Museum Ronggowarsito, Semarang, terletak tepatnya di Jalan Abdulrahman Saleh, No. 1, Semarang. Museum ini seluas 8.438 meter persegi yang berdiri di atas lahan seluas 2 Hektare. Di depan pintu masuk, tampak ukiran huruf Jawa Kuno berisi pupuh 2 dan 7 Serat Kalatidha terpahat di dinding kayu jati. Di samping pintu masuk terdapat patung kereta kuda raksasa yang ditarik oleh empat ekor kuda perkasa. Cat warna merah dan putih yang menempel pada tubuh kereta kuda itu melambangkan keperkasaan dan nilai Patriotik masyarakat Jawa Tengah ketika menghadapi para penjajah. Memasuki Museum lebih dalam lagi, pengunjung Museum dapat melihat ornamen – ornamen Jawa. Hal tersebut dapat dipahami, karena arsitektur bangunan museum ini terdiri atas kombinasi tradisional Joglo dengan arsitektur modern.
Museum Ronggowarsito memiliki empat bangunan penyimpanan koleksi, yakni laboratorium, perpustakaan, ruang administrasi, serta pendopo dan auditorium. Walaupun namanya Museum Ronggowarsito, gedung ini tidak khusus menyuguhkan karya pujangga besar dari Keraton Surakarta, yaitu Raden Ngabehi Ronggowarsito ( 1802 – 1873 Masehi ) yang terkenal dengan karyanya, “Serat Kalatidha”. Raden tersebutlah yang meramalkan “Zaman Edan”, suatu zaman di mana aturan – aturan dan hukum dilecehkan serta diabaikan.
Bp. Supardi, pemandu utama Museum Ronggowarsito, mengatakan, hampir 70 % ( persen ) pengunjung museum ini, adalah para pelajar, mulai dari tingkat taman kanak – kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Museum yang diresmikan oleh Bp. Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan saat itu adalah yang terbesar di Indonesia, terutama dari luas bangunannya, dan merupakan museum yang koleksi barang antiknya terbanyak. Museum Ronggowarsito memiliki koleksi hingga 50 ribu. Koleksi – koleksi itu terdiri atas koleksi sejarah, alam, arkeologi, kebudayaan, era pembangunan, serta wawasan nusantara dari Zaman Prasejarah, Kolonial Belanda, hingga era saat ini.
Seluruh koleksi Museum Ronggowarsito dipajang di empat gedung, masing – masing bangunan terdiri atas dua lantai. Gedung A lantai I disebut Ruang Geologi. Di pintu masuk gedung ini, terdapat Gunungan Blumabangan yang menggambarkan kehidupan alam semesta, manusia, dan lingkungannya. Koleksi yang mendominasi ruangan ini berupa aneka bebatuan, tanah, serta replika gua berair. Adapula batu meteorit seukuran dua kepalan tangan yang dipajang dalam almari kaca. Batu tersebut ditemukan di Mojogedang, Karanganyar, pada tahun 1984.
Gedung A lantai II dipadati koleksi fosil, mulai dari fosil gajah, kerbau, hingga fosil kayu. Kemudian, di Gedung B lantai dasar, digunakan untuk menyimpan berbagai ornamen bangunan tempat ibadah, dan alat – alat ibadah berbagai agama, misalnya Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lain – lain. Terdapat juga kitab suci Agama Islam, Al-Qur’an, tulisan tangan asli yang dibuat pada abad IX.
Di Gedung B lantai II, terpajang benda – benda peninggalan prasejarah dan peradaban Hindu – Buddha. Ada alat – alat batu dan logam menjadi sajian yang mewakili zaman prasejarah. Peradaban Hindu-Buddha di Jawa Tengah merupakan salah satu peradaban tertua di Indonesia. Arca – arca Hindu, misalnya Arca Siwa, Durga, Agastya, dan Ganesha, dari Candi Ngempon di Pringapus, Kabupaten Semarang, merupakan salah satu koleksi yang ada di ruangan seluas 400 meter persegi itu.
