Kajian Mitos: Motivasi Peziarah Pada makam Keramat Embah Kuwu Sangkan Cirebon Girang

Oleh: Tjetjep Rosmana

Pendahuluan
Ziarah atau berkunjung ke makam pada dasarnya merupakan salah satu rangkaian kegiatan religius manusia. Rachmat Subagio (1980) mengartikan bahwa ziarah mengandaikan kondisi manusia sebagai pengembara di dunia yang hanya mampir ngombe. Ziarah menuju ke tempat suci, pepundhan, pura, watu kelumpang, makam leluhur, nenek moyang atau cikal bakal desa. Orang yang berziarah ke makam pada umumnya dihubung-kan dengan tokoh orang keramat yang dimakamkan di tempat itu. Dalam kepercayaan orang Jawa, yang Koentjaraningrat menyebutkan dengan istilah agami Jawa (1984:325) yang termasuk orang keramat antara lain guru-guru agama, tokoh-tokoh historis maupun setengah historis, tokoh-tokoh pahlawan dari cerita mitologi yang dikenal melalui pertunjukan wayang dan lain-lain, juga tokoh-tokoh yang menjadi terkenal karena suatu kejadian tertentu.

Bagi orang yang memiliki kesenangan melakukan ziarah ke tempat-tempat yang mereka anggap sebagai makam ulama, wali maupun makam tokoh sejarah yang telah memiliki pengaruh kuat di suatu daerah seperti halnya makam keramat Embah Kuwu Sangkan di Kampung Talun, Desa Cirebon Girang, bukanlah tempat yang asing.

Para peziarah seperti ini umumnya telah mengetahui kekeramatan tokoh yang dimakam-kan di tempat ini. Bahkan peziarah seperti ini melakukan ziarah secara berantai dari suatu makam keramat ke makam keramat yang lainnya.

Riwayat Embah Kuwu Sangkan
Embah Kuwu Sangkan adalah anak pertama Prabu Siliwangi dari hasil perkawinan dengan Nyai Mas Subanglarang, yaitu putri Mangkubumi Mertasinga Cirebon. Embah Kuwu Sangkan dilahirkan pada tahun 1423 Masehi di keraton Pajajaran. Semasa remajanya ia bersama adiknya bernama Nyai Mas Ratu Rara Santang pergi meninggalkan keraton Pajajaran, karena mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan ayahnya.

Dalam pengembaraannya, mereka mencari seorang guru yang sesuai dengan petunjuk dalam mimpinya. Mereka bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw yang memerintahkan untuk mencari ajaran syariat Islam yang dapat menyelamatkan manusia di dunia maupun di akhirat. Akhir dari pengembaraannya, dan berdasarkan beberapa petunjuk, akhirnya mereka bertemu dengan Syech Nurul Jati di Gunung Jati yang mampu mengajarkan syariat Islam di antaranya mengajarkan tentang Dua Kalimah Syahadat, Sholawat, membaca Al-Qur’an, Dzikir, Sholat, Zakat, Puasa , Kitab Piqih, Ibadah Haji dan lain sebagainya.

Setelah dianggap cukup menimba ilmu tentang Syariat Islam, akhirnya ia diberi kesempatan oleh Syech Nurul Jati untuk menyebar-kan ajaran Islam dan membuka pemukiman baru baik di wilayah Cirebon maupun daerah sekitarnya.

Motivasi Peziarah
Peziarah datang berkunjung dengan rombongan besar maupun perorangan tentu didorong oleh berbagai motivasi atau niat yang berlainan antara satu dengan lainnya, yang masing-masing mempunyai motivasi yang belum tentu sama, tergantung apa yang akan “diminta dan kepentingan”. Peziarah yang datang berkunjung ini kebanyakan mendengar dan diberitahu oleh teman, tetangga atau kerabatnya tentang “kekeramatan, karisma Embah Kuwu Sangkan yang dapat memberi harapan untuk hidup yang lebih baik dan lain sebagainya Motivasi mereka untuk berziarah itu ada karena kemauan sendiri, tetapi ada juga yang diajak atau dianjurkan teman, tetangga atau kerabatnya yang merasa berhasil. Oleh karena itu, cara mereka berkunjung itu ada yang seorang diri, mengajak teman atau saudara, ada pula secara berombongan.

Peziarah yang mengunjungi tempat keramat, termasuk mereka yang datang ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan pada umumnya dilandasi oleh niat, tujuan yang didorong oleh kemauan batin yang mantap.

