MK Kabulkan Permohonan Bibit-Chandra

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah atas uji materi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 menyusul penetapan mereka sebagai tersangka yang bisa berujung ke pemberhentian sebagai pimpinan KPK.

"Menyatakan Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah bertentangan dengan UUD 1945," kata Ketua Hakim Konstitusi, Mahfud MD, dalam sidang putusan di Gedung MK di Jakarta, Rabu.

Isi dari Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK 30/2002 adalah tentang pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Pasal tersebut dinilai MK bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah dan telah menegasikan prinsip "due process of law" yang menghendaki proses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak.

Sedangkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil adalah asas hukum yang berlaku universal dalam berbagai instrumen HAM internasional maupun nasional.

"Dalam hal ini, hak untuk untuk dianggap tidak bersalah merupakan bagian dari hak untuk memperoleh keadilan yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," katanya.

MK juga menegaskan, prinsip asas praduga tidak bersalah dan "due process of law" merupakan prinsip utama dari negara hukum yang demokratis, sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah Negara hukum".

Dengan demikian, MK tidak sependapat dengan pendapat perwakilan pemerintah yang menyatakan bahwa wajar bila terhadap pimpinan KPK diberlakukan model hukuman yang luar biasa karena telah memiliki wewenang yang luar biasa pula.

MK juga menyatakan, ketentuan pemberhentian secara tetap tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melanggar prinsip independensi KPK dan membuka peluang campur tangan kekuasaan eksekutif atas KPK.

Menurut MK, isi dari Pasal 32 ayat (1) huruf c UU KPK tidak konstitusional kecuali bila dimaknai "pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan secara tetap setelah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap". (*)

Sumber : http://www.antara.co.id, Rabu, 25 November 2009 15:49 WIB