Abstrak
Penelitian kebijakan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara mengunjungi daerah tujuan wisata Bali dan membahas implikasi faktor-faktor dimaksud terhadap perencanaan pariwisata
Penelitian ini didisain dengan menggunakan rancangan penelitian survai (survey) yang melibatkan 505 orang responden yang berasal dari negara-negara sumber utama wisatawan. Para wisatawan tersebut dipilih secara acak ketika mereka sedang berada di ruang tunggu keberangkatan di Bandara Ngurah Rai Bali setelah melakukan kunjungan di
Berdasarkan atas temuan penelitian tersebut disarankan agar dalam perencanaan pengembangan
Pendahuluan
Sejak berlangsungnya konferensi dunia di bidang lingkungan hidup (Globe‘90) di Vancouver Kanada, para pemangku kepentingan (stake holders) dalam bidang pariwisata mulai menaruh perhatian terhadap arti penting pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development). Data pertumbuhan pariwisata dunia semenjak 1 960an sebagaimana dipublikasikan oleh World Tourism Organization (WTO) setiap tahunnya menarik perhatian banyak negara atau daerah untuk mengembangkan pariwisata sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kinerja pembangunan di negara atau daerah masing-masing. Akan tetapi, sayangnya banyak daerah dilaporkan mengalami kegagalan dalam pembangunan pariwisata karena kurang memperhatikan arti penting keberlanjutan (sustainability) dimaksud. Karena mereka terlalu berorientasi kepada target angka-angka pertumbuhan yang harus dicapai, sehingga kurang memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan pelestatian lingkungan dan keberlanjutan aktivitas pariwisata di daerah tersebut.
Pariwisata dinilai oleh banyak pihak memiliki arti penting sebagai salah satu alternatif pembangunan, terutama bagi negara atau daerah yang memiliki keterbatasan sumberdaya alam. Untuk memaksimumkan dampak positip dari pembangunan pariwisata dan sekaligus menekan serendah mungkin dampak negatip yang ditimbulkan, diperlukan perencanaan yang bersifat menyeluruh dan terpadu. Rencana pengembangan pariwisata diperlukan oleh berbagai pihak sebagai pedoman dalam mengembangkan aktivitas di bidang masing-masing. Bahkan, rencana pengembangan dimaksud harus bersinergi dengan rencana-rencana pembangunan pada sektor-sektor lain dan tetap konsisten dengan rencana pembangunan kepariwisataan nasional secara keseluruhan.
Pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks, bersifat multi sektoral dan terfragmentsikan, karena itu koordinasi antar berbagai sektor terkait melalui proses perencanaan yang tepat sangat penting artinya. Perencanaan juga diharapkan dapat membantu tercapainya kesesuaian (match) antara ekspektasi pasar dengan produk wisata yang dikembangkan tanpa harus mengorbankan kepentingan masing-masing pihak. Mengingat masa depan penuh perubahan, maka perencanaan diharapkan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan lingkungan strategis yang dimaksud dan menghindari sejauh mungkin dampak negatip yang ditimbulkan oleh perubahanperubahan lingkungan tersebut.
Data dari World Tourism Organization (WTO, 2005) menunjukkan bahwa dalam satu dekade belakangan ini telah terjadi pergeseran yang sangat signifikan dalam peta perjalanan wisata dunia maupun regional. Perubahan ini dapat dilihat dari segi jumlah kedatangan wisatawan ke berbagai negara atau daerah tujuan wisata, negara-negara yang menjadi sumber wisatawan, jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan, pola perjalanan, serta perilaku dari wisatawan itu sendiri. Data dari Bali Tourism Statistics yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Daerah Bali selama 5 tahun terakhir hingga akhir tahun 2005 yang lalu juga mengindikasikan adanya pergeseran yang signifikan dalam hal jumlah dan negara asal wisatawan yang berkunjung ke Bali. Perubahan-perubahan ini tidak terlepas dari dinamika yang terjadi, baik dilihat dari sisi permintaan (demand side) maupun dari sisi pasokan (supply side) produk-produk wisata dari berbagai negara atau daerah tujuan wisata. Perubahan-perubahan ini harus segera dapat diantisipasi agar tidak menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan melalui sebuah rencana pengembangan pariwisata yang lebih komprehensif dan terpadu.