Di Gedung C lantai I, terdapat pameran diorama yang menampilkan 8 ( delapan ) adegan peristiwa bersejarah tentang perjuangan bangsa. Gedung C lantai atas merupakan ruang etnografi yang memperlihatkan kehidupan Masyarakat Jawa. Ada pula pemaparan tentang industri beselen ( pandai besi ) yang berisi informasi edukatif, khususnya, tentang pembuatan alat – alat pertanian dan pertukangan, alat rumah tangga, serta benda pusaka yang biasa dikerjakan oleh seorang Empu.
Lantai atas Gedung D digunakan sebagai tempat menyajikan kesenian berbagai daerah di Jawa Tengah yang berupa peralatan, jenis alat musik, serta aksesori untuk pagelaran atau pertunjukan. Di antaranya, adalah Barongan dan Kuda Lumping, yang kesemuanya merupakan kesenian pertunjukkan tradisional berbau magis, sehingga, membutuhkan seseorang yang bisa menetralkan pemain saat mengalami trans ( Kesurupan ). Barongan sudah dikenal sejak masa Hindu – Budha, jauh sebelum Agama Islam berkembang di daratan Jawa Tengah. Lantai bawah Gedung D terdiri atas beberapa ruangan yang memisahkan satu konsentrasi dengan ruangan konsentrasi yang lainnya. Ada ruang pembangunan, ruang numismatik atau heraldika, ruang tradisi nusantara, ruang intisari dan ruang hibah. Ruang hibah adalah ruang yang memamerkan koleksi yang dihibahkan oleh masyarakat, baik individu maupun instansi. Di ruangan hibah terdapat berbagai mata uang asing dan Indonesia. Tampak pula mata uang Sumenep yang dibuat di Meksiko dan beredar di Indonesia pada 1550 – 1610, yakni pada masa Kerajaan Sumenep dan Madura. Adapula tosan aji, keris, tombak, dan sepeda pengantar surat.
Di ruang koleksi emas, terpajang koleksi berbahan emas, yang dibuat pada zaman klasik, misalnya, gelang, kalung, kelat bahu, binggel, cincin stempel, keris, dan berbagai bentuk wadah, yang diketemukan di beberapa daerah, seperti Wonoboyo, Klaten, seberat 25 kg (kilogram).
Setiap harinya, Museum yang berdiri pada 5 Juli 1989 ini tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan pada masa liburan sekolah, jumlah pengunjung dapat mencapai lebih dari 1.000 orang per hari. Setiap pengunjung dewasa harus merogoh kocek Rp 4.000,- sedangkan bagi anak – anak, wajib membayar separuhnya. Apakah Anda juga berminat berlibur di Museum Ronggowarsito ?
Sumber : http://masterzukhruf.blogspot.com
Photo : http://1.bp.blogspot.com
Museum Ronggowarsito memiliki empat bangunan penyimpanan koleksi, yakni laboratorium, perpustakaan, ruang administrasi, serta pendopo dan auditorium. Walaupun namanya Museum Ronggowarsito, gedung ini tidak khusus menyuguhkan karya pujangga besar dari Keraton Surakarta, yaitu Raden Ngabehi Ronggowarsito ( 1802 – 1873 Masehi ) yang terkenal dengan karyanya, “Serat Kalatidha”. Raden tersebutlah yang meramalkan “Zaman Edan”, suatu zaman di mana aturan – aturan dan hukum dilecehkan serta diabaikan.
Bp. Supardi, pemandu utama Museum Ronggowarsito, mengatakan, hampir 70 % ( persen ) pengunjung museum ini, adalah para pelajar, mulai dari tingkat taman kanak – kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Museum yang diresmikan oleh Bp. Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan saat itu adalah yang terbesar di Indonesia, terutama dari luas bangunannya, dan merupakan museum yang koleksi barang antiknya terbanyak. Museum Ronggowarsito memiliki koleksi hingga 50 ribu. Koleksi – koleksi itu terdiri atas koleksi sejarah, alam, arkeologi, kebudayaan, era pembangunan, serta wawasan nusantara dari Zaman Prasejarah, Kolonial Belanda, hingga era saat ini.