Berdasarkan kenyataan di-lapangan terdapat berbagai macam motivasi para peziarah datang ke makam keramat tersebut. Salah satu di antara motivasi peziarah datang berkunjung ke makam Embah Kuwu Sangkan adalah untuk menenangkan bathin. Motivasi ini didukung oleh persepsi yang menyebutkan bahwa makam Embah Kuwu Sangkan itu adalah tempat yang sakral. Para peziarah merasa menemukan tempat yang cocok dengan maksud atau niat mereka datang ke tempat ini.

Bapak Ukri (bukan nama sebenarnya) yang berusia 53 tahun, adalah peziarah dari Indramayu menjelaskan, “saya ke ke tempat ini bermaksud menenangkan bathin, karena banyak masalah yang mengganggu pikiran saya”. Ia yang berprofesi sebagai pedagang onderdil motor bekas. Dalam kehidupan keluarga ada permasalah yang melilit, di antaranya selain usahanya bangkrut juga ia perlu biaya untuk anak. Selama di makam keramat ini ia sudah melakukan puasa selama 37 hari. Menurutnya, ia berpuasa atas kemauan sendiri. Selain berpuasa. Ia melakukan sholat malam atau Sholat Tasbih, kemudian dzikir. Setelah beberapa kali melakukan kegiatan tersebut, Bapak Ukri sedikit demi sedikit pengalami perubahan dalam kehidupannya, bahkan akhirnya ia mendapat pekerjaan diperusahaan swasta. Selanjutnya, menurut bapak Ukri , ia selalu melaksanakan wirid, di antaranya :

Wirid sebelum sholat fardu (qobla) dan sesudah sholat fardlu (ba’da) yang lima waktu, yaitu 2 s/d 4 rakaat sebelum dan sesudah sholat Maghrib, 2 s/d 4 rakaat sebelum dan sesudah sholat Isya, 2 s/d 4 rakaat sebelum dan sesudah sholat Subuh, 2 s/d 4 rakaat sebelum dan sesudah sholat dhuhur, 2 s/d 4 rakaat sebelum sholat Ashar.

Sesudah matahari naik sepenggal kira-kira pukul 06.00, shalat Isroq, Isti’adah dan Istikharah.
Sholat Dhuha yang waktunya kurang lebih sampai pukul 11.00 sebanyak 8 rakaat
Sholat Tasbih, dilakukan setiap malam
Sholat yang merupakan bagian penutup diteruskan dengan wirid dzikir sebanyak-banyaknya.

Setelah sembahyang Magrib dilakukan wirid Dzikir sekurang-kurangnya 165 kali, dilanjutkan dengan khotaman dan witir-witir lainnya samapai waktunya shalat Isya. Kemudian dilakukan sholat malam hari, yaitu sholat Tahiyatul Masjid dan Syukrul wudhu sebelum kering air wudlu, sholat hayat yang lebih baik dilaksanakan di malam hari, sholat Taubat yang gunanya untuk mencuci dosa yang telah diperbuat oleh manusia, sholat Tahajud yaitu 40 malam mandi 40 kali tiap-tipa malam, 40 malam “melek” (tidak tidur), 40 hari berpuasa, 40 hari tidak makan nasi atau ‘niis’, 40 hari tidak makan garam, 40 hari tidak minum, dan lain-lain.

Peziarah lain yang mengaku bernama Karwati (bukan nama sebenarnya), usia 36 Tahun. Ia berasal dari Majalengka menyebutkan, ia datang ke Cirebon pada mulanya hanya diajak oleh tetangga. Sejak awal ia merasa tidak memiliki motivasi datang ke makam Embah Kuwu Sangkan, namun setelah beberapa kali datang makam keramat tersebut ia berperasaan lain. Sejak itulah memiliki itikad untuk merubah nasibnya. Ia di makam Embah Kuwu Sangkan bermalam sambil melakukan sembahyang malam dan membaca wirid dan dzikir. Wirid yang ia baca atau diamalkan dimakam itu bukan wirid seperti yang dianjurkan melainkan yang dia miliki sendiri. Setelah sholat subuh di masjid, biasanya ia membaca wirid dimakam keramat itu sampai pagi sekitar pukul 06.15. Kegiatan dimakam dilakukan kembali setelah sholat Isya hingga larut malam. Ia tidak tidur di makam, melainkan di mesjid yang letaknya berdampingan dengan komplek makam keramat. Untuk keperluan makan tinggal pergi ke warung yang berada di dekat mesjid itu juga. Menurut pengakuannya, ia sering pergi ke tempat-tempat yang menurutnya merupakan tempat sakral. Menurutnya, baru ia pulang kerumah apabila setelah mendapat ilapat (ilham). Hingga sekarang, menurut pengakuan-nya kehidupannya sudah ada sedikit perubahan.