Gunn (1988) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata. Dari sisi permintaan misalnya, harus dapat diidentifikasikan segmen-segmen pasar yang potensial bagi daerah yang bersangkutan dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan penelitian pasar dengan memanfaatkan alat-alat statistik multivariat tingkat lanjut, sehingga untuk masing‑masing segmen pasar yang sudah teridentifikasikan dapat dirancang strategi produk dan layanan yang sesuai. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Beeho dan Prentice (1996) khususnya untuk pengembangan produk wisata (tourim product development).
Pada hakekatnya dinamika pada kedua sisi pariwisata dimaksud dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun internal di masing-masing negara atau daerah asal wisatawan maupun di negaranegara atau daerah yang menjadi tujuan kunjungannya. Gej ala ini selanjutnya membawa dampak yang signifikan terhadap kinerja masing-masing negara atau daerah tujuan wisata yang menjadi tuan rumah. Untuk menghindari timbulnya dampak yang merugikan dari dinamika dimaksud, masing-masing negara atau daerah tujuan wisata perlu secepatnya mengambil langkah-langkah penyesuaian terhadap perubahan-perubahan lingkungan strategis yang dihadapi, baik pada tingkat nasional maupun daerah, bahkan sampai ke tingkat fungsional di bidang perencanaan pengembangan daerah tujuan wisata bersangkutan.
Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang hari depan yang dikehendaki. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan informasi yang relevan, dapat dipercaya dan tepat pada waktunya. Ketersediaan informasi menjadi semakin penting artinya di era informasi seperti sekarang ini, dimana segala sesuatunya berlangsung semakin cepat dan menjadi semakin kompleks. Dalam hubungannya dengan perencanaan pariwisata (tourism planning), ketersediaan informasi dari berbagai dimensi sangat diperlukan sebagai landasan pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan agar rencana-rencana yang dibuat dapat diimplementasikan dan mencapai hasil sebagaimana diharapkan oleh semua pihak. Salah satu sumber informasi yang dimaksud berasal dari hasilhasil penelitian, di samping sumber-sumber informasi penting lainnya. Karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang bermanfaat bagi rencana pengembangan pariwisata
Dari perspektif wisatawan inilah akan dicoba untuk mengungkapkan beberapa isu atau permasalahan yang relevan dengan kebutuhan perencanaan dimaksud. Mengingat segala keterbatasan yang ada, maka permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah; faktorfaktor apa saja yang menjadi daya tarik mereka mengunjungi Bali dan bagaimana implikasi dari faktor-faktor daya tarik wisata dimakud terhadap perencanaan pariwisata
Metode Penelitian
Penelitian ini didisain dengan rancangan penelitian survai (survey) yang melibatkan para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Analisis faktor merupakan alat untuk mengungkapkan secara statistik struktur hubungan antara seperangkat variabel yang masih tersembunyi (latent) atau disebut faktor dengan masing-masing variabel yang berdiri sendiri atau tidak tergantung kepada variabel lainnya (Smith, 1990: 54). Analisis faktor dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hauser dan Koppelman (1979: 495-507) terbukti bahwa analisis faktor memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan alat-alat analisis statistik lainnya untuk tujuan mereduksi data. Kelebihankelebihan dimaksud adalah; (1) kemampuannya dalam memprediksikan faktor yang dihasilkannya, (2) lebih mudah menafsirkan atau menginterpretasikan hasil-hasil pengelompokan datanya, dan (3) lebih mudah penggunaannya apabila dibandingkan dengan model-model analisis statistik lainnya untuk tujuan mereduksi data.
