Proses Pembuatan Gamelan
Dari seluruh perangkat yang didominasi oleh instrumen perkusi, kelompok perkusi logam yang terbanyak jenisnya selain gambang yang hanya satu¬'atunya di dalam kelompok perkusi.
Dengan demikian pembuatan gamelan ini sebagian besar dipusatkan kepada proses pembentukan logam yang akan dijadikan Gamelan, dengan cara mencapur beberapa jenis logam di dalam takaran yang tepat untuk memperoleh suara dan sonoritas yang bulat. Kata "Gamelan" di dalam bahasa wawa atau dengan kata lain "Gangsa" yang berarti logam campuran antara Tembaga dan Rejasa, atau juga berarti rumus pencampuran kedua logam tersebut di dalam perbandingan Tiga (3) dan Sedasa (10); yang bertati 3 untuk ukuran Timah dan 10 untuk ukuran. Tembaga.
Takaran perbandingan antara Tembaga dan Timah ini harus tepat sekali, dan Empu Gamelan sendiri yang akan meneliti dan menakar supaya memperoleh campuran murni yang disebut Perunggu.
Seluruh proses pembuatan Gamelan ini dibagi menjadi 5 phase :
1. Membesot : melebur campuran
2. Menyingi : mencetak
3. Menempa : membentuk dengan memukul dengan mempergunakan pemu¬kul tertentu.
4. Membabar : penyelesaian terakhir (finishing)
5. Melaras : menyesuaikan nada (tuning)
1). Membesot
Pada waktu 4 orang pandai ini menempa lem¬pengan Gamelan, maka Empu atau di dalam urutan dipersiapkan dahulu yang disebut "Kowi" ialah berbentuk mangkuk yang dibuat dari bahan tanah liat yang dicampur dengan kulit padi dengan cara tradisional yang masih dipergunakan sampai sekarang. Selain itu juga dipersiapkan "Prapen" atau tempat perapian yang dilengkapi dengan "Lamus" atau alat untuk menghembuskan angin supaya memperoleh suhu yang cukup panas.
Kowi yang sudah jadi kemudian diisi dengan campuran logam tersebut dan dipanaskan di atas Prapen sehingga mencapai 3000° C, sehingga menjadi semacam bubur besi yang berwarna keputihan dan menjadi bahan Perunggu yang disebut "Gasa".
Bahan Gasa yang sempurna akan berwarna hitam mengkilap dan apabila tidak demikian maka bahan ini dilebur kembali dengan diberi tambahan bekas kikiran dan kulit padi yang akan membersihkan kotoran¬-kotoran yang tidak diperlukan.
Kowi yang dipergunakan juga bermacam-macam menurut jumlah volume logam yang akan dicampur, sehingga satu kali peleburan dengan isi maksimal 2000 cc dapat membentuk satu atau beberapa bilah Gamelan.
2). Menyingi
Menyingi atau Mencetak leburan logam merupakan phase kedua yang akan membentuk bilah atau bulat dengan tiga bentuk cetakan ialah :
1. Bentuk Dawan atau bentuk bulat panjang yang akan membentuk bilah.
2. Bentuk Bundar dengan volume setengah bulatan untuk pembuatan pencon.
3. Bentuk Pasinngen atau Cebongan (Rerudu)
Dari bentuk-bentuk cetakan tersebut kemudian dituangkan leburan Gasa yang diproses kemudian untuk dibentuk lebih jelas lagi.
3). Menempa
Proses untuk pembentukan Gasa kemudian ialah dengan menempa menjadi bentuk yang dimaksudkan. Tukang tempa ini di dalam pembuatan gamelan disebut pandai (pande) dipimpin oleh seorang Empu dengan Pandai sejumlah 4 orang dengan 4 jenis palu yang besarnya berbeda.
Palu yang dipergunakan ini dengan nama-nama, yang terkecil ialah "Palu Ngajeng" yang dipegang oleh Pandai yang bernama "Wirun", kamudian palu yang lebih -besar disebut " Palu Tengah" oleh "Handaga" palu yang lebih besar lagi disebut "Palu Pengapit" dipegang oleh Kartala dan palu yang terbesar disebut "Palu Tepong" dipegang oleh Brajanta.
Penggemblengan logam ini dilakukan dengan ritme 4 berkesinambungan sampai Gasa menjadi tipis. Proses penggemblengan ini akan berhenti berturut-turut dimulai oleh Brajanata kemudian dengan irama "Tiga" dan sampai Kartala berhenti terakhir hanya tinggal Wirun saja yang masih menggembleng.
