Dari Rumah Adat Hingga Danau Tempe

Oleh: Asnawin

Tak banyak daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki danau. Maka beruntunglah Kabupaten Wajo karena di wilayahnya terdapat sebuah danau yang diberi nama Danau Tempe.

Keberadaan danau itu secara langsung atau tidak langsung telah dan akan terus menerus mengundang wisatawan untuk berdatangan ke Wajo. Wisatawai itu berasal dari berbagai kabupaten di Sulsel, dari berbagai daerah di Indonesia, serta dari berbagai negara di dunia.

Para wisatawan tersebut tidak semuanya sekadar datang melancong, melainkan juga ada yang datang untuk melakukan penelitian, untuk pulang kampung, serta untuk keperluan lain, misalnya untuk menghadiri kegiatan yang dilaksanakan di Kabupaten Wajo.

Selain Danau Tempe, Kabupaten Wajo juga beberapa objek wisata lainnya, seperti agro wisata sutra (perkebunan murbei yang sekaligus tempat memelihara ulat sutra), menyaksikan perempuan Wajo membuat kain sutra, Gua Nippon, dan Rumah Adat Atakkae.

Sebelum mengenal lebih jauh tentang berbagai objek wisata tersebut, ada baiknya kita melihat data dan fakta tentang Kabupaten Wajo yang juga dikenal dengan nama Sengkang.

Luas wilayah Kabupaten Wajo adalah 4,01 % dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Hingga akhir tahun 2008, Wajo terbagi atas 14 wilayah kecamatan yang terdiri dari 45 kelurahan dan 131 desa.

Secara geografis, wilayahnya terbagi dalam 4 dimensi yaitu tanah berbukit, dataran rendah, danau, dan laut. Lahan berbukit terbentang dari selatan ke utara.

Dataran rendah terletak di bagian timur, selatan, tengah, dan barat. Danau terletak di bagian barat, sedangkan pesisir pantai membentang di sebelah timur menghadap Teluk Bone sepanjang 103 km garis pantai.

Wajo atau Sengkang terletak di pinggir Danau Tempe yang memiliki panorama indah. Sengkang merupakan kota yang cukup menyenangkan untuk dikunjungi.

Salah satu daya tarik Sengkang adalah produk kain sutera, hasil industri tenun milik rakyat. Sengkang memang dikenal sebagai pusat industri sutera. Kain sutera banyak dijual di pasar Sengkang seperti selendang sutera.

Pusat penenunan sutera milik rakyat umumnya terletak di desa-desa di sekitar Sengkang yang dapat ditempuh dengan menyewa angkutan umum.

Rumah Adat Atakkae

Kawasan budaya Rumah Adat Atakkae terletak di Kelurahan Atakkae, Kecamatan Tempe. Rumah adat tersebut dibangun tahun 1995 di pinggir Danau Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur Kota Sengkang.

Di dalam kawasan ini telah dibangun puluhan duplikat rumah adat tradisional yang dihimpun dari berbagai kecamatan, sehingga kawasan ini representatif sebagai tempat pelaksanaan pameran.

Di sekitarnya terdapat bangunan sebagai tempat menginap wisatawan, dekat dari danau. Hampir setiap tahunnya, kawasan budaya ini ramai dikunjungi wisatawan, terutama saat digelar berbagai atraksi budaya dan permainan rakyat.

Di dalam kawasan tersebut dibangun sebuah rumah adat yang lebih besar yang dijuluki Saoraja - istana Tenribali, salah seorang matoa Wajo.

Rumah tersebut mempunyai tiang sebanyak 101 buah. Setiap tiang beratnya 2 ton yang terbut dari kayu ulin dari Kalimantan.

Tiang itu didirikan dengan menggunakan alat berat (eskavator). Lingkaran tiang rumah 1,45 m dengan garis tengah 0,45 m, dan tinggi tiang dari tanah ke loteng 8,10 m. Bangunan rumah adat ini mempunyai ukuran panjang 42,20 m, lebar 21 m, dan tinggi bubungan 15 m.

Danau Tempe

Danau Tempe merupakan danau yang cukup luas namun dangkal yang menjadi habitat satwa burung. Pinggiran danau merupakan kawasan tanah lumpur yang juga menjadi tempat bermukim masyarakat setempat.
Pengunjung dapat berjalan-jalan menyusuri danau dengan menggunakan perahu motor hingga ke Sungai Walanae, mengunjungi Desa Salotangah dan Desa Batu Batu yang berada di tengah danau.

