Jika berkunjung ke Banjarmasin atau Martapura dan kota-kota lain di Kalimantan Selatan, pastikan selain mengamati rumah banjar di darat juga meluangkan waktu melihat lanting. Lanting merupakan rumah terapung di tepi sungai yang ditambatkan di darat.
Di tepi Sungai Martapura di pusat kota Banjarmasin, juga bisa dijumpai sisa-sisa rumah lanting. Beberapa di antaranya menjadi tempat tambat speedboat, dan ada juga yang menjadi bengkel yang melayani servis mesin perahu kelotok (perahu bermesin khas Kalsel) serta speedboat.
Pengurus Pusat Pengkajian Islam Bidang Sejarah dan Budaya Banjar, Zulfa Jamalie, mengemukakan, peradaban Banjar seperti peradaban dunia lainnya berasal dari sungai dan lanting itu. "Rumah lanting ada sebelum rumah adat banjar lainnya," ungkapnya.
Zulfa memaparkan, pada abad ke-18 hingga abad ke-19, perairan di Banjarmasin dan Kalsel umumnya masih dijejali rumah-rumah terapung yang disangga balok-balok kayu utuh. Penataan lanting yang berderet itu membuat kagum para pendatang dan masuk dalam berita Dinasti Ming di China tahun 1618 yang menyebutkan, di Banjarmasin ada rumah di atas rakit seperti yang ada di Palembang.
Kini, rumah lanting menjadi kontroversial seiring penataan kota yang tidak berpihak pada penataan kawasan sungai. Lanting dianggap "mengganggu" pemandangan karena menimbulkan kesan jorok dan kumuh.
Wakil Sekretaris Lembaga Budaya Banjar Syarifudin R menyebutkan, lanting justru memiliki kearifan tradisional yang tak terpikirkan manusia modern. "Rumah lanting itu menjadi penghambat laju arus sungai yang berarti membantu menahan banjir," ujarnya.
Saat ini lanting tidak hanya terancam oleh penggusuran. Rusaknya hutan dan daerah aliran sungai bagian hulu juga menjadikan lanting makin tak memiliki masa depan. "Banyak kawasan sungai yang dulu sebagai tempat lanting sekarang sudah tidak cocok karena air dangkal waktu kemarau," ungkap Zulfa.
Tidak hanya itu. Langkanya kayu hutan mengakibatkan orang susah mendapatkan balok kayu yang digunakan untuk penopang atau rakit. "Balok kayu sekarang mahal, tapi sebenarnya bisa diganti dengan drum," ujarnya.
Hingga kini rumah lanting masih bisa ditemui di perairan Sungai Martapura, dan sungai-sungai di bagian dalam. Rumah lanting itu tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi sekarang berkembang menjadi toko terapung.
Di Lokbaintan Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, di Muara Kuin Banjarmasin, dan di Muara Mantuil Banjarmasin, kini bertebaran toko terapung. Rumah portable yang bisa dipindah-pindah itu hingga kini masih berjaya di tengah gelombang modernisasi.
Wali Kota Banjarmasin Midfai Yabani pernah melontarkan gagasan untuk menata kawasan Muara Mantuil sebagai kawasan percontohan penataan rumah lanting. Nantinya kawasan itu diharapkan bisa menjadi aset wisata daerah yang khas.
Zulfa berpendapat, ide Midfai Yabani perlu dikembangkan karena bagaimanapun lanting merupakan warisan peradaban Kalsel, dan menjadi identitas yang tak boleh lepas. "Jika lepas maka hilanglah identitas budaya kita," tuturnya.
Wakil Sekretaris Lembaga Budaya Banjar Syarifudin R menyebutkan, ke depan pemerintah setempat harus mempertahankan mati-matian identitas dan penanda budaya Banjar itu. "Jika ditata, rumah lanting bisa bermanfaat sebagai penahan gelombang air sungai," tegasnya.
Sumber: www.kompas.co.id
Photo : http://www2.jawapos.co.id