Logam Gasa yang sudah mulai membentuk kemudian disempurnakan oleh Empu sampai kepada bentuk yang dimaksudkan dengan sesekali memasukkan Gasa ini ke dalam Prapen, yang apabila sampai menjadi merah warnanya baru dilakukan penempaan lagi.
Sementara itu tukang "Lamus" ialah pembantu yang melayani peniupan angin dengan lamus akan tetap mengikuti isyarat Empu untuk mempercepat angin atau sebaliknya.
Untuk pembuatan instrumen yang berbentuk bulat dengan pencon seperti Kenong, Gong atau Kempul ; penggemblengan ini dilakukan pada hasil cetakan yang berbentuk piring, yang ditempa dari dalam keluar sehingga menjadi bentuk melebar.
Proses kemudian setelah sampai pada diameter yang dimaksudkan pada pinggirnya dibentuk melengkung dengan pukulan dan palu tertentu. Bentuk bekas pukulan ini masih terlihat pada Gong dan Kempul selain bagian Pencon yang dihaluskan sampai mengkilat.
Pada waktu 4 orang pandai ini menempa lempengan Gamelan, maka Empu atau di dalam urutan ini dipanggil Panji Sepuh bertugas mengarahkan keempat Pandai dengan memegang sebatang besi panjang yang ujungnya berbentuk kait disebut "Penyukat"; dengan memutar dan menggerakkan lempengan Gasa pada posisi yang tepat.
Phase yang paling sulit ialah pada waktu menempa untuk membuat Pencon dan melipat pinggiran sebuah Gong. Dengan mempergunakan pelbagai palu yang khusus untuk maksud ini, Panji Ageng membuat gerakan dengan palu seperti gerakan memacul supaya mendapat pinggiran, sambil memutar lempengan Gasa.
Sedangkan untuk membuat Pencon juga dengan bermacam-macam cara, diantaranya memukul tengah lempengan Gasa dengan palu yang ujungnya berbentuk bulat telor, sampai memperoleh bentuk Pencon yang dimaksudkan; dan cara lain yang sudah tidak biasa dipergunakan ialah dengan meletakkan lempengan Gasa di atas batu yang berlubang sebesar Pencon dan kemudian memukulnya pada lempengan yang terletak di atas lubang batu tersebut.
Pada waktu pembuatan bilah-bilah seperti untuk bila Saron, bentuk hasil cetakan ditempa untuk dipadatkan sambil membentuk bilah yang dimaksudkan.
Ada sejumlah penampang bilah dengan gaya masing-masing seperti bilah Mataram atau bentuk-¬bentuk lain.
Bentuk penampang Bilah tersebut jugs dipergunakan untuk Bilah Gender, akan tetapi pada Gender biasanya mempergunakan bentuk "Kruwengan".
Dari bentuk-bentuk tersebut apabila dikem¬bangkan selanjutnya dapat memperoleh bentuk hasil gabungan antara beberapa gaya, seperti bentuk "Jayabaya", bentuk "Siyem", bangun "Mojopahit" dan bangun "Pajang".
Bentuk-bentuk bangunan ini berkembang terus yang merupakan gabungan variasi dari bangunan asli dengan gaya masing-masing pembuat Gamelan. Hasil tempaan untuk bilah-bilah ini secara umum mempunyai ukuran yang ditetapkan oleh masingzmasing Empu Gamelan, akan tetapi pada umumnya bilah-bilah ini mempunyai ukuran :
Akan tetapi ukuran-ukuran ini dapat berubah tergantung pada hasil terakhir setelah di "Laras" atau "tuning", oleh karena perbandingan tebal masa tidak sesuai dengan volume; sehingga mungkin saja panjang Bilah ini dikikir dan disesuaikan dengan pitch yang dimaksud.
4). Membabar
Phase selanjutnya menurut urutan pembuatan gamelan ini ialah Membabar atau menyelesaikan babak akhir atau di dalam bahasa asingnya "finishing". Dalam taraf ini bentuk-bentuk gamelan telah jadi akan tetapi masih dengan permukaan yang kasar. Oleh karena itu pada pekerjaan selanjutnya ialah penyelesaian dengan mengikir dan menghaluskan permukaan-permukaannya dengan sangat hati-hati, supaya tidak merubah nada terlalu banyak.
Di dalarn pekerjaan mengikir ini mula-mula dengan kikir kasar, kemudian dengan kikir halus dan terakhir dengan kertas ampelas halus sampai permukaannya menjadi mengkilat.
Pada Bilah-Bilah Saron, Gender, Slenthem; kemudian pada Kenong, Ketuk dan Bonang dan kelompoknya; semua permukaan instrumen ini dihaluskan sampai mengkilat. Hanya pada Gong Ageng atau Gong Besar biasanya yang digosok pengkilat hanya pada Penconnya saja, sedangkan pada perrnulaan lain dibiarkan dengan warna aslinya yang kehitam¬-hitaman.