Motivasi peziarah yang lainnya menyebutkan bahwa ia datang ke makam Embah Kuwu Sangkan bermaksud untuk merubah nasib. Motivasi seperti ini disebutkan oleh Bapak Badru (bukan nama sebenarnya) 47 tahun peziarah dari Cirebon Utara yang profesinya sebagai buruh bangunan maupun Eko ( 23 tahun) yang belum memiliki pekerjaan tetap berziarah ke makam ini niatnya untuk mencari keberkahan sehingga ada perubahan pada nasibnya. Bapak Badru baru mengetahui bahwa makam keramat Embah Kuwu Sangkan itu sebagai makam yang banyak dikunjungi peziarah setelah diberitahu oleh teman sekerjanya. Namun terdorong oleh niatnya untuk mencoba melakukan ziarah sambil mencoba berusaha mengubah nasibnya, ia mengatakan:

“Saya datang ke makam wali ini bermaksud berziarah, semoga dengan perantaraan ziarah ini ada perubahan kepada nasib saya. Semoga ada rizki saya dengan sebab ziarah ini).

Hal serupa dikatakan oleh Ibu Martina dari Probolinggo, Jatim ini bermaksud ziarah dan berharap dengan berziarah imudah-mudahan dapat menemukan kecocokan dalam berdagang. Katanya, selama berziarah ia sudah berpuasa 12 hari. Dengan berziarah ini mudah-mudahan menemukan jalan yang tepat sehingga ada kemajuan dalam usahanya. Keinginan Ibu Martina ini didorong karena telah menyaksikan temannya yang mencoba berdagang bermacam barang, tapi belum mendapat kecocokan “jodoh”. Setelah berziarah, dan mendapat jodoh, ia berubah usahanya dengan berjualan bakso tahu, ternyata jualannya ada perubahan dan mengalami kemajuan.

Berlainan dengan Bapak Agus (40 tahun), ia berasal dari Sukabumi dan bekerja pegawai swasta, yakni dibidang bangunan. Selama berumah tangga ia belum mendapatka keturunan. Kesana-kemari ia telah berupaya baik ke dokter ataupun ke pengobatan Alternatif tetapi belum membuahkan hasil. Karena ia penasaran ia tekun beribadah, kemudian berziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan dan berdoa Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Secara berulang kali, ia berziarah sambil memohon barokah kepada Yang Maha Kuasa. Berkat kebesaran Yang Maha Kuasa, istri Bapak Agus dikaruniai anak. Menurut pengakuannya, sejak itu Bapak Agus sering ziarah ke makam Embah Kuwu Sangkan, baik untuk keperluan urusan keluarga maupun usaha. Sejak itu pula usahanya mengalami kemajuan.

Peziarah lainnya yang mengaku bernama Ibu Sumarni ( 50 Tahun) berasal dari Indramayu. Menuturkan, ia berziarah ke makam Embah Kuwu Sangkan ini karena ingin berubah nasib, usahanya selalu gagal dan rugi atau dibohongi orang. Ia pada mulanya berziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan karena diberitahu oleh orang lain. Tetangganya dulu, yang sehari-harinya bekerja sebagai berjualan di Bandung setelah berziarah ke makam keramai ini jualan semakin laris. Bahkan sekarang sudah bisa membeli rumah kontraknya. Menurut Ibu Sumarni menuturkan keinginannya:

Mudah-mudahan doa saya dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa, saya hanya ikhtiar sedangkan yang menentukan hanya Dia. Oleh karena itu, semoga menjadi jalan untuk membuka rizki saya”.

Ibu Sumarni bermalam di makam keramat Embah Kuwun Sangkan. Kegiatan yang dilakukan selama semalam yakni sholat Tasbih sembahyah dilanjutjkan dengan membaca wirid-wirid atau zikir. Setelah sembahyang subuh kembali membaca doa wirid dan tak henti-henti berzikir. Sebelum pulang, terlebih dahulu minta “air doa” . Air tersebut untuk diminum atau dipakai mandi.

