana, Slamet. 2006. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Yogyakarta: LKiS.
Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber : http://www.wacananusantara.org/5/429/istri-istri-raden-wijaya
Menurut Prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Wijaya menikah dengan empat putri Kertanagara, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Sementara, menurut Pararaton, Wijaya hanya menikahi dua putri Kertanagara.
Diceritakan, bahwa Tribhuwaneswari sangat ulung dalam permainan kata (mahalalita); Sri Mahadewi Narendraduhita menjadi landasan percintaan Baginda; Sri Jayendradewi, biasa disebut Prajnyaparamitā, begitu setia dan berperilaku luhur; dan Dewi Gayatri, biasa dipanggil Rajapatni, paling bungsu, sangat cantik dan paling disayangi oleh Baginda. Hubungan Sri Kertarajasa dengan Gayatri dilukiskan bagai sepasang Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Nama Rajapatni sendiri tercantum pada Piagam Kertarajasa tahun 1305.
Menurut Nagarakretagama, nenek moyang istri-istri Wijaya dengan Wijaya sendiri masih satu. Dari Prasasti Mula-Malurung diketahui bahwa Sri Kertanagara adalah putra pasangan Jayawisnuwardhana dengan Nararya Waning Hyun; Nararya Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara (Mahisa Wong Ateleng). Bhatara Parameswara pun memiliki putra bernama Narasingamurti. Dengan begitu, Raden Wijaya dan istri-istrinya sama-sama merupakan keturunan Parameswara.
Berdasarkan Prasasti Sukamerta dan Prasasti Balawi, dari Tribhuwaneśwari ia memeroleh seorang anak lelaki bernama Jayanagara sebagai putra mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri alias Rajapatni, diperoleh dua anak perempuan, Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan) dan Dyah Wiyah Rajadewi Maharajasa yang berkedudukan di Daha.
Raden Wijaya, menurut Nagarakretagama, menikahi pula seorang istri, kali ini berasal dari Jambi di Sumatra bernama Indreswari. Berita ini didukung oleh Pararaton, Kidung Panji Wijayakrama, dan Kidung Harsa Wijaya. Kidung Panji Wijayakrama melaporkan bahwa 10 hari setelah pengusiran pasukan Tartar (Mongol), Mahisa Anabrang yang memimpin ekspedisi ke Melayu tahun 1275, pulang membawa dua orang putri bernama Dyah Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak disebutnya sebagai sang anwan inapati “yang muda diperistri (oleh Baginda)”. Kedatangan kedua perempuan dari Melayu ini adalah hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kertanagara kepada raja Dharmasraya di Jambi untuk bersama-sama membendung pengaruh Kublai Khan. Atas dasar rasa persahabatan inilah Raja Dharmasraya, Srimat Tribhuwanarāja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua cucunya, Dara Petak dan Dara Jingga, untuk dinikahkan dengan bangsawan Singasari (karena belum tahu Singasari telah runtuh).
Dari Dara Petak, Wijaya memiliki anak lelaki bernama Kala Gemet. Sementara itu, Nagarakretagama menyebut bahwa Dyah Indreswari beranak Jayanagara yang kemudian menggantikan Kertarajasa pada 1309 (Muljana, 2006: 132). Dari dua sumber ini, dapat ditafsirkan bahwa Kala Gemet dan Jayanagara adalah orang yang sama; dan juga bahwa Dyah Indeswari adalah “nama Jawa” dari Dara Petak setelah berada di Majapahit.
Kepustakaan
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi.
Mangkudimedja, R.M.. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
Muljana, Slamet. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKiS.
Muljana, Slamet. 2006. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Yogyakarta: LKiS.
Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber : http://www.wacananusantara.org/5/429/istri-istri-raden-wijaya