Urutan cara melakukan pekerjaan finishing ialah :
1. Mengikir dengan kikir kasar
2. Mengikir dengan kikir halus
3. Mengikir (menggosok) dengan pasir halus.
4. Menghaluskan pataran
5. Menggosok dengan batu timbul untuk meng¬hilangkan guratan kikir
6. Menggosok dengan batu asahan untuk meng¬menghilangkan guratan bekas batu timbul
7. Menggosok dengan arang untuk mengilangkan bekas guratan batu asahan
8. Menggosok dengan serbuk bata
9. Menggosok dengan obat gosok atau polish yang pada waktu ini banyak dijual
Sebutan untuk pekerjaan menggosok ini untuk bagian tertentu untuk Gamelan yang memiliki Pencu ialah :
a. Pencunya yang mengkilat disebut Gambang Repetang.
b. Pencu dan Rai : Padang Rembulan
c. Pencu, Rai, Recep sampai Dudu disebut Bopongan
d. Seluruhnya mengkilap disebut Gilapan.
Nama bagian dari Gamelan yang ber Pencu:
a. Pencu
b. Rai
c. Recep
d. Dudu
Nama-nama ini juga berlaku untuk instrumen serupa sampai pada bentuk yang lebih besar seperti pada Gong. Sebuah instrumen Idiophone yang bukan dari logam ialah : Gambang. Gambang ini disusun dengan bilah sebanyak 3 oktaf dan dengan pemukul yang tangkainya dibuat dari kayu atau tanduk, sedangkan kepala pemukul dari kayu bulat pipih dengan pinggiran dilapisi dengan lilitan tali "lawe" atau benang katun. Dibuat dari kayu seluruhnya, Gambang tidak mempergunakan bambu sebagai resonator, akan tetapi grabagan atau badan Gambang itulah yang menjadi resonator. Bilah-bilah instrumen ini biasanya dibuat dari kayu Selangking, kayu Sembiri atau kayu Gembuk. Jenis kayu-kayu ini tidak merubah warnanya meskipun terjadi perubahan cuaca atau temperatur, tetapi masih memiliki bunyi yang cerah dan hampir tidak terdengar suara overtone.
5). Melaras
Taraf terakhir dari pembuatan Gamelan ialah "Melaras" atau menyesuaikan nada yang didalam instrumen Barat disebut "tuning".01eh karena sebagian besar perangkat Gamelan ini dengan laras yang tetap¬kecuali Rebab, maka pekerjaan melaras tidak selamanya dilakukan pada waktu sebelum pagelaran akan tetapi dilakukan kira-kira dua tahun sekali.
Pekerjaan melaras Gamelan ini bukan tugas yang mudah oleh karena Gamelan tidak memiliki standar pitch seperti pada instrumen diatonik, melainkan disesuaikan pitch Gamelan yang ada. Memang ada sejumlah Empu Gamelan yang mendapat pesanan dengan standart pitch seperti pada A= 440, akan tetapi pada umumnya perangkat Gamelan satu dan lainnya akan berbeda sedikit yang menjadi warna dan watak Gamelan itu sendiri.
Cara melaras untuk Bilah seperti pada Saron. Gambang, Slenthem dan jenis Bilah lainnya ialah dengan mengurangi ketebalan Bilah dibandingkan dengan panjang Bilah.
Melaras sebuah Bilah dapat dilakukan dengan menggantungkan Bilah tersebut pada tali yang direntangkan. Kemudian pada Bila ini dipukul sehingga menimbulkan getaran. Apabila nada ini ketinggian maka untuk merendahkan nada tersebut ialah dengan menipiskan bagian tengah Bilah dengan kikir atau kertas ampelas, sedangkan untuk menaikkan nada ialah dengan menipiskan tepi Bilah.
Untuk mengurangi suara overtone pada Gender dan Slenthem, pada bilah-bilah tersebut dibawahnya diletakkan bambu atau Bumbung yang selain untuk mengurangi overtone tersebut juga sebagai resonator sehingga bunyinya menjadi lebih keras dan berdengung.