Ada 6 kriteria yang digunakan untuk menentukan optimal tidaknya faktorfaktor yang dihasilkan oleh analisis factor dimaksud yakni, (1) akar cirinya (eigenvalue) yang mencerminkan besarnya keberagaman atau varians yang diwakili oleh masing-masing faktor, yakni pada dasarnya faktor-faktor dengan eigenvalue 1 atau lebih dinyatakan dapat dipertahankan sebagai faktor yang dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut, (2) koefisien faktor (factor loading) yakni angka yang mencerminkan kuatnya hubungan antara variabel yang bersangkutan dengan faktor yang merepresentasikannya yakni tidak kurang dari 0,3, (3) persentase dari total keberagaman atau varians yang diwakili oleh faktor-faktor yang dihasilkan tidak kurang dari 60% dari keseluruhan varians yang ada, (4) test of fit dari model principle component yang digunakan untuk mereduksi data yang digunakan dalam analisis faktor ini, hasil uji chi-kwadratnya signifikan pada taraf nyata sebesar 0,05 (5%), (5) metode rotasi faktor yang akan digunakan adalah metode rotasi yang paling umum digunakan, yakni metode varimax, dan (6) faktor-faktor yang baru dieksplorasi mudah diinterpretasikan atau diberikan nama faktornya.
Variabel-variabel manfaat (benefits) yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke
Hasil Analisis dan Pembahasan
Sebelum sampai kepada fokus penelitian ini yakni faktor-faktor yang menjadi daya tarik wisata
Dilihat dari segi pekerjaan responden, mereka terdiri: Professional (25%), Pebisnis (15%), Eksekutif/manajer (13%), Pegawai pemerintah (6%), Karyawan swasta (8%), Guru/dosen (5%), Siswa/mahasiswa (7%), Ibu rumah tangga (5%), Pensiunan (5%), dan lain-lain jenis pekerjaan sebanyak (11%). Dari segi status perkawinan, mereka terdiri dari orangorang yang belum menikah (49%), mereka yang sudah menikah (32%), dan sisanya mereka yang sudah menikah dan punya anak sebanyak (19%). Berdasarkan tempat dimana mereka tinggal, 18% menyatakan bahwa mereka tinggal di kota-kota metropolitan, kota besar (31%), kota kecil 24%, dan sisanya berasal dari luar daerah perkotaan yakni sebesar (27%).
Hasil-hasil analisis berkaitan dengan pengalaman para wisatawan melakukan perjalanan wisata menunjukkan bahwa mereka jarang melakukan perjalanan (16%), mereka yang kadangkadang saja melakukan perjalanan (3 1%), mereka yang menyatakan berwisata dalam setahun sebanyak dua kali (23%), dan mereka yang menyatakan melakukan perjalanan lebih dari dua kali dalam setahun sebanyak (30%). Adapun tujuan mereka berkunjung ke Bali menunjukkan bahwa sebagian terbesar di antara mereka, yakni 78 % menyatakan bahwa mereka ke Bali untuk berlibur, bisnis dan berlibur (12%), menghadiri pertemuan/konferensi (1%), melakukan pejalanan insentif (1%), mengunjungi teman dan sanak keluarga (5%), dan lain-lain sebanyak (3%). Dilihat dari sisi pengalaman kunjungan mereka ke Bali, ternyata 53% menyatakan bahwa mereka baru pertama kalinya datang ke Bali, sedangkan mereka yang menyatakan pernah berkunjung ke Bali sebanyak dua kali (18%), ketiga kalinya 7%, dan sisanya 22% menyatakan sudah berulang kali datang ke Bali kali.
