Oleh Elin Yunita Kristanti
Indonesia dan Malaysia banyak punya kesamaan, termasuk soal kuliner. Tempe di Indonesia juga biasa dikonsumsi di negeri jiran, tapi dengan nama sedikit berbeda, yaitu “tempeh”. Demikian juga dengan lontong yang di Malaysia dikenal dengan “nasi himpit”, atau “kuih bingka” yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama “bika Ambon”. Kesamaan kuliner dua negara inilah yang menjadi salah satu kajian dalam Konferensi Internasional Hubungan Indonesia-Malaysia di Universitas Malaya, Malaysia.
Dalam makalah yang disampaikan Profesor Sudrajati Ratnaningtyas dari Universitas Winaya Mukti Bandung, secara kultural Indonesia, kuliner Malaysia, dan Singapura punya kesamaan, sama-sama Melayu. "Tak ada satu negara yang boleh mengklaim secara ekslusif satu masakan tertentu," kata dia, seperti dimuat New Sabah Times, Kamis 26 November 2009. Dilihat dari sejarahnya, kuliner Melayu adalah perpaduan dari beberapa unsur budaya yakni China, India, Arab, dan Eropa. "Paduan unsur-unsur itu membentuk satu aliran kuliner yang unik," kata Ratna.
Terkadang, kata dia, sebuah makanan diklaim secara eksklusif oleh sebuah negara, namun dengan nama yang sama juga diklaim negara lain. Tempe, misalnya, makanan juga dikonsumsi masyarakat China dengan nama “koji”. Meski harus diakui bahwa tempe merupakan kontribusi masyarakat Jawa dalam khasanah kuliner, namun makanan sejenis sudah dikenal di China 5.000 tahun lalu.
Ratna juga menyoroti sebuah laman Malaysia yang mengklaim 100 “masakan asli Malaysia”, yang merupakan aksi balasan klaim sejumlah orang Indonesia atas rendang. Di antara 100 makanan yang diklaim Malaysia tersebut terdapat nasi lemak, nasi ulam, nasi kerabu, laksa, rendang, serunding (serundeng), kari kepala ikan, roti canai, tosai, dan kuih bakul. Menurut Ratna, klaim atas beberapa makanan seperti rendang, laksa, dan beberapa masakan harus dilihat secara utuh, dan memperhatikan unsur sejarah.
Bumbu rendang, yang dikalim dua negara, Indonesia dan Malaysia, kata dia, telah dikenal pada era Majapahit pada Abad ke-14. Setelah Majapahit menduduki Palembang, ibu kota Sriwijaya, laksa menjadi makanan favorit para petinggi Majapahit. "Sekarang laksa yang aslinya dari India menjadi makanan spesial baik di Indonesia, Malaysia, maupun Singapura," kata Ratna. Setelah runtuhnya Majapahit, Portugis menduduki Malaka dan juga menyebarkan pengaruh kulinernya.
Kajian sejarah kuliner Melayu diharapkan bisa mencerahkan kontroversi dan aksi saling klaim masakan tertentu, khususnya antara Indonesia dan Malaysia. Menurut Ratna, yang harus dipahami adalah bahwa ada kesamaan kultur di antara dua negara serumpun itu. "Budaya bukan suatu hal yang berdiri sendiri, lebih baik kita berbagi daripada saling klaim," kata dia.
__________
Elin Yunita Kristanti, Jurnalis www.vivanews.com.
Sumber : http://nasional.vivanews.com
Indonesia dan Malaysia banyak punya kesamaan, termasuk soal kuliner. Tempe di Indonesia juga biasa dikonsumsi di negeri jiran, tapi dengan nama sedikit berbeda, yaitu “tempeh”. Demikian juga dengan lontong yang di Malaysia dikenal dengan “nasi himpit”, atau “kuih bingka” yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama “bika Ambon”. Kesamaan kuliner dua negara inilah yang menjadi salah satu kajian dalam Konferensi Internasional Hubungan Indonesia-Malaysia di Universitas Malaya, Malaysia.
Dalam makalah yang disampaikan Profesor Sudrajati Ratnaningtyas dari Universitas Winaya Mukti Bandung, secara kultural Indonesia, kuliner Malaysia, dan Singapura punya kesamaan, sama-sama Melayu. "Tak ada satu negara yang boleh mengklaim secara ekslusif satu masakan tertentu," kata dia, seperti dimuat New Sabah Times, Kamis 26 November 2009. Dilihat dari sejarahnya, kuliner Melayu adalah perpaduan dari beberapa unsur budaya yakni China, India, Arab, dan Eropa. "Paduan unsur-unsur itu membentuk satu aliran kuliner yang unik," kata Ratna.
Terkadang, kata dia, sebuah makanan diklaim secara eksklusif oleh sebuah negara, namun dengan nama yang sama juga diklaim negara lain. Tempe, misalnya, makanan juga dikonsumsi masyarakat China dengan nama “koji”. Meski harus diakui bahwa tempe merupakan kontribusi masyarakat Jawa dalam khasanah kuliner, namun makanan sejenis sudah dikenal di China 5.000 tahun lalu.
Ratna juga menyoroti sebuah laman Malaysia yang mengklaim 100 “masakan asli Malaysia”, yang merupakan aksi balasan klaim sejumlah orang Indonesia atas rendang. Di antara 100 makanan yang diklaim Malaysia tersebut terdapat nasi lemak, nasi ulam, nasi kerabu, laksa, rendang, serunding (serundeng), kari kepala ikan, roti canai, tosai, dan kuih bakul. Menurut Ratna, klaim atas beberapa makanan seperti rendang, laksa, dan beberapa masakan harus dilihat secara utuh, dan memperhatikan unsur sejarah.
Bumbu rendang, yang dikalim dua negara, Indonesia dan Malaysia, kata dia, telah dikenal pada era Majapahit pada Abad ke-14. Setelah Majapahit menduduki Palembang, ibu kota Sriwijaya, laksa menjadi makanan favorit para petinggi Majapahit. "Sekarang laksa yang aslinya dari India menjadi makanan spesial baik di Indonesia, Malaysia, maupun Singapura," kata Ratna. Setelah runtuhnya Majapahit, Portugis menduduki Malaka dan juga menyebarkan pengaruh kulinernya.
Kajian sejarah kuliner Melayu diharapkan bisa mencerahkan kontroversi dan aksi saling klaim masakan tertentu, khususnya antara Indonesia dan Malaysia. Menurut Ratna, yang harus dipahami adalah bahwa ada kesamaan kultur di antara dua negara serumpun itu. "Budaya bukan suatu hal yang berdiri sendiri, lebih baik kita berbagi daripada saling klaim," kata dia.
__________
Elin Yunita Kristanti, Jurnalis www.vivanews.com.
Sumber : http://nasional.vivanews.com