Tak jauh dari pintu masuk ke Sentra Komunitas Ancol Timur di sisi kanan, terlihat hamparan pepohonan layaknya sebuah taman. Perhatikan pepohonan dan belukar yang tumbuh subur di sana, dari balik belukar dan pepohonan itu akan muncul dinding-dinding tua yang terpisah-pisah. Itulah sisa bangunan yang dulu merupakan benteng.
Di pagi hingga siang hari, beberapa sisa bangunan itu tertutup pedagang makanan. Adapun sisa bangunan yang masih tampak bentuknya, di hadapan pintu masuk ke sebuh kantin ini, sering kali tertutup deretan truk atau mobil yang parkir.
Beda sekali dengan kondisi Ereveld Ancol atau warga biasa menyebut kuburan Belanda. Ereveld Ancol ditangani langsung oleh sebuah yayasan, Netherlands War Graves Foundation (Oorlogsgravenstichting). Kondisi kuburan Belanda ini begitu tertata rapi bahkan menjadi semacam taman yang menambah nilai kawasan Ancol.
Kembali ke benteng, belum ditemukan data tertulis tentang kapan benteng Ancol ini dibangun. Data dari Dinas Museum dan Sejarah DKI (kini menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) tahun 1996 menuliskan, seusai perang dunia ke-II, Pemerintah Belanda meningkatkan pertahanannya di Batavia dengan membangun tiga benteng sekaligus di wilayah Jakarta Utara, yaitu benteng Ancol, di Palm Beach (Kalibaru), dan benteng Gadang di kawasan Sungai Bambu.
Pada hasil penelitian yang terangkum dalam Sejarah Teluk Jakarta hanya disebutkan, sesuai keterangan lisan dari pelaku sejarah, Wadjat, yang ikut membangun benteng (benteng Ancol didirikan sekitar tahun 1920-an untuk menghadapi serangan Jepang). Namun, hasil penelitian ini sangat meragukan. Jepang pada masa itu belum menjadi ancaman untuk Batavia.
Benteng yang masuk dalam kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol ini seperti menyendiri dalam diam, menyimpan sekian ratus halaman sejarah yang belum terungkap. Kumpulan sisa bangunan benteng hanya ada di sebelah utara, barat, dan timur. Di sisi utara dan barat, sisa bangunan benteng masih terlihat sebagai bastion. Di sisi utara masih lengkap dengan tangga. Tebal dinding bastion sekitar tiga meter sedangkan tebal dinding benteng bervariasi, ada yang 135 cm, ada pula yang 310 cm.
Ketebalan dinding bastion di sisi barat tak lebih dari tiga meter. Pada sisi timur masih terlihat bangunan bekas depot amunisi yang terdiri atas tiga ruangan, yaitu tengah, depan, belakang, dan masing-masing berjendela.
Kondisi sisa benteng ini seperti kondisi bekas benteng lain, yang masih tersisa, sebut saja tembok benteng atau tembok kota Batavia di sisi timur—di Jalan Tongkol, Jakarta Utara—yang sewaktu-waktu bisa lenyap. Memang, benteng ini tak dilenyapkan demi menambah wahana di Ancol, namun sungguh disayangkan sisa benteng itu dibiarkan begitu saja. Di antara jendela yang kini mulai tertimbun tanah, terlihat kumpulan air yang terjebak di sana tak bisa keluar ditambah sampah menumpuk dan jemuran para sopir truk.
Padahal sisa benteng itu jika dibenahi, digali sejarahnya, bisa menjadi wahana tambahan bagi Taman Impian Jaya Ancol khususnya, dan menjadi salah satu atraksi tambahan yang bisa dibanggakan bagi kawasan Jakarta Utara secara umum.
Sumber : http://www.kompas.com