Mengenai rencana mereka berkunjung kembali ke Bali di kemudian hari, 67% menyatakan pasti akan kembali berkunjung ke Bali, menyatakan mungkin akan kembali ke Bali (26%), menyatakan tidak yakin sebanyak (5%), dan sisanya 2% memastikan tidak akan kembali lagi. Mengenai tempat-tempat yang mereka kunjungi dan menginap selama berada di Bali, 5% menyatakan di Candidasa, Kuta sebanyak (3 6%), Lovina (6%), Nusa Dua (17%), Sanur (14%), Ubud (15%), dan selebihnya di kawasan-kawasan lainnya di Bali sebanyak (7%). Dilihat dari kelas akomodasi atau hotel dimana mereka menginap selama berada di Bali, yakni hotel mewah sebanyak (33%), hotel kelas menengah (31%), akomodasi lain yang harganya terjangkau sebanyak (14%), dan sisanya yakni sebanyak (22%) menyatakan menginap di vila-vila milik pribadi (private villa). Ditinjau dari sisi cara mereka mengatur perjalanan, mereka dapat dikelompokkan ke dalam paket wisata lengkap (all inclusive arrangement) yakni sebanyak 43%, pengaturan perjalanan secara individual (free individual arrangement) (52%), dan selebihnya sebanyak (5%) memilih cara-cara pengaturan perjalanan lainnya.
Selanjutnya, berdasarkan analisis faktor (factor analysis) yang dilakukan berhasil diidentifikasikan 8 faktor yang menjadi dari tarik bagi wisatawan memilih Bali sebagai daerah tujuan wisata pilihan mereka yang mewakili 65,28% dari seluruh varians yang ada. Angka ini melampaui kriteria minimum yang dipersyaratkan dalam penggunaan analisis faktor (factor analysis). Kedelapan faktor daya tarik wisata yang dimaksud meliputi, (1) Hargaharga (prices) produk wisata yang wajar, (2) Budaya (culture) dengan segala bentuk daya tariknya, (3) Pantai (beach) dengan atraksi-atraksi yang ditawarkan, (4) Kenyamanan (convenience) selama melakukan kegiatan berwisata, (5) Kesempatan untuk relaksasi (relaxation), (6) Citra (image) atau reputasi atau nama besar yang dimiliki Bali, (7) Keindahan alam (natural beauty), dan (8) Keramahan penduduk setempat (people). Pergeseran pasar wisata (market sift) sebagaimana dibahas dalam makalah “Rencana Pemasaran Strategis Untuk Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia” yang disampaikan dalam Seminar Sehari “Mengelola Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia”, 24 September 2004 di STP Nusa Dua (Suradnya, 2004), telah memberi pengaruh terhadap faktor-faktor yang menjadi daya tarik wisata Bali. Perubahan ini meliputi, jumlah faktor daya tarik serta urutan arti penting dari masing-masing faktor tersebut bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Hasil penelitian sebelumnya oleh Suradnya (1999) mengenai faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan mancanegara untuk mengunjungi Bali meliputi 9 faktor, sedangkan dalam penelitian ini jumlah faktor daya tarik wisata yang berhasil diidentifikasikan adalah 8 faktor. Temuan yang menarik adalah bahwa faktor daya tarik “belanja atau shopping” tidak lagi muncul sebagai daya tarik yang beridiri sendiri, akan tetapi menjadi bagian dari 8 faktor yang baru terbentuk, yakni hargaharga (prices) dan daya tarik budaya (culture). Perubahan ini dapat dijelaskan dengan mencermati kenyataan bahwa, (1) adanya kecenderungan dimana wisatawan menjadi lebih kritis atau berhati-hati dalam membelanjakan uangnya sebagai akibat adanya penurunan daya beli wisatawan secara umum, (2) belanja atau shopping tidak lagi menjadi prioritas bagi wisatawan selama mereka melakukan perjalanan wisata, (3) tingginya kunjungan ulang, yakni mencapai angka sebesar 47% sehingga para wisatawan tersebut menjadi lebih memahami tingkat harga-harga di daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.
