Pangkalan Kerinci- Budaya masyarakat Melayu Petalangan terancam punah menyusul habisnya hutan ulayat salah satu suku asli di Riau ini. Mereka yang hidup di Kabupaten Pelalawan ini sangat bergantung pada hutan, termasuk untuk melestarikan budayanya.
Budaya yang hidup dari ketergantungan masyarakat Melayu Petalangan pada alam antara lain budaya basolang (gotong royong), menumbai (pantun-pantun yang mengiringi prosesi pengambilan madu hutan), dan jojo mone (ritual sebelum menanam padi).
Munir, Batin Monti Raja, mengatakan kebudayaan masyarakat Petalangan berangsur sirna karena tempat dan kegiatan untuk melakukan budaya itu sudah hilang. Padahal, budaya itu merupakan budaya warisan nenek moyang mereka.
Kebiasaan berladang di hutan, misalnya, sudah tak bisa dilakukan karena hutan ulayat mereka telah direbut perusahaan perkebunan, pemilik hak pengelolaan hutan tanaman industri, ataupun pemilik hak guna usaha. Akibatnya, budaya basolang dan jojo mone yang dilakukan saat seseorang hendak membuka ladang ikut hilang.
Hal senada disampaikan Rahman, penghulu Setio Dirajo. Hutan ulayat seluas 26.000 hektar kini sudah habis diserobot oleh perusahaan. Semua pohon dibabat, termasuk pohon sialang yang menjadi sarang bagi lebah hutan. Akibatnya, masyarakat tidak mengenal lagi budaya menumbai.
Thamrin, ahli hukum ulayat Universitas Islam Riau, mengatakan, pemerintah daerah perlu segera merespons lepasnya hutan ulayat dari tangan masyarakat adat.
Sumber : Kompas.com
Budaya yang hidup dari ketergantungan masyarakat Melayu Petalangan pada alam antara lain budaya basolang (gotong royong), menumbai (pantun-pantun yang mengiringi prosesi pengambilan madu hutan), dan jojo mone (ritual sebelum menanam padi).
Munir, Batin Monti Raja, mengatakan kebudayaan masyarakat Petalangan berangsur sirna karena tempat dan kegiatan untuk melakukan budaya itu sudah hilang. Padahal, budaya itu merupakan budaya warisan nenek moyang mereka.
Kebiasaan berladang di hutan, misalnya, sudah tak bisa dilakukan karena hutan ulayat mereka telah direbut perusahaan perkebunan, pemilik hak pengelolaan hutan tanaman industri, ataupun pemilik hak guna usaha. Akibatnya, budaya basolang dan jojo mone yang dilakukan saat seseorang hendak membuka ladang ikut hilang.
Hal senada disampaikan Rahman, penghulu Setio Dirajo. Hutan ulayat seluas 26.000 hektar kini sudah habis diserobot oleh perusahaan. Semua pohon dibabat, termasuk pohon sialang yang menjadi sarang bagi lebah hutan. Akibatnya, masyarakat tidak mengenal lagi budaya menumbai.
Thamrin, ahli hukum ulayat Universitas Islam Riau, mengatakan, pemerintah daerah perlu segera merespons lepasnya hutan ulayat dari tangan masyarakat adat.
Sumber : Kompas.com