Bumbung dari bambu ini dilaras urr, K mem¬peroleh dengung yang tepat dengan mempergunakan pasir atau air. Caranya ialah dengan meletakkan Bilah yang sudah ditala di atas Bumbung resonator pada ketinggian tertentu, sedangkan pada alas Bumbung ini diisi dengan pasir. Pada waktu bilah dipukul maka dengung ini akan terjadi lebih keras pada volume Bumbung dengan mengurangi atau menambah jumlah pasir. Cara lain yang lebih mudah ialah dengan memasukkan alas Bumbung pada permukaan air. Dengan memukul Bilah di atas Bumbung ini maka dengan menaikkan dan menurunkan Bumbung akan memperoleh dengung yang tepat yang kemudian diberi tanda untuk ditutup pada tanda tersebut. Pada waktu ini Bumbung resonator ini kadang-kadang dibuat dari logam atau seng yang dibentuk seperti silinser yang besar di,ameternya disesuaikan dengan nada Bilah. Dengan sendirinya Bumbung yang sebelah kiri - nada rendah, akan mempunyai diameter lebih besar dan kemudian mengecil sampai pada ujung sebelah kanan. Untuk memperoleh resonansi yang bagus yang menimbulkan sonoritas bulat, sebenarnya Bumbung ini yang paling baik dibuat dari Bambu Rampal, Bambu Petung atau Bambu Gading yang pada ujung atasnya ditutup dengan lempengan atau seng yang sesuai dan diberi lubang yang disebut "Suweg".
Gender dan Slenthem yang mempergunakan Bumbung sebagai resonator ini akan kelihatan ruasnya dengan ruas yang pendek pada nada tinggi dan merendah pada nada-nada yang menjadi lebih rendah pula.
Pada instrumen yang memiliki Pencu seperti Kenong, Kempul dan Gong, maka pekerjaan menala ini dilakukan pada Pencu dengan prinsip menipiskan untuk memperoleh nada lebih tinggi dan sebaliknya melebarkan Bau atau sayap pada Gong. Akan tetapi penalaan instrumen ini jarang sekali, oleh karena instrumen-instrumen tersebut jarang sekali berubah nadanya.
Untuk menala sebuah perangkat Gamelan akan memakan waktu dua minggu untuk seluruh instrumen, yang sudah tentu bukan pekerjaan ringan pekerjaan melaras atau menala kembali Gamelan ini.
Penutup
Demikianlah Proses pembuatan Gamelan ini yang sampai sekarang masih dilakukan secara tradisional, ditambah dengan upacara tertentu untuk pembuatan Gong. Seperti misalnya dengan "Lamus" yang biasanya dilakukan oleh tenaga manusia, alat ini juga tidak diganti dengan kipas listrik, dengan kepercayaan bahwa cara tradisional ini lebih sesuai untuk pembuatan Gamelan.
Hanya beberapa pembuat Garnelan yang diminta memproduksi perangkat Gamelan atas dasar pesanan, maka beberapa peralatan perlengkapan terpaksa diganti dengan yang lebih canggih supaya dapat mengejar waktu pembuatan.
Hiasan-hiasan "Prada" atau hiasan lain pada "Grobogan" atau badan Gamelan juga mempunyai nilai tertentu, oleh karena dengan hiasan-hiasan tersebut akan dilihat lebih indah dari pada Grobogan yang polos tanpa hiasan seperti pada gamelan yang dibuat dari besi. Jumlah instrumen ini juga bervariasi, seperti pada jumlah standar dengan 20 sampai 25 instrumen; pada waktu ini sudah ditambah dengan beberapa instrumen diatonik untuk memperoleh efek yang lain. Sampai pada waktu ini pembuat gamelan banyak dilakukan di daerah Bekonang, Sukoharjo Wilayah Surakarta, meskipun ada beberapa pembuat Gamelan di, daerah lain seperti di Bogor-Jawa Barat.
Kepustakaan
Dr. Mantle Hood "Patet in Javanese Music"
Jennifer Lindsay "Javan Gamelan". Tradisional Orchestra of Indonesia.
Jacobc Hasselt "De Gong- Fabricatee Te Semarang"
Wawancara dengan KRTMTH. Sundoro Widyodipuro Kepala Perpustakaan Istana Mangkunegaran (Mantan Kepala Pabrik Gamelan Pura Mangkunegaran)
Beberapa catatan "Pertukangan Membuat Gamelan" Akademi Seni Karawitan Surakarta (ASKI)
Pengamatan sendiri.
Rudi Badil/ Nurhadi Rangkuti “Rahasia di kaki Borobudur”
Musical Instrumen of The Wold Illustrated Encyclopedia Batam Book
G. Revesz Introduction to The Psycholology of Music
Sumber :
Prabowo Praharyawan, 1995/1996 “Proses Pembuatan Gamelan” Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
Dari seluruh perangkat yang didominasi oleh instrumen perkusi, kelompok perkusi logam yang terbanyak jenisnya selain gambang yang hanya satu¬'atunya di dalam kelompok perkusi.