Faktor harga (price) merupakan daya tarik utama wisatawan mengunjungi Bali yang mewakili 12,66% dari varians yang ada. Perhatian yang semakin besar dari para wisatawan terhadap faktor harga sebagai penentu keputusan mereka untuk mengunjungi suatu daerah tujuan wisata merupakan gej ala yang berlaku umum. Di samping disebabkan oleh turunnya daya beli secara umum, persaingan yang semakin ketat di antara berbagai daerah tujuan wisata juga membuat perhatian wisatawan terhadap faktor harga menjadi semakin tinggi. Bahkan, ada kecenderungan bahwa kekerapan melakukan perjalanan ulang cenderung mempengaruhi lama tinggal (length of stay) dan rerata pengeluaran wisatawan menjadi cenderung semakin menurun. Kenyataan ini juga menyebabkan perhatian mereka terhadap faktor harga menjadi semakin meningkat. Perhatian wisatawan terhadap faktor harga harus direspons dengan peningkatan efisiensi di semua aspek. Karena itu, perencanaan pariwisata Bali hendaknya dapat memberi kemudahan bagi setiap usaha jasa pariwisata yang dijalankan untuk dapat beroperasi secara lebih efisien. Peningkatan efisiensi akan bermuara pada penurunan harga pokok jasa-jasa pariwisata yang ditawarkan, sehingga harga-harga produk wisata yang ditawarkan kepada wisatawan dapat ditekan.
Faktor daya tarik budaya (culture) dalam segala bentuk manifestasinya yang mewakili 10,35% dari seluruh varians yang ada, masih tetap merupakan ciri khas dan sekaligus sebagai daya tarik utama bagi daerah tujuan wisata Bali sebagaimana terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya (Suradnya, 1999). Bahkan, dalam penelitian tersebut juga terungkap bahwa 25% dari wisatawan yang berkunjung ke Bali, semata-mata tertarik oleh daya tarik budaya yang ditawarkan Bali. Temuan ini juga mengindikasikan bahwa masih ada sejumlah besar daya tarik lainnya yang membuat para wisatawan memilih Bali sebagai daerah tujuan kunjungan mereka. Ditinjau dari aspek perencanaan pariwisata, perlu diperhatikan agar daya tarik budaya (culture) baik aspek pisik maupun aspek-aspek non pisik lainnya yang merupakan aset utama pariwisata Bali selalu tetap terjaga kelestariannya agar Bali dapat tetap mempertahankan reputasinya sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia.
Faktor daya tarik pantai (beach) dengan segala jenis atraksinya tetap merupakan daya tarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Pantai (beach) dilihat dari arti pentingnya bagi wisatawan menduduki urutan kedua setelah daya tarik wisata budaya (culture) mewakili 10,28% dari seluruh varians yang ada. Menurunnya mutu lingkungan termasuk abrasi pantai yang terjadi dimana-mana akhir-akhir ini telah banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak. Diperlukan perencanaan yang bersifat menyeluruh dan terpadu dalam hal pengembangan dan pengelolaan pantai-pantai yang ada di Bali dengan segala bentuk daya tarik wisata yang ditawarkan. Daya tarik pantai menjadi semakin penting mendapatkan perhatian mengingat adanya kecenderungan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Bali sebagian besar terdiri dari kelompok muda usia yakni di bawah 35 tahun yang mencapai 50%. Mereka pada umumnya sangat aktif dan menghabiskan sebagian besar waktunya di pantai untuk berbagai aktivitas wisata mereka. Karena itu, perencanaan kawasan-kawasan pantai di Bali baik dilihat dari perencanaan pisik pantai-pantai yang ada, jenis-jenis atraksinya, fasilitas pendukung, aksesibilitas, keamanan serta pelayanan, daya dukung dan aspek kenyamanan yang ditawarkan perlu dikaji kembali secara komprehensif untuk selanjutnya dituangkan ke dalam sebuah rencana induk pengembangan kawasan yang terpadu.
