Pada awal Mei 2009 saya berkesempatan jalan-jalan di Kabupaten Bekasi. Salah satu bangunan peninggalan zaman kolonial yang saya kunjungi adalah Gedung Juang 45 atau lebih dikenal dengan sebutan Gedung Tinggi. Sangat disayangkan, bangunan yang banyak menyimpan sejarah ini belum dimanfaatkan secara maksimal
Dengan menyandang gelar “Kota Patriot”, Bekasi banyak menyimpan kenangan sejarah perjuangan anak bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan. Sayang, tonggak-tonggak kenangan itu mulai dilupakan. Untaian kata dalam sajak karya Chairil Anwar “Antara Krawang dan Bekasi” sudah mulai dilupakan anak sekolah. Dahulu, sajak ini merupakan sajak wajib yang harus difahami murid-murid karena merupakan salah satu muatan Seni Sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Selain untaian kata, patriotisme anak bangsa di Bekasi juga tercermin pada beberapa bangunan lama yang menjadi saksi bisu perjuangan. Sebagaimana nasib “Antara Karawang dan Bekasi”, bangunan yang dikenal dengan sebutan Gedung Tinggi, di Jalan Sultan Hasanuddin No. 5, Tambun, ini juga mulai dilupakan.
Gedung Tinggi atau yang bernama resmi Gedung Juang 45, merupakan bangunan yang sangat bersejarah. Bangunan tinggalan masa kolonial Belanda ini letaknya tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Tambun. Gedung ini merupakan salah satu saksi bisu perjuangan rakyat Bekasi saat revolusi fisik. Ketika itu daerah Tambun dan Cibarusah menjadi pusat kekuatan pasukan Republik Indonesia (RI). Karena Belanda mendapat serangan bertubi-tubi dari pasukan RI, pertahanan di Bekasi ditinggalkan. Belanda lebih memusatkan diri ke daerah Klender, Jakarta Timur. Dengan lemahnya kekuatan Belanda di Bekasi, Gedung Tinggi berhasil direbut kemudian dijadikan front pertahanan Bekasi- Jakarta. Begitulah sedikit catatan peristiwa heroik di Bekasi.
Lokasi Gedung Juang mudah dijangkau karena berada di pusat kota Tambun. Dari jalan raya mudah terlihat. Pada lahan Kompleks Gedung Juang 45 terdapat beberapa unit bangunan. Pada bagian depan kompleks merupakan halaman yang sebagian merupakan taman. Pada bagian tengah halaman depan terdapat bangunan monumen yang pada bagian atas terdapat patung pejuang. Beberapa bangunan di kompleks Gedung Juang menempati halaman sisi utara. Pada bagian barat terdapat bangunan menghadap ke timur, yang sekarang untuk Kantor Legiun Veteran Republik Indonesia dan Kantor Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI). Bagian tengah terdapat gedung induk yang biasa disebut dengan istilah Gedung Tinggi. Bangunan ini menghadap ke arah selatan. Di sebelah timur Gedung Tinggi terdapat satu unit bangunan menghadap ke arah selatan yang sekarang untuk Kantor Pemadam Kebakaran (Damkar). Di sebelah timur gedung Damkar terdapat satu unit bangunan menghadap ke barat, merupakan bagian perkantoran Pemadam Kebakaran.
Terancam Rusak
Konon, pada tahun 1910 seorang tuan tanah keturunan Cina bernama Kouw Tjing Kee mendirikan bangunan ini. Setelah melalui berbagai peristiwa sejarah, pada tahun 1962 Gedung Tinggi ini menjadi milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Terakhir kali difungsikan untuk Perpustakaan Daerah Kabupaten Bekasi. Beberapa tahun yang lalu Perpustakaan Daerah dipindahkan ke lokasi baru dan Gedung Tinggi tidak difungsikan lagi. Kondisi demikian inilah yang menjadikan salah satu gedung bersejarah di Bekasi ini terancam rusak.