Peziarah lainnya, Bapak Purwoto (45 Tahun) dari Cilacap menuturkan motivasi berziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan ingin menyembuhkan adik perempuannya yang strees. Menurut ceritanya, awalnya adik perempuannya selalu mengurung diri di kamar, seolah-olah dirinya merasa putus asa (apatis), ia tidak mau melakukan apa-apa. Suatu ketika ia ada yang melamar, dan tak lama kemudian ia menikah. Setelah menikah malah justru ia menjadi-jadi, sehingga dapat dikatakan meresahkan tetangga sekitar. Puncaknya, suami menjadi tidak betah dan tidak bertanggung Jawab. Akhirnya, yang bertanggung-jawab Bapak Purwoto sebagai anak yang terua ini. Karena merasa bertanggungjawab, ia kesana-kemari berusaha menyembuhkan adiknya yang malang itu, baik berobat ke dokter jiwa, maupun ke orang pintar. Tapi usahanya nihil, dan nyaris putus asa.

Katanya, ia mengetahui ke makam keramat ini dari teman sekerjanya di kantor. Setelah berziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan, kondisi jiwa adiknya menjadi tenang dan terbuka pikirannya karena banyak berdoa dan zikir memohon kepada yang punya-Nya.

Menurut pengakuan peziarah, pada umumnya motivasi mereka berziarah kemakam menginginkan kelancaran dalam arti tidak ada gangguan atau sesuatu hal yang akan menyebabkan usahanya mengalami kegagalan. Pernyataan demikian di lontarkan oleh Bapak Bambang (50 Tahun) berasal dari Tegal. Ia berziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan bersama rombongan seprofesinya sebagai pengusaha kecil-kecilan di bidang pertukangan, terutama pemasangan Gypsum di setiap perumahan. Karena sekarang mengalami persaingan yang ketat antar seprofesinya, maka usahanya mengalami kembang kempis. Oleh karena ia, mencoba ziarah ke makam keramat Embah Kuwu Sangkan. Ia bersama rombongan, mengetahui ke makam keramat ini atas petunjuk seorang teman yang bekerja di PLN.

Bapak Bambang seorang tukang ojeg menyebutkan bahwa ia datang ke makam keramat ini sudah tiga hari. Selama di makam keramat Embah Kuwu Sangkan mereka melakukan sholat malam secara berjamaah dan membaca doa, wirid serta zkikir seperti umumnya dilaksanakan oleh peziarah lainnya. Setelah pajar, mereka melakukan sholat Subuh dan memohon doa restu kepada Allah SWT agar maksudnya dikabul.

Kajian Data
Berziarah berarti mengunjungi atau mendatangi ke makam untuk mendoakan. Berziarah dianjurkan oleh Rasulullah, tetapi sebatas untuk mengingatkan kepada kita bahwa setiap makhluk hidup yang bernyawa akan mengalami mati, dan ada kehidupan tentu ada kematian. Oleh karena kita harus selalu mempersiapkan segalanya untuk bekal di akhirat nanti. Bagi yang shaleh dan beramal baik, selalu di dikenang dan dijadikan tauladan, sehingga tidak sedikit orang yang berkunjung ke makam tersebut untuk mendoakan agar yang bersangkutan ditempatkan disisi-Nya, dan sebagainya. Makam yang dikunjungi adalah makam seorang ajengan atau Kyai. Seorang tokoh yang tekun dan menyebarkan ajaran agama Islam serta dimitoskan oleh masyarakat yang percaya dan meyakininya sebagai penuntun hidup, yakni Pangeran Walangsungsang atau disebut Embah Kuwu Sangkan.

Tatacara berziarah menurut ajaran Islam diatur dalam kitab fiqih, di antaranya bila memasuki makam pertama-tama mengucapkan:

“Assalaamu’alaikum ya ahladiyaari minal mu’miniina wa innaa in syaa-allaahu bikum laahiquun(a). As-aalullaahalanaa wa lakumul’aafiyah.”

Artinya semoga kesejahteraan selalu ada pada kalian, wahai penghuni kampung orang-orang yang beriman, Sesungguhnya kami jika Allah menghendaki akan bertemu dengan kalian. Kami memohon kepada Allah kesejahteraan untuk kami dan untuk kalian semua.

