Situs Banten Lama, Masih Banyak Menyimpan Misteri

Oleh H Eddy Murpik dan Moch Royani

KAWASAN bekas Kesultanan Banten, di Situs Banten lama, hingga kini masih banyak menyimpan misteri. Belum seluruhnya terungkap, bekas kekayaan zaman keemasan Sultan Banten ini untuk bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai khasanah budaya bangsa.

Situs Banten lama setiap hari, terutama hari Jum'at dan hari libur ramai dikunjungi para peziarah yang datang dari berbagai pelosok tanah air. Para peziarah ini, tidak hanya ummat Islam, akan tetapi juga agama lain. Pada masa Kesultanan Banten, ajaran agama lain pun berkembang. Hidup rukun antar pemeluk agama, sejak lama terjalin di tanah Banten.

Adalah awal Juli 2003 lalu, warga di sekitar terminal Petekong, dikejutkan dengan ditemukanya gentong yang diperkirakan berusia ratusan tahun berisi tengkorak manusia. Gentong itu ditemukan, Amin dan Pasni, dua pemuda yang tengah menggali pondasi untuk bangunan di sekitar terminal Petekong, kawasan bekas benteng speelwijk, kampung Pamarican, Desa Banten, Kecamatan Kasemen.

Kepala Balai Penelitian Purbakala (BPP) Banten, Endjat Djaenuderadjat, meminta kepada masyarakat yang menemukan benda tersebut untuk menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Oleh sebab sesuai dengan UU No. 15/1992 tentang Cagar Budaya.

Menurut Endjat, penemuan harta purbakala sangat penting dan berarti bagi penelitian dan ilmu pengetahuan. Beberapa tahun lalu, pernah juga gentong tua ini ditemukan disekitar Anyer Lor. Setelah diadakan penelitian gentong tersebut berusia sekitar 150 tahun.

Peninggalan Sultan

Tak terhitung banyaknya benda bersejarah bekas kesultanan Banten ini. Peninggalan yang masih utuh sebagai saksi sejarah zaman keemasan Sultan Banten adalah Masjid Agung Banten. Masjid ini dibangun oleh Sultan Banten pertama, Maulana Hasanudin. Bangunan induk masjid tersebut berdenah segi empat, sementara atapnya bersusun lima.

Di halaman masjid agung terdapat menara setinggi 30 meter. Menara ini dibangun oleh arsitek Belanda, Hendrik Lucas Cardeel, atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa. Arsitek yang mengabdi kepada Sultan Banten itu kemudian diberi nama Pangeran Wiradiguna.

Di seberang masjid terdapat bekas keraton Surosowan, yang kini tinggal puing-puingnya saja. Yang nampak hanyalah sisa benteng dan bangunan bekas pemandian keluarga kesultanan. Peninggalan lain yang masih utuh dan dapat dilihat adalah meriam Ki Amuk, yang kini terletak disekitar halama masjid.

Di kawasan Situs Banten lama, terdapat kelenteng. Konon, tempat bersembahyang orang-orang China pada masa dahulu kala di kawasan Pabean ini, merupakan yang tertua di Indonesia. Di sekitar kelenteng Banten, terdapat patung Dewi Kwan In, yang sudah berusia sekitar 5 abad. Pada hari perayaan Imlek sekitar tahun 1970-an, patung ini dibawa keliling Banten.

Peninggalan lain adalah Benteng Speelwijk yang terletak di kampung Pamarican, dekat Pabean. Benteng yang dibangun pada tahun 1685 oleh Belanda ini sekarang sudah hancur. Di sekitar benteng ini pula pada awal Juli lalu ditemukan gentong berisi tengkorak manusia itu.

Benda lain bekas peninggalan Sultan Banten adalah berupa artefak. Peninggalan tersebut diantaranya berupa gerabah, jambangan, keramik dari berbagai negara seperti China, Jepang, Thailand, Vietnam, Jerman dan Belanda. Selain itu, mata uang VOC, China dan mata uang kerajaan Banten (Oridab). Hasil temuan bekas peninggalan Sultan Banten itu, dapat dilihat para pengunjung di museum Banten di sekitar alun-alun Masjid Agung Banten.