Danau Tempe terletak di bagian Barat Kabupaten Wajo. Tepatnya di Kecamatan Tempe, sekitar 7 km dari Kota Sengkang menuju tepi Sungai Walanae.

Dari sungai ini, perjalanan ke Dananu Tempe dapat ditempuh sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu motor (katinting).

Perkampungan nelayan bernuansa Bugis berjejer di sepanjang tepi danau. Nelayan yang menangkap ikan di tengah danau seluas 13.000 hektare itu dengan latar belakang rumah terapung, merupakan pemandangan yang sangat menarik.

Dari ketinggian, Danau Tempe tampak bagaikan sebuah baskom raksasa yang diapit oleh tiga kabupaten yaitu Wajo, Soppeng, dan Sidrap.

Sambil bersantai di atas perahu, wisatawan dapat menyaksikan terbitnya matahari di ufuk timur pada pagi hari dan terbenam di ufuk barat pada sore hari. Di tengah danau, kita dapat menyaksikan beragam satwa burung seperti Belibis yang menyambar ikan-ikan yang muncul di atas permukaan air.

Danau ini memiliki species ikan air tawar yang jarang ditemui di tempat lain. Konon, dasar danau ini menyimpan sumber makanan ikan, yang diperkirakan ada kaitannya letak danau yang berada di atas lempengan dua benua, yaitu Australia dan Asia.

Di waktu malam, wisatawan dapat menginap di rumah terapung. Bersama nelayan, kita dapat menyaksikan rembulan di malam hari yang menerangi Danau Tempe sambil memancing ikan.
Sementara itu, para nelayan menangkap ikan diiringi dengan musik tradisional yang dimainkan penduduk.

Festival Danau Tempe

Tanggal 23 Agustus setiap tahunnya, merupakan kalender kegiatan pelaksanaan festival laut di Danau Tempe. Acara pesta ritual nelayan ini disebut Maccera Tappareng atau upacara mensucikan danau dengan menggelar berbagai atraksi wisata yang sangat menarik.

Pada hari perayaan Festival Danau Tempe ini, semua peserta upacara Maccera Tappareng memakai baju Bodo (pakaian adat Orang Bugis).

Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi seperti lomba perahu tradisional, lomba perahu hias, lomba permainan rakyat (lomba layangan tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo), lomba menabuh lesung (padendang), pagelaran musik tradisional dan tari bissu yang dimainkan oleh waria, dan berbagai pagelaran tradisional lainnya.

Lomba perahu dayung merupakan tradisi yang turun temurun dan terpelihara di kalangan para nelayan.

Maccera Tappareng merupakan bentuk kegiatan ritual yang dilaksanakan di atas Danau Tempe oleh masyarakat yang berdomisili di pinggir Danau Tempe, biasanya ditandai dengan pemotongan kurban sapi yang dipimpin oleh seorang ketua nelayan, dan serentetan acara lainnya.

Agro Wisata Sutra

Agro wisata sutra menjadi salah satu andalan di kabupaten ini. Tahap penanaman murbei hingga proses pembuatan kain sutera sudah lama menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Wajo.

Lokasi pembibitan dan penanaman murbei terletak pada beberapa desa di Kecamatan Sabbangparu, sekitar 10 km sebelah Selatan Kota Sengkang, jalan poros menuju Kabupaten Soppeng.

Di sini, pengunjung dapat menyaksikan proses penanaman murbei, cara memelihara ulat sutera, proses pemintalan benang sutera, hingga cara menenun kain sutera.

Khusus produk sutera yang berupa kain, sarung, kemeja, dasi, dan berbagai bentuk cinderamata dari kain sutera misalnya : kipas dan tas, dapat kita saksikan di beberapa showroom sutera yang ada di Kota Sengkang.

Di toko suvenir itu tersedia berbagai macam warna maupun motif yang indah. Motif yang banyak diminati masyarakat umumnya motif Bugis dan motif yang menyerupai ukiran-ukiran Toraja.

Bendungan Kalola

Kawasan Bendungan Kalola, merupakan kawasan wisata terletak di Desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo, sekitar 35 km sebelah Utara Kota Sengkang. Kawasan yang menempati areal seluas 65 hektare ini selalu ramai dikunjungi wisatawan.

