Masyarakat Adat Lampung

Lampung dalam perspektif historis dibentuk sebagai provinsi berdasarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1964 tanggal 8 Maret 1964, yang secara geografis luas wilayah seluruhnya 35,376,5 km2 termasuk sungai, danau, dan tepi pantai. Provinsi Lampung terletak pada ujung tenggara Pulau Sumatera dengan letak geografis berada antara 103º40′-105º.50 Bujur Timur dan 3º45-6º45 Lintang Selatan.

Secara administrasi batas-batas wilayah Provinsi Lampung adalah, sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu, sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Daerah ini termasuk satu di antara provinsi yang memiliki wilayah cukup luas, selain letaknya sangat strategis yang merupakan pintu gerbang untuk keluar masuknya para pendatang dari dan ke pulau Jawa, sekaligus sebagai daerah penyangga Ibu kota negara.

Oleh karena itu, wajar jika daerah ini dijadikan tolak ukur bagi pembangunan mental spiritual masyarakat yang pluralistik bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Daerah Lampung bagian selatan terletak sebuah teluk besar yaitu Teluk Lampung, di mana terdapat pelabuhan yang terkenal bernama Pelabuhan Panjang. Pada awalnya pelabuhan ini masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Setelah terjadi perluasan Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung, sejak tahun 1982 statusnya masuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung.

Pelabuhan Panjang merupakan pelabuhan terbesar di Lampung, dimana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat merapat. Dalam perkembangan daerah Lampng, kini pelabuhan Panjang berfungsi sebagai sarana perhubungan laut dan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu terdapat juga pelabuhan yang terletak di Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, yaitu Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya, sehingga Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Jarak antara pelabuhan Bakauheni dengan pelabuhan Merak (Provinsi Banten) lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 sampai 2 jam.

Lampung sejak resmi diakui sebagai provinsi, pada awalnya memiliki tiga kabupaten dan satu kotamadya, yaitu Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Bandar Lampung. Daerah Provinsi Lampung ditetapkan sebagai provinsi berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu, Lampung merupakan daerah keresidenan yang termasuk dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Ibu kota provinsi Lampung yang kini berada di Bandar Lampung pada awalnya merupakan gabungan dari Kota Kembar yaitu Tanjungkarang dan Telukbetung, yang terletak di mulut Teluk Lampung. Dalam perkembangannya, Provinsi Lampung kini terdiri dari delapan kabupaten: Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tanggamus, Tulang Bawang, Way Kanan, dan dua kota yaitu Metro dan Bandar Lampung, yang meliputi 162 kecamatan dan 2.065 desa/kelurahan.

Letak geografis Provinsi Lampung cukup strategis karena merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera baik masuk ke Pulau Jawa maupun sebaliknya, sekaligus juga merupakan penyangga Ibukota Negara. Berdasarkan sensus tahun 2000, jumlah penduduknya kini tercatat 6.654,354 jiwa atau mengalami peningkatan 1,01% dari sensus tahun 1990 yang tercatat 6.015.803 jiwa.

Pada umumnya mata pencaharian penduduk di bidang pertanian, perkebunan, nelayan, buruh jasa, pegawai negeri, karyawan swasta, dengan distribusi pekerjaan yang beragam dan gerak sosialnya relatif dinamis. Bagaimanapun perubahan distribusi mata pencaharian penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, perdagangan, teknologi industri, teknologi informasi, dan perubahan sosial karena adanya pembangunan. Meski pada setiap wilayah kabupaten dan kota memiliki keunggulan dari aspek ekonomi, ternyata dinamika dan perkembangan pasar menuntut warga masyarakat agar lebih responsif terhadap perkembangan yang cenderung semakin cepat dan kompleks. Masyarakat sebagai sistem sosial berubah karena terjadi interaksi yang signifikan dalam sub-sub sistem sosial yang dapat diamati secara struktural maupun fungsional.

Dinamika sosial, ekonomi dan budaya yang terjadi menimbulkan banyak perubahan yang tidak saja terjadi di bidang struktur pertanian, perkebunan, perdagangan, dan industri, tetapi lebih dari itu juga perubahan fungsi kelembagaan sosial, adat-istiadat, dan perilaku ekonomi, perilaku politik, dan perilaku keagamaan warga yang lebih rasional. Masyarakat yang semakin cerdas dan kritis terhadap berbagai persoalan kehidupan sosial dan keagamaan menunjukkan adanya kemampuan menyerap informasi dan kultur yang dinamis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang sejalan dengan pembangunan.

Fenomena itu memperjelas bahwa dinamika masyarakat dapat dipahami melalui pengamatan terhadap perubahan norma-norma, kelembagaan, pola hubungan antar individu dan kelompok, yang pada tahap berikutnya mengarah kepada terjadinya kerjasama, persaingan dan konflik dalam kehidupan sosial.

Dari aspek adat istiadat, masyarakat Lampung secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu Penduduk Asli Lampung dan Penduduk Pendatang. Penduduk Asli Lampung khususnya sub-suku Lampung Peminggir umumnya berdomisili di sepanjang pesisir pantai, seperti di kecamatan Penengahan, Kalianda, Katibung, Padang Cermin dan Kedondong. Penduduk sub-suku Lampung yang lain tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan.

Besarnya penduduk Lampung yang berasal dari pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, yaitu desa Bagelen Kecamatan Gedung Tataan merupakan daerah kolonisasi pertama di Indonesia. Dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, di samping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan.

Dalam masyarakat terdapat aneka ragamnya suku bangsa, warganya mempunyai masing-masing adat istiadat sendiri-sendiri, yang secara garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu kelompok penduduk asli (suku Lampung) dan kelompok penduduk pandatang (dari luar daerah Lampung). Sedangkan kelompok masyarakat adat suku asli memiliki struktur hukum adat tersendiri.

Hukum tersebut berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung yang marga-marga beradat Pemingir/Saibatin (non-pepadun) dan marga-marga yang beradat Pepadun.

Menurut Hilman Hadikusuma (1989), pada masa pemerintahan Islam di Banten sekitar tahun 1530, mereka memasuki daerah Lampung (sekarang: di daerah kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus. Ketika itu, penduduk asli masyarakat adat Lampung sudah terbagi dalam kesatuan (persekutuan Hukum Adat) yang terdiri dari: (1) Keratuan di Puncak, yang menguasai wilayah tanah Abung dan Tulang Bawang; (2) Keratuan Pemanggilan, yang menguasai wilayah tanah Krui, Ranau dan Komering; (3) Keratuan Pugung, yang menguasai wilayah tanah Pugung dan Pubian; (4) Keratuan di Balaw, menguasai wilayah tanah di sekitar Tanjungkarang dan Teluk Betung; (5) Keratuan Darah Putih, menguasai wilayah tanah di sekitar Pegunungan Raja Basa (Kalianda). Dalam perkembangannya, kemudian pada abad XVII-XVIII dari lima keratuan itu terbentuk susunan pemerintah perseketuan adat berdasar “Buwai” (keturunan) yang disebut “Paksi” (kesatuan dari Buai Inti) dan “Marga” (kesatuan dari bagian Buwai atau Jurai dalam bentuk Satuan Kampung (bahasa Lampung Pubian disebut Tiyuh atau Suku (“Clan”).

Sumber : http://akademilampung.wordpress.com