Banten sejak zaman "baheula" memang sudah dikenal di mancanagara, terutama sejak masuknya agama Islam pada abad ke-XV. Pada masa itu, Banten pernah menjadi pusat perdagangan internasional.

Menurut Dr. Hasan Muarif Ambary dan Drs. Chalawany Michrob Msc, dkk dalam bukunya. "Petunjuk Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama", bahwa daerah Banten pada tahun 1525 dikuasai Syarief Hidayatullah yang berhasil merebutnya dari Pajajaran. Kekuasaanya itu kemudian diserahkan kepada puteranya, Maulana Hasanudin pada tahun 1552.

Setelah memegang kekuasaan, Maulana Hasanudin, mengatur pemerintahanya dan menyebarluaskan ajaran Islam. Bidang perdagangan terus berkembang. Bandar pelabuhan Banten, siang dan malam ramai disinggahi para pedagang dari Tiogkok, Persia, Mesir, China, Jepang dan Belanda serta negara lainya.

Pada masa kesultanan Banten dipimpin, Maulana Hasanudin, daerah kekuasaannya meliputi Lampung, Bangkahulu, Salebar, Bogor dan Sunda Kelapa. Sementara kota Banten sendiri sebagai pusat pemerintahan pada waktu itu luasnya 1.290 ribu meterpersegi. Bekas pusat pemerintahan Kesultanan Banten itu sekarang disebut Situs Banten lama, sekitar 10 km dari kota Serang.

Pada masa Sultan Maulana Hasanudin pula di bangun Masjid Agung Banten sebagai pusat penyebaran agaram Islam dan Keraton Surosowan sebagai pusat pemerintahan.

Mengirim duta

Kesultanan Banten kemudian diteruskan oleh Maulana Yusuf (1570-1580). Pada masa pemerintahanya, kebijakan lebih diarahkan pada pembinaan wilayah, pembangunan irigasi untuk pengairan pesawahan rakyat dan sarana penduidikan.

Banten mengalami zaman keemasan semasa diperintah Sultan Ageng Tirtayasa (1611-1662). Sultan keenam yang memiliki nama Sultan Abu Fathi Abdul Fatah, ini berhasil memajukan kesultanan Banten. Pada masa pemerintahan Sultan ini pula dikirim diplomat ke negara London (1682). Duta dari Kesultanan Banten ini dipimpin, Jayasendana dan Nayawipraja, yang diterima Pangeran Cahrles II.

Pada masa pemnerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, mulai masuk pengaruh Belanda. Lewat politik adu dombanya yang terkenal, Belanda berhasil mempengaruhi putra sultan, Abdul Kohar, untuk memusuhi orang tuanya sehingga keraton Surosowan menjadi ajang pertikaian kekuasaan diantara keluarga sultan. Lama kelamaan Banten mulai hancur. Sementara Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap Belanda dan dipenjarakan di Batavia hingga akhir hayatnya. Kesultanan Banten mengalami kehancuran pada tahun 1809. Sultan terakhir yang memerintah adalah Syafiudin (1808-1809) dan kesultanan Banten dihapuskan pada tahun 1816.

Peninggalan masa Kesultanan Banten tidak hanya berupa artefak atau barang keramik, namun sejumlah seni lainya seperti; Seni Debus, Padengdang dan seni lainya. Kesenian leluhur Banten itu, hingga kini masih dilestarikan dan dipentaskan pada waktu-waktu tertentu di Banten lama.

Dari sejumlah seni warisan leluhur, seni Debus yang terkenal. Debus seni yang mempertontonkan adegan kekerasan ini, sering diidentikan dengan perilaku warga Banten yang keras.

MASJID AGUNG BANTEN:- Masjid Agung Banten yang dibangun semasa Sultan pertama, Maulana Hasanudin, tahun 1552, hingga kini masih kokoh berdiri sebagai saksi kejayaan masa Kesultanan Banten. n Humas Pemprov Banten

DEBUS: Seni Debus peninggalan leluhur Banten, hingga kini masih dilestarikan dan dipertontonkan pada waktu-waktu tertentu.( em)