Seluruh koleksi Museum Ronggowarsito dipajang di empat gedung, masing – masing bangunan terdiri atas dua lantai. Gedung A lantai I disebut Ruang Geologi. Di pintu masuk gedung ini, terdapat Gunungan Blumabangan yang menggambarkan kehidupan alam semesta, manusia, dan lingkungannya. Koleksi yang mendominasi ruangan ini berupa aneka bebatuan, tanah, serta replika gua berair. Adapula batu meteorit seukuran dua kepalan tangan yang dipajang dalam almari kaca. Batu tersebut ditemukan di Mojogedang, Karanganyar, pada tahun 1984.
Gedung A lantai II dipadati koleksi fosil, mulai dari fosil gajah, kerbau, hingga fosil kayu. Kemudian, di Gedung B lantai dasar, digunakan untuk menyimpan berbagai ornamen bangunan tempat ibadah, dan alat – alat ibadah berbagai agama, misalnya Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lain – lain. Terdapat juga kitab suci Agama Islam, Al-Qur’an, tulisan tangan asli yang dibuat pada abad IX.
Di Gedung B lantai II, terpajang benda – benda peninggalan prasejarah dan peradaban Hindu – Buddha. Ada alat – alat batu dan logam menjadi sajian yang mewakili zaman prasejarah. Peradaban Hindu-Buddha di Jawa Tengah merupakan salah satu peradaban tertua di Indonesia. Arca – arca Hindu, misalnya Arca Siwa, Durga, Agastya, dan Ganesha, dari Candi Ngempon di Pringapus, Kabupaten Semarang, merupakan salah satu koleksi yang ada di ruangan seluas 400 meter persegi itu.
Di Gedung C lantai I, terdapat pameran diorama yang menampilkan 8 ( delapan ) adegan peristiwa bersejarah tentang perjuangan bangsa. Gedung C lantai atas merupakan ruang etnografi yang memperlihatkan kehidupan Masyarakat Jawa. Ada pula pemaparan tentang industri beselen ( pandai besi ) yang berisi informasi edukatif, khususnya, tentang pembuatan alat – alat pertanian dan pertukangan, alat rumah tangga, serta benda pusaka yang biasa dikerjakan oleh seorang Empu.
Lantai atas Gedung D digunakan sebagai tempat menyajikan kesenian berbagai daerah di Jawa Tengah yang berupa peralatan, jenis alat musik, serta aksesori untuk pagelaran atau pertunjukan. Di antaranya, adalah Barongan dan Kuda Lumping, yang kesemuanya merupakan kesenian pertunjukkan tradisional berbau magis, sehingga, membutuhkan seseorang yang bisa menetralkan pemain saat mengalami trans ( Kesurupan ). Barongan sudah dikenal sejak masa Hindu – Budha, jauh sebelum Agama Islam berkembang di daratan Jawa Tengah. Lantai bawah Gedung D terdiri atas beberapa ruangan yang memisahkan satu konsentrasi dengan ruangan konsentrasi yang lainnya. Ada ruang pembangunan, ruang numismatik atau heraldika, ruang tradisi nusantara, ruang intisari dan ruang hibah. Ruang hibah adalah ruang yang memamerkan koleksi yang dihibahkan oleh masyarakat, baik individu maupun instansi. Di ruangan hibah terdapat berbagai mata uang asing dan Indonesia. Tampak pula mata uang Sumenep yang dibuat di Meksiko dan beredar di Indonesia pada 1550 – 1610, yakni pada masa Kerajaan Sumenep dan Madura. Adapula tosan aji, keris, tombak, dan sepeda pengantar surat.
Di ruang koleksi emas, terpajang koleksi berbahan emas, yang dibuat pada zaman klasik, misalnya, gelang, kalung, kelat bahu, binggel, cincin stempel, keris, dan berbagai bentuk wadah, yang diketemukan di beberapa daerah, seperti Wonoboyo, Klaten, seberat 25 kg (kilogram).
Setiap harinya, Museum yang berdiri pada 5 Juli 1989 ini tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan pada masa liburan sekolah, jumlah pengunjung dapat mencapai lebih dari 1.000 orang per hari. Setiap pengunjung dewasa harus merogoh kocek Rp 4.000,- sedangkan bagi anak – anak, wajib membayar separuhnya. Apakah Anda juga berminat berlibur di Museum Ronggowarsito ?
Sumber : http://masterzukhruf.blogspot.com
Photo : http://1.bp.blogspot.com