Bendungan Kalola yang terdapat dalam kawasan wisata ini memiliki genangan air 21,5 km dengan debit air 900 m3 per detik, membentang di antara barisan pegunungan yang ditumbuhi pepohonan rindang, sejuk, dan sangat mengasyikkan.

Pada hamparan genangan air Sungai Kalola, kita dapat menyaksikan kegiatan menangkap ikan oleh penduduk setempat dengan menggunakan perahu roda.
Wisatawan juga bisa memancing ikan, lomba dayung, bermain ski, dan menikmati pemandangan yang indah di sekitar bendungan.

Pada pinggir genangan yang landai, pengunjung biasanya menggelar perkemahan. Sekitar 3 km dari bendungan telah dibangun kolam renang dan pondokan. Bagi mereka yang gemar berburu, dapat menyalurkan hobinya, karena dekat lokasi ini terdapat taman perburuan rusa.

Lokasinya sekitar 5 km dari Bendungan Kalola. Tepatnya di Desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo. Taman berupa hutan seluas 500 hektare itu sangat representatif bagi mereka yang mempunyai hobi berburu.

Dahulu, orang berburu rusa dengan menggunakan kuda dan anjing pemburu. Bahkan, tingkat keperkasaan dan kedewasaan seorang putra bangsawan saat itu diukur dari kemampuan dan ketangkasan mereka menangkap rusa.

Bagi mereka yang senang dengan petualangan, berburu rusa merupakan salah satu alternatif. Lokasi itu dapat dijangkau dengan menggunakan mobil 4 whell drive. Jalan menuju ke lokasi merupakan bukit yang landai.

Di sekitarnya tampak pemandangan alam dengan permukaan rumput hijau, mengapit lapangan berburu yang luas. Di sekitar taman ini terdapat sungai kecil dan pepohonan di sela-sela lembah, sebagai pendukung kehidupan satwa rusa.

Situs Tosora

Situs Tosora terletak sekitar 16 km di sebelah Timur Kota Sengkang. Tepatnya di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng. Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan sepeda motor atau mobil. Tosora adalah daerah bekas ibukota Kabupaten Wajo sekitar abad ke-17. Wilayah ini dikelilingi 8 buah danau kecil.

Banyak peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang terdapat di sini, misalnya makam raja-raja Wajo, bekas gudang amunisi kerajaan (geddong), masjid kuno yang dibangun tahun 1621, dan makam yang bernisan meriam.

Disini juga terdapat sumur “bungung baranie”, tempat prajurit-prajurit tempo dulu dimandikan sebelum terjun ke medan perang.

Banyak wisatawan yang sudah berkunjung ke sini. Motivasi mereka beraneka ragam. Di antara mereka, ada yang datang hanya untuk melakukan ziarah. Sebagain yang lain datang untuk melepas hajat atau nazar, dan ada juga yang mengadakan pengkajian sejarah.

Gua Nippon

Gua Nippon terdapat di pegunungan sebelah Timur Kota Sengkang. Lokasinya tak jauh dari Masjid Raya Sengkang. Pengunjung dapat berjalan kaki menuju lokasi ini, terutama mereka yang senang dengan petualangan.

Gua Nippon berupa terowongan yang dibuat oleh tentara Jepang sebagai tempat persembunyian dan pertahanan pada Perang Dunia ke-2. Jumlahnya tak kurang dari 10 buah, namun saat ini sebagian di antaranya sudah tertutup tanah secara alami.

Di dalam gua itu terdapat ruangan yang sangat luas. Masyarakat setempat meyakini bahwa gua itu sebagai tempat penyimpanan harta karun yang ditinggalkan serdadu Jepang, dan pada masa perang dijadikan sebagai basis pertahanan Asia Selatan.

Mulut gua rata-rata mempunyai garis tengah sekitar 1 meter. Bila pengunjung mau masuk ke dalam gua, mereka harus membungkuk atau merangkak. Ada gua yang jalan masuknya berbeda dengan jalan untuk menuju ke luar. Sebagian diantaranya, jalan masuk dan keluar ke gua tersebut hanya merupakan satu jalur. (dari berbagai sumber)

Sumber : http://pedomanrakyat.blogspot.com