Bila memasuki ke tahan pekuburan dan mencari makam yang dikehendaki misalnya makam orang tua atau makam para wali Allah mengucapkan:

Assalamu’alaikum ayyatuhal arwaahul faaniyatu wal abdaanul baaliyatu wa’izhaamun nakhirah, allatii kharajat minaddun yaa wahiya billaahi mu’minah. Allaahumma adkhil’alaihim rauhan minka wasalaaman minnii”

Artinya, Semoga keselamatan selalu ada pada kalian, wahai para ruh yang telah rusak dan badan yang telah busuk serta tulang-tulang yang telah hancur, yang telah keluar dari dunia dalam keadaan beriman kepada Allah. Ya Allah, masukkanlah kepada mereka rasa kenyamanan dari-Mu dan keselamatan dariku.

Setelah di atas makam mengharap ke timur berarti berhadapan dengan mayat kemudian membaca Al-fatihah dan Surat Yasiin atau bacaan Tahlil. Setelah itu membaca doa yang maksudnya agar pahala bacaan-bacaan bisa diterima oleh ahli kubur. Bacaan doa untuk ahli kubur sebagai berikut:

Bismillaahirrahmaanirrahim.Alhamdulillaahi raabil’aalamiin. Allahumma taqabbal wa aushiltsawaaba maaqara’naa liruuhi sayyidinaa muhammadin washshahaabati wattabi’iina wa mujtahidiina wal muqallidiina wal mushannifiina wal ulamaa-il ‘aamiliina wa arwahi aabaa-inaawa ummahaatinaa wa ajdaadinaa wajaddaatinaa wa a’maaminaa wa’ammaatinaa wa akhwaalinaa wakhaalaatinaa wa ustaadzinaa wa amwaatil muslimina wal muslimaati wal mu’miniina wal mu’minaat. Allahummaghfir lahum warhamhum wa’aafihim wa’fu ‘anhum wa nawwir qubuurahum wa adkhilhumul jannata ma’al abraari burahmatika yaa arhamarraahimiina wa hamdu lillaahi rabbil’aalamiin”.

Artinya: Dengan menyebut nama Allah Yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah seru sekalian alam. Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah pahala dari semua yang telah kami baca kepada Ruh Jungjunan kita Nabi Muhammad saw, para sahabat, para Tabi’in, para Mujtahid, orang-orang yang taqlid dan para pengarang kitab-kitab agama, para ulama yang mengamalkan ilmunya, dan kepada para arwah bapak kami, ibu kami, nenek-nenek kami, paman-paman kami, dan kepada arwah guru-guru kami dan semua orang-orang Islam serta orang-orang Mukmin yang telah meninggal dunia. Ya Allah, ampunilah mereka, kasihanilah mereka, berilah kesejahteraan mereka, hapuskanlah dosa-dosa mereka, sinarilah kuburan mereka dan masukanlah mereka ke dalam sorga bersama-sama orang yang baik, berbat rahmat-Mu, wahai Dzat Yang maha Pengasih. Dan segala puji bagi Allah seru sekalian alam.

Itulah tatacara berziarah ke makam yang dianjurkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Ber-ziarah dianjurkan dan sunat hukumnya. Itu setelah keadaan berubah di mana umat Islam sudah kuat memegang Aqidah. Adapun larangan apabila berziarah ke makam tidak boleh menginjak atau menduduki kuburan, apalagi dibagian kepalanya. Seseorang yang sudah meninggal tidak boleh dibicarakan kejelekannya.

Peziarah mendoakan ahli kubur memang sewajarnya, bukan sebaliknya peziarah mohon bantuan sesuatu kepada ahli kubur. Dalam hal berziarah/mengunjungi atau mendoakan ahli kubur ada dua pendapat: pertama, untuk mendoakan ahli kubur tidak selalu harus diucapkan di depan kuburan orang tersebut. Alasannya, doa itu bukan tali, walaupun disampaikan dari rumah, masjid, dan sebagainya tentu akan sampai kepada Tuhan; kedua, memang doa itu bukan tali tetapi ada tempat utama dan ada pula tempat yang lebih utama. Doa yang disampaikan dari rumah itu pun baik, tapi lebih utama jika secara langsung diucapkan di depan makam orang yang dimaksud. Di depan makam setidaknya akan membantu hati lebih khusuk dalam memanjatkan doa.

Secara tidak disadari kegiatan peziarah dapat saja tergelincir kepada praktek syirik (menyekutukan Allah) yang bertentangan dengan aqidah Islam. Untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut, perlu adanya pembinaan atau pengarahan dari pemuka agama secara perlahan-lahan.