Kondisi gedung yang terdiri dua lantai dengan arsitektur campuran antara arsitektur Eropa (gaya Gothic) dan arsitektur Cina ini, sekarang masih kokoh. Dari depan tampak pintu utama berada tepat di bagian tengah. Di bagian depan dilengkapi serambi. Pada dinding luar sebelah kanan jalan masuk ke serambi terdapat tempelan tulisan INGR ARCHT BUR: BOND EN OGILVIE. Memasuki pintu utama akan sampai pada suatu ruangan yang di tengahnya terdapat tangga menuju lantai dua.
Di sebelah kanan dan kiri ruangan terdapat beberapa ruang kamar. Lantai ruangan berupa ubin lama buatan Batavia dengan motif lingkaran-lingkaran berwarna merah dan kuning. Pada dinding juga terdapat tempelan ubin berhias motif garis melingkar berwarna coklat di atas dasar kuning. Pada bagian belakang gedung, dari ruangan di tengah dengan melewati pintu yang terdapat di kanan dan kiri tangga, terdapat ruangan luas. Di sebelah barat ruangan terdapat semacam dapur atau minibar. Pada dinding minibar terdapat hiasan ubin keramik Delf berhias anak-anak sedang bermain.
Memasuki ruangan lantai dua harus ekstra hati-hati. Tangga naik tertutup kotoran kelelawar yang cukup tebal. Bau kotoran sangat menyengat. Kadang-kadang dapat dijumpai kelelawar sedang merangkaki anak tangga. Sampai di ruangan lantai dua kotoran kelelawar semakin tebal, bau semakin menyengat, dan suara cericit semakin bising. Bagi yang berkeinginan untuk sampai di sini sebaiknya mengenakan topi lebar, karena kotoran kelelawar berjatuhan bagaikan hujan gerimis. Pada salah satu ruangan kamar yang berada di sisi barat terlihat berkarung-karung kotoran kelelawar yang akan dimanfaatkan untuk bahan pupuk. Dari lantai dua ini, terlihat ratusan bahkan ribuan kelelawar bergelantungan di atap bangunan yang berkonstruksi baja.
Kondisi lantai dua masih kokoh. Pintu dan jendela dalam kondisi masih bagus. Bagian depan dilengkapi serambi, demikian juga pada bagian belakang. Hal yang menarik di lantai dua adalah pada ruang tengah terdapat jembatan yang menghubungkan bagian depan dan bagian belakang. Serambi juga terdapat pada samping barat dan samping timur. Pada serambi belakang bagian timur terdapat tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua. Tampaknya tangga ini sering digunakan para pengunjung untuk memenuhi rasa ingin tahu rahasia di lantai dua. Beberapa coretan banyak dijumpai di sekitar tangga. Bahkan pada salah satu daun pintu yang terdapat di bagian timur, penuh dengan karya vandalisme.
Galeri atau Museum
Secara umum kondisi Gedung Tinggi masih kokoh. Pasokan listrik juga cukup memberi penerangan. Dengan demikian sangat sayang bila dibiarkan tidak termanfaatkan. Memang ada wacana untuk menjadikan Gedung Tinggi sebagai galery atau museum daerah yang menyajikan sejarah perjuangan masyarakat Bekasi. Letak yang strategis dan masih kokohnya bangunan merupakan suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan wacana tersebut. Namun semua itu juga harus mempertimbangkan faktor peluang. Konon sejak tahun 1962 gedung ini menjadi milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Nah, bagaimana di era otonomi sekarang? Mungkinkah Gedung Tinggi dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi? Atau oleh Pemerintah Provinsi? Peluang inilah yang harus dipertimbangkan, semoga Gedung Tinggi dapat memberikan gambaran jelas mengenai patriotisme masyarakat Bekasi.
Sumber : http://arkeologisunda.blogspot.com