Faktor kenyamanan (convenience) dalam melakukan perjalanan wisata menjadi semakin penting artinya. Dalam penelitian ini faktor kenyamanan (convenience) ternyata mewakili 9,47% dari seluruh varians yang ada. Faktor kenyamanan berwisata bergeser kedudukannya secara signifikan dari urutan ke delapan dalam penelitian yang dilakukan oleh Suradnya (1999) ke urutan keempat. Hal ini dapat dimengerti, mengingat perhatian para wisatawan terhadap masalah kenyamanan dalam berwisata menjadi semakin tinggi sebagi akibat adanya berbagai bentuk gangguan keamanan dan ancaman yang bersumber dari bencana penyakit seperti halnya SARS atau flu burung serta ancaman terorisme yang akhir-akhir ini semakin meningkat di berbagai belahan dunia atau kawasan. Hal ini tentu saja akan mengganggu kenyamanan para wisatawan selama melakukan perjalanan wisita. Faktor tuntutan akan kenyamanan yang semakin meningkat juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa wisatawan masa kini dan masa datang semakin berpengetahuan dan semakin berpengalaman sebagaimana diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Poon (1993). Meningkatnya pengetahuan dan pengalaman para wisatawan ditambah lagi dengan semakin bertambahnya tawaran-tawaran produk wisata yang semakin menarik dari berbagai negara atau daerah tujuan wisata lainnya membuat para wisatawan menjadi semakin manja dan semakin tinggi tuntutannya. Tantangan ini harus segera direspons dengan meningkatkan kualitas produk termasuk kualitas prasarana pendukungnya melalui perencanaan pengembangan pariwisata yang dapat memberikan rasa nyaman bagi para wisatawan selama mereka berwisata di Bali.
Salah satu tujuan wisatawan datang ke Bali adalah untuk relaksasi (relaxation) atau melepaskan diri dari segala bentuk tekanan (pressure) yang dihadapinya sehari-hari, yang mewakili 7,04% dari varians seluruh daya tarik yang ada. Hal ini mudah dipahami mengingat sebagian terbesar mereka berasal dari kota-kota besar dan kota metropolitan lainnya yakni mencapai 49% dari jumlah wisatawan yang datang ke Bali yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu dihadapkan kepada segala bentuk tekanan. Untuk itu para wisatawan perlu diberikan ruang dan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas wisata yang dilakukan. Di lain pihak, Bali sebagai pulau yang kecil dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi perlu menghitung kembali secara cermat daya dukungnya (carrying capacity), baik daya dukung fisik maupun dari aspek sosial-budayanya. Masalah daya dukung ini penting artinya dari aspek perencanaan mengingat rencanarencana yang dibuat akan berdampak langsung kepada kepuasan wisatawan dan juga bagi penduduk setempat sebagai tuan rumah. Dengan berubahnya gaya hidup (life style) masyarakat di negara-negara sumber wisatawan, dapat dipastikan kebutuhan akan relaksasi atau bersantai akan menjadi semakin meningkat. Karena itu, pula harus direncanakan secara tepat agar lingkungan pariwisata Bali secara keseluruhan dan di masing-masing kawasan wisata benar-benar dapat memberikan peluang bagi wisatawan untuk relaksasi atau terbebas dari segala bentuk tekanan (pressure).