Dengan demikian pembuatan gamelan ini sebagian besar dipusatkan kepada proses pembentukan logam yang akan dijadikan Gamelan, dengan cara mencapur beberapa jenis logam di dalam takaran yang tepat untuk memperoleh suara dan sonoritas yang bulat. Kata "Gamelan" di dalam bahasa wawa atau dengan kata lain "Gangsa" yang berarti logam campuran antara Tembaga dan Rejasa, atau juga berarti rumus pencampuran kedua logam tersebut di dalam perbandingan Tiga (3) dan Sedasa (10); yang bertati 3 untuk ukuran Timah dan 10 untuk ukuran. Tembaga.
Takaran perbandingan antara Tembaga dan Timah ini harus tepat sekali, dan Empu Gamelan sendiri yang akan meneliti dan menakar supaya memperoleh campuran murni yang disebut Perunggu.
Seluruh proses pembuatan Gamelan ini dibagi menjadi 5 phase :
1. Membesot : melebur campuran
2. Menyingi : mencetak
3. Menempa : membentuk dengan memukul dengan mempergunakan pemu¬kul tertentu.
4. Membabar : penyelesaian terakhir (finishing)
5. Melaras : menyesuaikan nada (tuning)
1). Membesot
Pada waktu 4 orang pandai ini menempa lem¬pengan Gamelan, maka Empu atau di dalam urutan dipersiapkan dahulu yang disebut "Kowi" ialah berbentuk mangkuk yang dibuat dari bahan tanah liat yang dicampur dengan kulit padi dengan cara tradisional yang masih dipergunakan sampai sekarang. Selain itu juga dipersiapkan "Prapen" atau tempat perapian yang dilengkapi dengan "Lamus" atau alat untuk menghembuskan angin supaya memperoleh suhu yang cukup panas.
Kowi yang sudah jadi kemudian diisi dengan campuran logam tersebut dan dipanaskan di atas Prapen sehingga mencapai 3000° C, sehingga menjadi semacam bubur besi yang berwarna keputihan dan menjadi bahan Perunggu yang disebut "Gasa".
Bahan Gasa yang sempurna akan berwarna hitam mengkilap dan apabila tidak demikian maka bahan ini dilebur kembali dengan diberi tambahan bekas kikiran dan kulit padi yang akan membersihkan kotoran¬-kotoran yang tidak diperlukan.
Kowi yang dipergunakan juga bermacam-macam menurut jumlah volume logam yang akan dicampur, sehingga satu kali peleburan dengan isi maksimal 2000 cc dapat membentuk satu atau beberapa bilah Gamelan.
2). Menyingi
Menyingi atau Mencetak leburan logam merupakan phase kedua yang akan membentuk bilah atau bulat dengan tiga bentuk cetakan ialah :
1. Bentuk Dawan atau bentuk bulat panjang yang akan membentuk bilah.
2. Bentuk Bundar dengan volume setengah bulatan untuk pembuatan pencon.
3. Bentuk Pasinngen atau Cebongan (Rerudu)
Dari bentuk-bentuk cetakan tersebut kemudian dituangkan leburan Gasa yang diproses kemudian untuk dibentuk lebih jelas lagi.
3). Menempa
Proses untuk pembentukan Gasa kemudian ialah dengan menempa menjadi bentuk yang dimaksudkan. Tukang tempa ini di dalam pembuatan gamelan disebut pandai (pande) dipimpin oleh seorang Empu dengan Pandai sejumlah 4 orang dengan 4 jenis palu yang besarnya berbeda.
Palu yang dipergunakan ini dengan nama-nama, yang terkecil ialah "Palu Ngajeng" yang dipegang oleh Pandai yang bernama "Wirun", kamudian palu yang lebih -besar disebut " Palu Tengah" oleh "Handaga" palu yang lebih besar lagi disebut "Palu Pengapit" dipegang oleh Kartala dan palu yang terbesar disebut "Palu Tepong" dipegang oleh Brajanta.
Penggemblengan logam ini dilakukan dengan ritme 4 berkesinambungan sampai Gasa menjadi tipis. Proses penggemblengan ini akan berhenti berturut-turut dimulai oleh Brajanata kemudian dengan irama "Tiga" dan sampai Kartala berhenti terakhir hanya tinggal Wirun saja yang masih menggembleng.
Logam Gasa yang sudah mulai membentuk kemudian disempurnakan oleh Empu sampai kepada bentuk yang dimaksudkan dengan sesekali memasukkan Gasa ini ke dalam Prapen, yang apabila sampai menjadi merah warnanya baru dilakukan penempaan lagi.
