Menilik Sejarah Jakarta di Museum Fatahillah


Dahulu bernama Stadhuis atau Stadhuisplein, digunakan sebagai Balai Kota, pusat pemerintahan Belanda saat berkuasa di Indonesia. Di bagian dalam museum ini, ditampilkan sejarah Jakarta dari masa ke masa, selain itu juga dipamerkan hasil penggalian arkeologi, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Padjajaran. Museum ini juga terkenal memiliki koleksi yang tak ternilai harganya, yaitu meubel antik abad ke-17 dan 19, yang mencerminkan perpaduan gaya Eropa, Cina dan Indonesia, gaya hidup masyarakat Batavia waktu itu.

Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya, museum ini adalah museum yang didirikan untuk merekam perjalanan sejarah Kota Jakarta semenjak zaman Batavia. Bangunan museum ini terhitung merupakan bangunan kuno bergaya arsitektur kolonial abad ke-17 yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang memesona.

Museum Sejarah Jakarta dalam sejarahnya merupakan salah satu gedung peninggalan VOC. Gedung ini berfungsi sebagai Gedung Balaikota (Staadhuis) pertama di kota Batavia yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1627 M. Namun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1970, gedung ini kemudian dipugar dan pada tanggal 4 April 1974 diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta.

Selain berfungsi sebagai Balaikota, gedung ini dahulu juga digunakan sebagai tempat oleh Dewan Kotapraja (College van Schepen) untuk menangani masalah hukum yang terjadi di masyarakat. Seorang terdakwa yang akan diadili biasanya ditempatkan dalam penjara bawah tanah. Dalam penjara bawah tanah ini, para terdakwa diperlakukan secara tidak manusiawi. Tangan para terdakwa dirantai dan tubuhnya direndam dalam air sebatas dada yang penuh dengan lintah.

Bagi para terdakwa yang telah dinyatakan bersalah dan dianggap telah melakukan kejahatan atau memberontak terhadap pemerintah Belanda akan dikenai hukuman yang sangat berat. Salah satu hukumannya adalah hukuman gantung di depan Balaikota. Pada saat proses eksekusi dijalankan, masyarakat sekitar dikumpulkan untuk menyaksikan “pertunjukan� tersebut dengan cara membunyikan lonceng yang hingga kini masih tetap terpasang di atas bangunan tersebut.

Proses eksekusi merupakan simbol peringatan agar masyarakat tidak berusaha melawan atau menentang pemerintah Belanda. Peninggalan benda-benda untuk melakukan eksekusi itu masih tersimpan secara rapi di museum ini, di antaranya sebuah pisau panjang yang dahulu sering digunakan untuk memenggal kepala orang yang dijatuhi hukuman.

Museum Sejarah Jakarta mempunyai koleksi benda-benda bersejarah yang beragam, misalnya benda-benda arkeologi masa Hindu, Buddha, hingga Islam, benda-benda budaya peninggalan masyarakat Betawi, aneka mebel antik mulai abad ke-18 bergaya Cina, Eropa, dan Indonesia, gerabah, keramik, dan prasasti.

Koleksi benda-benda tersebut dipamerkan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, Ruang Fatahillah, dan Ruang M.H. Tamrin. Bagi pengunjung yang ingin menikmati koleksi museum akan dimudahkan oleh tata pamer Museum Sejarah Jakarta. Tata pamer tersebut dirancang berdasarkan kronologi sejarah, yakni dengan cara menampilkan sejarah Jakarta dalam bentuk display. Koleksi-koleksi tersebut ditunjang secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta, dan label penjelasan agar mudah dipahami berdasarkan latar belakang sejarahnya.

Koleksi lainnya adalah logam zaman VOC, aneka dacin / timbangan, perabotan rumah tangga antik dari abad 17-19, benda-benda arkeologi dari masa pra-sejarah, masa Hindu Budha hingga masa Islam, meriam kuno serta bendera dari zaman Fatahillah. Juga terdapat lukisan-lukisan karya Raden Saleh, koleksi benda budaya masyarakat Betawi yang diketahui adalah merupakan masyarakat pemula yang bermukim di Jakarta. Koleksi-koleksi ini tersimpan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Bahkan kini juga terdapat patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang awalnya terletak di perempatan harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan, serta bendera dari zaman Fatahillah. Selain itu, lukisan-lukisan karya Raden Saleh, peta-peta kuno, dan sebuah foto gubernur VOC bernama J.P. Coen.

Untuk menuju lokasi Museum Sejarah Jakarta, wisatawan dapat berkunjung dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Jika memilih menggunakan kendaraan umum, wisatawan dapat menggunakan sarana transportasi bus Trans Jakarta dari arah Blok M menuju arah Kota. Selain itu wisatawan dapat juga menggunakan Mikrolet M-12 dari arah Pasar Senen menuju Kota, juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 dari jurusan Tanah Abang menuju Kota. Alternatif lain yang tersedia, pengunjung dapat juga memilih bus patas AC 79 dari arah Kampung Rambutan menuju Kota.

Wisatawan yang berkunjung ke museum ini umumnya dikenai biaya masuk yang berbeda-beda berdasarkan perorangan atau rombongan. Bagi pengunjung perorangan, pengunjung dewasa (umum) dikenai biaya masuk sebesar Rp 2.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pelajar/anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 600. Tarif masuk untuk pengunjung berombongan (minimal 20 orang) juga dikenai biaya masuk yang bervariasi, rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa dikenai Rp 750, sementara rombongan pelajar/anak-anak hanya sebesar Rp 500.

Selain dipamerkan benda-benda bersejarah, di museum ini juga tersedia fasilitas lainnya, seperti perpustakaan yang mempunyai koleksi 1.200 judul, kafe, toko suvenir, ruang sholat, ruang pertemuan, dan taman. Untuk wisatawan yang datang dari luar kota dan berniat menginap, mereka tak perlu khawatir, karena di dekat museum terdapat banyak penginapan, wisma, maupun hotel.

Sumber :
http://www.tamanismailmarzuki.com
http://www.indonesiaontime.com
Photo : http://festivalindonesia.files.wordpress.com