Bali diakui oleh banyak pihak memiliki citra (image) atau reputasi yang tinggi di bidang pariwisata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor citra (image) yang mewakili 6,6% dari seluruh varians daya tarik yang ada, tetap menjadi salah satu alasan mengapa wisatawan tertarik memilih Bali sebagai daerah tujuan kunjungan mereka seperti terungkap dalam penelitian sebelumnya (Suradnya, 1999). Citra (image) yang tinggi tentu saja akan memberikan dampak yang sangat menguntungkan bagi Bali. Citra positip yang sudah terbentuk melalui proses yang sangat panjang perlu dipertahankan dengan tetap menjaga kualitas produk dan pelayanan serta didukung oleh peran kehumasan (public relations) yang efektif untuk dapat mempertahankan citra (image) positip yang telah diraih selama ini. Dari perspektif perencanaan pariwisata, Bali harus “dikemas” sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat merefleksikan suatu daerah tujuan wisata yang memiliki citra (image) yang besar seperti halnya daerah atau negara-negara tujuan wisata terkemuka lainnya di dunia.
Faktor keindahan alam (natural beauty) yang mewakili 5,12 % dari seluruh varians yang ada tetap menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali. Bali dikenal memiliki keindahan alam yang didukung oleh keanekaragaman flora dan fauna serta cuaca yang cerah hampir sepanjang tahun. Akan tetapi, belakangan ini banyak keluhan yang muncul dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan semakin menurunnya kualitas lingkungan alam di Bali (Suradnya, 2005). Menurunnya kualitas lingkungan alam tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan mengingat keindahan alam (natural beauty) merupakan salah satu aset daya tarik penting bagi pariwisata Bali. Unsur-unsur keindahan alam tersebut yang perlu mendapatkan perhatian adalah kelestarian hutan dengan eko-sistemnya, danau serta sungai-sungai dan jeramjeramnya, sawah-sawah yang tetap digarap dan tertata sebagaimana adanya, yang mana kesemuanya itu akan bermuara pada faktor keindahan alam. Di tengah-tengah perubahan yang terus berlangsung, perencanaan pariwisata Bali harus dapat memberikan perhatian yang cukup bagi tetap terpeliharanya keindahan alam (natural beauty) Bali. Perencanaan sistem tata ruang pisik dan sosial yang dibuat hendaknya dapat mengantisipasi dinamika lingkungan yang dihadapi tanpa melupakan azas manfaat yang diberikan.
Seperti halnya faktor-faktor daya tarik wisata yang lain, faktor penduduk setempat (people) ternyata tetap merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bali yang mewakili 3,6% dari seluruh varians daya tarik yang ada. Masyarakat Bali yang dikenal ramah atau memiliki hospitality yang tinggi merupakan aset yang tidak kalah pentingnya bagi pariwisata Bali. Dalam menghadapi persaingan yang semakin meningkat, peran penduduk setempat sebagai tuan rumah akan sangat mempengaruhi kualitas pengalaman berwisata para wisatawan selama berada di Bali. Dari perspektif perencanaan pariwisata Bali, kedudukan masayarakat setempat (people) menjadi semakin strategis yakni sebagai pihak yang sejak dini perlu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam berbagai mata rantai aktivitas pariwisata, diperlukan upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan sadar wisata masyarakat.
Penutup
Berdasarkan hasil-hasil analisis dan pembahasan di atas dapat dibuat beberapa simpulan dan saran-saran kebijakan dalam perencanaan pengembangan pariwisata Bali yakni sebagai berikut. Melalui analisis faktor (factor analysis) berhasil diidentifikasi 8 faktor yang menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara memilih Bali sebagai daerah tujuan wisata untuk dikunjungi, yakni; (1) Harga (price), (2) Budaya (culture), (3) Pantai (beach), (4) Kenyamanan (convenience), (5) Relaksasi (relaxation), (6) Citra (image), (7) Keindahan alam (natural beauty), dan (8) Penduduk setempat (people).
Temuan di atas berimplikasi terhadap perencanaan pariwisata Bali. Daya tarik alam termasuk pantai dengan segala bentuk atraksi yang ditawarkan serta keunikan budaya dalam arti luas dan keramahan penduduk setempat merupakan keunikan pariwisata Bali, karena itu perlu tetap dijaga kelestariannya. Perencanaan pariwisata yang efektif selanjutnya akan berdampak terhadap kenyamanan para wisatawan dalam menikmati kunjungan dan relaksasi selama mereka berwisata di Bali. Semua ini akan bermuara kepada peningkatan kualitas pariwisata Bali dan tetap terjaganya citra (imge) Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia.