Sementara itu tukang "Lamus" ialah pembantu yang melayani peniupan angin dengan lamus akan tetap mengikuti isyarat Empu untuk mempercepat angin atau sebaliknya.
Untuk pembuatan instrumen yang berbentuk bulat dengan pencon seperti Kenong, Gong atau Kempul ; penggemblengan ini dilakukan pada hasil cetakan yang berbentuk piring, yang ditempa dari dalam keluar sehingga menjadi bentuk melebar.
Proses kemudian setelah sampai pada diameter yang dimaksudkan pada pinggirnya dibentuk melengkung dengan pukulan dan palu tertentu. Bentuk bekas pukulan ini masih terlihat pada Gong dan Kempul selain bagian Pencon yang dihaluskan sampai mengkilat.
Pada waktu 4 orang pandai ini menempa lempengan Gamelan, maka Empu atau di dalam urutan ini dipanggil Panji Sepuh bertugas mengarahkan keempat Pandai dengan memegang sebatang besi panjang yang ujungnya berbentuk kait disebut "Penyukat"; dengan memutar dan menggerakkan lempengan Gasa pada posisi yang tepat.
Phase yang paling sulit ialah pada waktu menempa untuk membuat Pencon dan melipat pinggiran sebuah Gong. Dengan mempergunakan pelbagai palu yang khusus untuk maksud ini, Panji Ageng membuat gerakan dengan palu seperti gerakan memacul supaya mendapat pinggiran, sambil memutar lempengan Gasa.
Sedangkan untuk membuat Pencon juga dengan bermacam-macam cara, diantaranya memukul tengah lempengan Gasa dengan palu yang ujungnya berbentuk bulat telor, sampai memperoleh bentuk Pencon yang dimaksudkan; dan cara lain yang sudah tidak biasa dipergunakan ialah dengan meletakkan lempengan Gasa di atas batu yang berlubang sebesar Pencon dan kemudian memukulnya pada lempengan yang terletak di atas lubang batu tersebut.
Pada waktu pembuatan bilah-bilah seperti untuk bila Saron, bentuk hasil cetakan ditempa untuk dipadatkan sambil membentuk bilah yang dimaksudkan.
Ada sejumlah penampang bilah dengan gaya masing-masing seperti bilah Mataram atau bentuk-¬bentuk lain.
Bentuk penampang Bilah tersebut jugs dipergunakan untuk Bilah Gender, akan tetapi pada Gender biasanya mempergunakan bentuk "Kruwengan".
Dari bentuk-bentuk tersebut apabila dikem¬bangkan selanjutnya dapat memperoleh bentuk hasil gabungan antara beberapa gaya, seperti bentuk "Jayabaya", bentuk "Siyem", bangun "Mojopahit" dan bangun "Pajang".
Bentuk-bentuk bangunan ini berkembang terus yang merupakan gabungan variasi dari bangunan asli dengan gaya masing-masing pembuat Gamelan. Hasil tempaan untuk bilah-bilah ini secara umum mempunyai ukuran yang ditetapkan oleh masingzmasing Empu Gamelan, akan tetapi pada umumnya bilah-bilah ini mempunyai ukuran :
Bilah | Panjang | Lebar | Tebal |
Saron Demung | 26 cm | 6,8 cm | 1 cm |
Saron Barung | 19 cm | 4,7 cm | 1 cm |
Saron Peking | 14 cm | 3,5 cm | 3,3 cm |
Slenthem | 27 cm | 7,5 cm | 0,4 cm |
Gender | 14 cm | 9 cm | 0,6 cm |
Akan tetapi ukuran-ukuran ini dapat berubah tergantung pada hasil terakhir setelah di "Laras" atau "tuning", oleh karena perbandingan tebal masa tidak sesuai dengan volume; sehingga mungkin saja panjang Bilah ini dikikir dan disesuaikan dengan pitch yang dimaksud.
4). Membabar
Phase selanjutnya menurut urutan pembuatan gamelan ini ialah Membabar atau menyelesaikan babak akhir atau di dalam bahasa asingnya "finishing". Dalam taraf ini bentuk-bentuk gamelan telah jadi akan tetapi masih dengan permukaan yang kasar. Oleh karena itu pada pekerjaan selanjutnya ialah penyelesaian dengan mengikir dan menghaluskan permukaan-permukaannya dengan sangat hati-hati, supaya tidak merubah nada terlalu banyak.
Di dalarn pekerjaan mengikir ini mula-mula dengan kikir kasar, kemudian dengan kikir halus dan terakhir dengan kertas ampelas halus sampai permukaannya menjadi mengkilat.