Sebenarnya bergantung pada motivasi itu sendiri, bila sebatas ingin mendoakan ahli kubur agar diberikan berkah dan diampuni dosanya oleh Allah SWT mungkin tidak tergolong menyekutukan Allah. Tapi bila motivasinya ngalap berkah (mencari berkah) atau mohon bantuan sesuatu yang dari sudah meninggal, tentu masalahnya menjadi lain. Jangankan untuk mengurusi atau membantu orang lain (yang masih hidup), untuk mempertanggungjawabkan diri sendiri pun repot. Jadi, sudah sewajarnya orang yang masih hidup mendoakan kepada orang yang sudah meninggal. Membaca ayat-ayat suci Al-Quran atau mendoakan orang yang sudah meninggal dunia termasuk pula ibadah. Bagi siapa saja yang membacakan ayat-ayatt suci tersebut tentu mendapat pahala dan berkah dari Allah swt.

Oleh karena itu, bergantung dari mana kita memandang segala sesuatu itu. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa ada kesalahpahaman dalam memandang tetang ziarah itu. Kesalahpahaman itu semakin lama semakin merebak sehingga sulit dibedakan, mana yang dianjurkan dan mana yang dilarang.

Terlepas dari itu semua, ziarah itu sudah merupakan kebiasaan atau tradisi masyarakat yang sulit ditinggalkan atau dihilangkan. Biarlah itu hilang dengan sendirinya. Akan tetapi, selama kegiatan itu tidak menyesatkan dan tidak keluar dari rambu atau aturan-aturan yang ada, itu tidak menjadi masalah. Atau, selama masih memiliki nilai budaya yang dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.

Berziarah atau mengunjungi makam keramat merupakan suatu upaya untuk mencari berkah dari Allah swt. Bagi yang memiliki motivasi lain, kegiatan itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena termasuk menyekutukan Tuhan. Perbuatan itu tidak dibenarkan karena hukumnya dosa besar.

Peziarah hendaknya pandai memilah-milah agar jangan sampai terjerumus menjadi umat yang rugi. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang baik. Bagi yang belum dapat memahami, bila dirasakan besar manfaatnya maupun sebaliknya, merupakan suatu resiko yang harus diterimanya. Namun atas keyakinan, mereka siap melakukan apa saja walaupun memerlukan pengorbanan moril maupun materil. Secara materi misalnya, tidak sedikit jumlah biaya yang harus dikeluarkan, walaupun maksud dan tujuan yang diinginkan belum tentu terkabul. Rupanya masalah itu tidak menjadi problema, karena menyadari bahwa segala suatu itu perlu upaya, walaupun yang menentukan segalanya Allah Swt.

Tidak dapat dipungkiri, itulah salahsatu sistem kepercayaan yang ada dan berkembang di masyarakat kita. Namun itu merupakan nilai budaya bangsa yang sarat dengan nilai luhur.

Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makam keramat Embah Kuwu Sangkan merupakan salah satu makam keramat di Cirebon yang banyak dikunjungi baik dari dalam wilayah Cirebon maupun daerah lainnya seperti Indramayu, Majalengka, Cilacap, Probolingggo dan sebagainya.

Peziarah berkunjung ke makam Embah Kuwu Sangkan dilandasi beberapa motivasi antara lain:

Perziarah memiliki motivasi untuk menenangkan bathin

Peziarah datang ke makam keramat Embah Sangkan dengan memiliki motivasi untuk merubah nasib.

Peziarah berkunjung kemakam keramat tersebut dilandasi ingin mendapatkan kelancaran usaha.

Peziarah datang karena memiliki motivasi untuk mencari keselamatan jasmani maupun rohani.

Peziarah datang ke makam keramat tersebut semata-mata melakukan latihan ketahanan mental.

Adanya motivasi yang melandasi peziarah terhadap makam keramat Embah Kuwu Sangkan, dari sisi spiritual menandakan bahwa manusia dalam melaksanakan upayanya tidak hanya bermodal kepada upaya lahiriah, namun upaya batiniah menunjukkan bahwa manusia tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk itu, manusia mencari hubungan dengan kekuatan Tuhan Yang Maha Kuasa dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Daftar Pustaka
Subagja, Rachmat, 1981. Agama Asli Indonesia, Sinar harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, jakarta.

Koentjaraningrat, 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia Pustaka Utama , Jakarta.

Geertz, Celifford, 1992, Kebudayaan dan Agama, Kanidius, Yogyaka

Dhodier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantran, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta
_________________

Drs. Tjetjep Rosmana adalah Tenaga Peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung. Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni, dan Film. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Sumber : Buddhiracana ◙ Vol. 10\No. 1\ Januari 2005 BPSNT Bandung