Temuan penting lainnya yang juga berimplikasi terhadap perencanaan pariwisata Bali adalah adanya peningkatan perhatian wisatawan terhadap harga-harga produk wisata yang ditawarkan sejalan dengan meningkatnya persaingan di antara daerah-daerah dan bahkan dari negara tujuan wisata lainnya. Karena itu, masalah efisiensi pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas yang ada perlu mendapatkan perhatian dalam perencanaan pariwisata Bali. Penghematan biaya, dimulai dari biaya investasi, operasional dan biaya pemeliharaan terutama yang banyak mengandung komponen produk impor perlu mendapatkan perhatian dari para perencana. Semua ini sudah harus tercermin dalam rencana-rencana pengembangan yang disusun agar tidak menimbulkan gangguan operasional yang dapat mengganggu kualitas pelayanan kepada para wisatawan.
Daftar Pustaka
Aaby, N. E. and R. Discenza. 1993. Strategic Marketing and New Product Development; An Integrated Approach. Journal of Business and Industrial Marketing, 8: 61-67.
Aderhold, P., 1995. The European
Assael, H., 1984. Consumer Behaviour and Marketing Action.
Baker, M., 1988. Marketing Strategy and Management. Hongkong: Macmillan Educational Ltd.
Corstjens, M. L. and D.A. Gautschi. 1983. Formal Choice Model in Marketing. Marketing Science, 2: 19-56.
Cravens, D. W. 1987. Strategic Marketing, Second Edition.
Csrompton, J L. 1979. Motivation for Pleasure Travel, Annals of Tourism Research, 4: 408-424.
Edgell Sr, David. 2003. A New Era for Tourism: The Ten Important Tourism Issues for 2003,
Fishbein, M. and
Hawkins,
Heath, E. and G. Wall. 1992. Marketing Tourism Destinations, A Strategic Planning Approach.
Inskeep, E. 1991. Tourism Planning-An Integrated and Sustainable Development Approach.
Kotler, P. , J. Bowen and J. Makens. 1999. Marketing for Hospitality and Tourism.
Lewis, R.C, R. E. Chambers and H. E. Chacko. 1995. Marketing Leadership in Hospitality; Foundations and Practices. Second Edition.
Morrison, A. M., 1996. Hospitality and Travel Marketing.
Norusis, M. J. 1993. SPSS for Windows : Professional Statistics, Release 11
Poon, A. 1993. Tourism, Technology and Competitive Strategies, CAB International,
Ritchie, J. R. B. and M. Zins. 1978. Culture as Determinant of the Attractiveness of a Tourist Region. Annals of Tourism Research, 5: 252-267.
Shoemaker, S. 1994. Segmenting the U S Travel Market According to Benefits Realized. Journal of Travel Research, (Winter): 8-21.
Suradnya, I Made. 1999. Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Persepsi Wisatawan Mancanegara Yang Mengunjungi Daerah Tujuan Wisata Bali dan Implikasinya Terhadap Segmentasi Pasar dan Strategi Memposisikannya. Disertasi, Universitas Airlangga,
Suradnya, I Made. 2000. Perencanaan dan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata, Makalah disampaikan dalam lokakarya “Perencanaan Pengembangan Pariwisata Jawa Timur” di Sidoarjo, pada tanggal 4-5 September 2000
Suradnya, I Made. 2004. Rencana Pemasaran Strategis Untuk Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia, Makalah disampaikan dalam Seminar “Mengelola Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia” di STP Bali, 25 Maret 2004
Tull, D. S. and D.
__________
I Made Suradnya, Sekolah Tinggi Pariwisata Bali
Sumber : : ejournal.unud.ac.id