Pada Bilah-Bilah Saron, Gender, Slenthem; kemudian pada Kenong, Ketuk dan Bonang dan kelompoknya; semua permukaan instrumen ini dihaluskan sampai mengkilat. Hanya pada Gong Ageng atau Gong Besar biasanya yang digosok pengkilat hanya pada Penconnya saja, sedangkan pada perrnulaan lain dibiarkan dengan warna aslinya yang kehitam¬-hitaman.
Urutan cara melakukan pekerjaan finishing ialah :
1. Mengikir dengan kikir kasar
2. Mengikir dengan kikir halus
3. Mengikir (menggosok) dengan pasir halus.
4. Menghaluskan pataran
5. Menggosok dengan batu timbul untuk meng¬hilangkan guratan kikir
6. Menggosok dengan batu asahan untuk meng¬menghilangkan guratan bekas batu timbul
7. Menggosok dengan arang untuk mengilangkan bekas guratan batu asahan
8. Menggosok dengan serbuk bata
9. Menggosok dengan obat gosok atau polish yang pada waktu ini banyak dijual
Sebutan untuk pekerjaan menggosok ini untuk bagian tertentu untuk Gamelan yang memiliki Pencu ialah :
a. Pencunya yang mengkilat disebut Gambang Repetang.
b. Pencu dan Rai : Padang Rembulan
c. Pencu, Rai, Recep sampai Dudu disebut Bopongan
d. Seluruhnya mengkilap disebut Gilapan.
Nama bagian dari Gamelan yang ber Pencu:
a. Pencu
b. Rai
c. Recep
d. Dudu
Nama-nama ini juga berlaku untuk instrumen serupa sampai pada bentuk yang lebih besar seperti pada Gong. Sebuah instrumen Idiophone yang bukan dari logam ialah : Gambang. Gambang ini disusun dengan bilah sebanyak 3 oktaf dan dengan pemukul yang tangkainya dibuat dari kayu atau tanduk, sedangkan kepala pemukul dari kayu bulat pipih dengan pinggiran dilapisi dengan lilitan tali "lawe" atau benang katun. Dibuat dari kayu seluruhnya, Gambang tidak mempergunakan bambu sebagai resonator, akan tetapi grabagan atau badan Gambang itulah yang menjadi resonator. Bilah-bilah instrumen ini biasanya dibuat dari kayu Selangking, kayu Sembiri atau kayu Gembuk. Jenis kayu-kayu ini tidak merubah warnanya meskipun terjadi perubahan cuaca atau temperatur, tetapi masih memiliki bunyi yang cerah dan hampir tidak terdengar suara overtone.
5). Melaras
Taraf terakhir dari pembuatan Gamelan ialah "Melaras" atau menyesuaikan nada yang didalam instrumen Barat disebut "tuning".01eh karena sebagian besar perangkat Gamelan ini dengan laras yang tetap¬kecuali Rebab, maka pekerjaan melaras tidak selamanya dilakukan pada waktu sebelum pagelaran akan tetapi dilakukan kira-kira dua tahun sekali.
Pekerjaan melaras Gamelan ini bukan tugas yang mudah oleh karena Gamelan tidak memiliki standar pitch seperti pada instrumen diatonik, melainkan disesuaikan pitch Gamelan yang ada. Memang ada sejumlah Empu Gamelan yang mendapat pesanan dengan standart pitch seperti pada A= 440, akan tetapi pada umumnya perangkat Gamelan satu dan lainnya akan berbeda sedikit yang menjadi warna dan watak Gamelan itu sendiri.
Cara melaras untuk Bilah seperti pada Saron. Gambang, Slenthem dan jenis Bilah lainnya ialah dengan mengurangi ketebalan Bilah dibandingkan dengan panjang Bilah.
Melaras sebuah Bilah dapat dilakukan dengan menggantungkan Bilah tersebut pada tali yang direntangkan. Kemudian pada Bila ini dipukul sehingga menimbulkan getaran. Apabila nada ini ketinggian maka untuk merendahkan nada tersebut ialah dengan menipiskan bagian tengah Bilah dengan kikir atau kertas ampelas, sedangkan untuk menaikkan nada ialah dengan menipiskan tepi Bilah.
Untuk mengurangi suara overtone pada Gender dan Slenthem, pada bilah-bilah tersebut dibawahnya diletakkan bambu atau Bumbung yang selain untuk mengurangi overtone tersebut juga sebagai resonator sehingga bunyinya menjadi lebih keras dan berdengung.
