Bahasa Indonesia dan Koperasi Bermula dari Penyengat

Written by anto

Jejak Kerajaan Riau-Linga (12)
PERAN tersebut tampak semakin kuat pada periode kedua abad ke-19 saat Kesultanan Riau-Lingga mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu, kehidupan intelektual berkembang pesat dan semakin tersiar ke seluruh kawasan tersebut.

Hal ini didukung oleh perkembangan perdagangan yang begitu semarak, sehingga pemasukan dari sektor ini mampu menggerakkan sektor lainnya. Relasi dagang saat itu terjalin erat dengan India, Cina, Siam, Jawa dan Bugis.

Tokoh intelektual yang paling dikenal dari era Riau-Lingga ini adalah Raja Ali Haji (1809-1873), seorang pujangga, ahli sejarah dan ahli agama yang tinggal dan menghasilkan karya dari Pulau Penyengat. Karya-karya yang ia tinggalkan mencakup tema yang luas dan masih bisa dibaca hingga saat ini atau lingua franca. Selanjutnya, Bahasa Melayu menjadi bahasa universal yang dimengerti oleh seluruh kerajaan yang akhirnya di tetapkan menjadi Bahasa Indonesia pada abad 20.

Beberapa tema kesusastraan lahir dan berkembang di masa itu. Beberapa tema itu mencakup sastra, keagamaan, filsafat, bahasa, sejarah dan filsafat. Semasa hidupnya, Raja Ali Haji juga telah berhasil menelurkan beberapa karya yang hingga saat ini masih dikenang dan digunakan.

Syair Siti Shianah, Syair Awai dan Gurindam Dua belas merupakan salah satu karya fenomenal yang sudah dilahirkannya. Selain itu, beberapa tulisan seperti Tuhfat al-Nafis, Kitab Pengetahuan Bahasa, Bustan al-Katibin, Silsilah Melayu dan Bugis merupakan karya yang diciptakannya. Bustan al-Katibin dan Kitab Pengetahuan Bahasa merupakan buku pelopor yang menjelaskan secara ilmiah tata bahasa Melayu.

Ketua Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, Raja Malik Hafrizal menjelaskan beberapa karya Raja Ali Haji banyak bercerita tentang perlawanan terhadap bangsa Belanda. “Bentuk perjuangan Raja Ali Haji tidak menggunakan kekuatan perang. Melainkan melalui tulisan-tulisan yang berisi kritikan kepada penjajah. Akibatnya, hampir seluruh karya Raja Ali Haji berisikan tentang pemberontakan dan perlawanan kepada Belanda,” kata Raja Malik.

Semasa hidupnya, Raja Ali Haji memiliki seorang teman karib keturunan Belanda. Namanya Herman Van De Wall. Kedua sahabat ini memiliki kesamaan visi dan misi dalam mengembangkan bahasa dan kesusasteraan. “Raja Ali Haji dan Herman Van De Wall menghasilkan sebuah kamus Melayu Belanda,” kata Raja Malik lagi.

Di masa Raja Ali haji inilah ajaran Islam mengalami perkembangan pesat akibat dari kemampuan dan tradisi baca tulis yang ditanamkan Raja Ali Haji. Ciri ini juga bisa ditemukan di hampir seluruh peninggalan kerajaan Riau-Lingga. Saat itu, selain kaum bangsawan istana, rakyat jelata juga banyak yang menjadi penulis.

Maraknya perkembangan dunia tulis menulis di Riau-Lingga juga didukung oleh tersedianya sarana pendukung seperti percetakan dan kelompok diskusi. Percetakan dan penerbitan yang didirikan saat itu adalah Mathbaah al-Riauwiyah yang beroperasi sejak sekitar tahun 1890. Beberapa karya tulisannya hingga kini masih dapat dijumpai di Pusat Maklumat Melayu di Penyangat.

Perkembangan intelektual di Melayu semakin hebat dengan lahirnya beberapa kelompok diskusi. Kelompok yang dinamakan Rusdiyah Club ini berisi tokoh-tokoh intelektual. Semasa jayanya, Rusdiyah Club ini sering melontarkan kritik terhadap Sultan jika dinilai terlalu berpihak kepada Belanda. “Besarnya pengaruh Rusdiyah Club membuat Belanda lebih segan kepada kepada kelompok ini dibandingkan kepada Sultan,” jelas Raja Malik menggambarkan kejayaan Rusdiyah Club ini.

Sekitar awal 1900-an, para pemikir di Rusdiyah merasa perlu untuk mengembangkan sayap bisnis. Tujuannya untuk menggerakkan roda ekonomi sekaligus memberikan penghasilan kepada anggota keluarga kerajaan. Maka disepakatilah pembentukan serikat dagang yang bernama Asyarakatul Ahmadiyah.

Asyarakatul Ahmadiyah inilah yang nantinya disebut sebagai cikal bakal dari lahirnya Koperasi yang ada di Indonesia. Semuanya bermula ketika Bung Hatta mengunjungi pulau Penyengat untuk meninjau kota tersebut. Saat itu, Bung Hatta dibuat terkagum-kagum dengan catatan pembukuan dari serikat dagang tersebut. Catatan Pembukuan inilah yang kemudian di bawa ke Jakarta oleh Bung Hatta untuk selanjutnya dicetuskan menjadi Koperasi.

Dalam perkembangannya, berdasarkan survei yang mereka lakukan ke berbagai penjuru pulau-pulau di Kerajaan Riau Lingga, para pemikir Rusdiyah Club sepakat memindahkan usaha dagang mereka ke Midai. Komoditas cengkeh dan kopra yang tumbuh subur di tanah Midai menjadi faktor lahirnya keputusan itu. (patrick nababan)

Sumber: http://www.tribunbatam.co.id