Bumbung dari bambu ini dilaras urr, K mem¬peroleh dengung yang tepat dengan mempergunakan pasir atau air. Caranya ialah dengan meletakkan Bilah yang sudah ditala di atas Bumbung resonator pada ketinggian tertentu, sedangkan pada alas Bumbung ini diisi dengan pasir. Pada waktu bilah dipukul maka dengung ini akan terjadi lebih keras pada volume Bumbung dengan mengurangi atau menambah jumlah pasir. Cara lain yang lebih mudah ialah dengan memasukkan alas Bumbung pada permukaan air. Dengan memukul Bilah di atas Bumbung ini maka dengan menaikkan dan menurunkan Bumbung akan memperoleh dengung yang tepat yang kemudian diberi tanda untuk ditutup pada tanda tersebut. Pada waktu ini Bumbung resonator ini kadang-kadang dibuat dari logam atau seng yang dibentuk seperti silinser yang besar di,ameternya disesuaikan dengan nada Bilah. Dengan sendirinya Bumbung yang sebelah kiri - nada rendah, akan mempunyai diameter lebih besar dan kemudian mengecil sampai pada ujung sebelah kanan. Untuk memperoleh resonansi yang bagus yang menimbulkan sonoritas bulat, sebenarnya Bumbung ini yang paling baik dibuat dari Bambu Rampal, Bambu Petung atau Bambu Gading yang pada ujung atasnya ditutup dengan lempengan atau seng yang sesuai dan diberi lubang yang disebut "Suweg".
Gender dan Slenthem yang mempergunakan Bumbung sebagai resonator ini akan kelihatan ruasnya dengan ruas yang pendek pada nada tinggi dan merendah pada nada-nada yang menjadi lebih rendah pula.
Pada instrumen yang memiliki Pencu seperti Kenong, Kempul dan Gong, maka pekerjaan menala ini dilakukan pada Pencu dengan prinsip menipiskan untuk memperoleh nada lebih tinggi dan sebaliknya melebarkan Bau atau sayap pada Gong. Akan tetapi penalaan instrumen ini jarang sekali, oleh karena instrumen-instrumen tersebut jarang sekali berubah nadanya.
Untuk menala sebuah perangkat Gamelan akan memakan waktu dua minggu untuk seluruh instrumen, yang sudah tentu bukan pekerjaan ringan pekerjaan melaras atau menala kembali Gamelan ini.
Penutup
Demikianlah Proses pembuatan Gamelan ini yang sampai sekarang masih dilakukan secara tradisional, ditambah dengan upacara tertentu untuk pembuatan Gong. Seperti misalnya dengan "Lamus" yang biasanya dilakukan oleh tenaga manusia, alat ini juga tidak diganti dengan kipas listrik, dengan kepercayaan bahwa cara tradisional ini lebih sesuai untuk pembuatan Gamelan.
Hanya beberapa pembuat Garnelan yang diminta memproduksi perangkat Gamelan atas dasar pesanan, maka beberapa peralatan perlengkapan terpaksa diganti dengan yang lebih canggih supaya dapat mengejar waktu pembuatan.
Hiasan-hiasan "Prada" atau hiasan lain pada "Grobogan" atau badan Gamelan juga mempunyai nilai tertentu, oleh karena dengan hiasan-hiasan tersebut akan dilihat lebih indah dari pada Grobogan yang polos tanpa hiasan seperti pada gamelan yang dibuat dari besi. Jumlah instrumen ini juga bervariasi, seperti pada jumlah standar dengan 20 sampai 25 instrumen; pada waktu ini sudah ditambah dengan beberapa instrumen diatonik untuk memperoleh efek yang lain. Sampai pada waktu ini pembuat gamelan banyak dilakukan di daerah Bekonang, Sukoharjo Wilayah Surakarta, meskipun ada beberapa pembuat Gamelan di, daerah lain seperti di Bogor-Jawa Barat.
Kepustakaan
Dr. Mantle Hood "Patet in Javanese Music"
Jennifer Lindsay "Javan Gamelan". Tradisional Orchestra of Indonesia.
Jacobc Hasselt "De Gong- Fabricatee Te Semarang"
Wawancara dengan KRTMTH. Sundoro Widyodipuro Kepala Perpustakaan Istana Mangkunegaran (Mantan Kepala Pabrik Gamelan Pura Mangkunegaran)
Beberapa catatan "Pertukangan Membuat Gamelan" Akademi Seni Karawitan Surakarta (ASKI)
Pengamatan sendiri.
Rudi Badil/ Nurhadi Rangkuti “Rahasia di kaki Borobudur”
Musical Instrumen of The Wold Illustrated Encyclopedia Batam Book
G. Revesz Introduction to The Psycholology of Music
Sumber :
Prabowo Praharyawan, 1995/1996 “Proses Pembuatan Gamelan” Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.