Bu Kasur (Pendidik)


Riwayat Singkat

Sandyah adalah nama Bu Kasur diberikan oleh ayah dan ibunya. Namun nama ini tidak begitu dikenal, sebab Sandyah lebih suka memakai nama suaminya. Sehingga ia lebih popular dengan sebutan Bu Kasur oleh anak didiknya.

Bu Kasur adalah wanita pujaan setiap anak Indonesia. Ia selalu disanjung, dipuja dan sisayang karena kebolehannya mendidik anak. Cara pendidikan yang dilakukannya adalah bermain sambil belajar. Dengan cara tersebut ia telah berhasil menempa proses perkembangan baik, baik mental, moral dan phisik anak ke arah perkembangannya dan ini telah menunjang program pemerintah.

Bu Kasur adalah anak tertua dari keluarga Pak Santoso. Sedang adiknya sebanyak empat orang, yaitu Oerip, Koestari, Moer dan Prajiman. Sebagai anak tertua ia sudah ditempa untuk lebih bersikap dewasa dan jadi panutan adik-adiknya. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap Bu Kasur yang selalu melindungi adik-adiknya. Juga Bu Kasur sangat cekatan menolong orang tuanya untuk mengurus rumah tangga.

Itulah jiwa kepemimpinan yang dimiliki Bu Kasur semasa remajanya dan hal itu selalu diperlihatkan oleh Bu Kasur baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah.

Sewaktu Bu Kasur mengikuti pendidikan di 1 Ste Gov Mulo (sekarang SMP Negeri 1), ia mengikuti latihan pramuka dan bergabung dengan pramuka Segitiga Biru (Pradvinder De Blauwe Driehoek). Bu Kasur aktif mengikuti kegiatan kepramukaan sebagai mata pelajaran ekstra kulikuler yang diadakan pada setiap Sabtu sore. Kegiatan yang dilakukan antara lain diskusi antar siswa, belajar dansa dan belajar bernyanyi.

Masa remaja yang dilalui Bu Kasur tidaklah seindah yang dialami remaja sekarang. Kondisi dan situasi jamannya juga turut menempa kepribadian Bu Kasur. Pada masa ini terjadinya Preang Dunia II dan Jepang masuk ke Indonesia dan menyebabkan sekolahnya di Bandung dan ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tingkat SMT (Sekolah Menengah Tinggi).

Pada masa Pemerintah Jepang selalu ada perintah untuk melaksanakan kerja bakti pada setiap sekolah. Karena itu ayah Bu Kasur berusaha untuk memperkerjakan Bu Kasur. Dan niat tersebut berusaha untuk mempekerjakan Bu Kasur. Dan niat tersebut berhasil karena Bu Kasur akhirnya mendapat pekerjaan sebagai pegawai Priangan Syuchokan bagian keuangan, dengan tugas mencatat pemasukan dan pengeluaran uang.

Tempat Bu Kasur bekerja ini merupakan langkah awal bagi kehidupannya, sebab di kantor tersebut ia bertemu dengan guru nyanyinya ketika sekolah di Bandung. Guru tersebut bernama Soeryono dan dipanggil dengan nama Pak Soer, kemudian nama ini berubah menjadi Pak Kasur. Dari sebutan nama itulah muncul nama Bu Kasur yaitu sejak Pak Kasur menikah dengan Sandyah pada tanggal 29 Juli 1946.

Sesudah berumah tangga, kehidupan bahter rumah tangga yang dialami Bu Kasur sangat menyedihkan, sebab ia selalu ditinggal pergi oleh Pak Kasur yang ketika itu sebagai anggota pergerakan pemuda dan harus selalu bergerak di front depan.

Kondisi seperti itu terasa sangat lama bagi Bu Kasur dan ini berlangsung sampai kedatangan tentara NICA di Indonesia. Sesudah itu mereka kembali bersatu dan mereka sama-sama mengungsi ke daerah Serayu. Pada masa saat inilah Bu Kasur merasakan hari-hari kebahagiannya.

Pada tahun 1950 keluarga Pak Kasur pindah ke Jakarta, dan memilih tempat tinggal di Jalan Haji Agus Salim No. 60. Kepindahan mereka ketika itu adalah disebabkan karena Pak Kasur dimutasikan oleh Departemen Penerangan sebagai temaptnya bekerja untuk menempati posisi di bidang Badan Sensor Film (BSF).

Berawal dari bimbingan Pak Kasur, Bu Kasur pun memulai aktivitasnya sebagai penterjemaah film dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Agar terjemaahannya lebih bagus, maka Bu Kasur terlebih dahulu menonton film tersebut. Hasil sebagai penterjemaah Bu Kasur mendapat honor sebanyak Rp. 60.000/satu film.

Dalam meniti karier Bu Kasur banyak belajar dari Pak Kasur. Ia belajar cara mengajar, mencipta lagu serta membuat artikel untuk dimuat di Mas Media. Bahkan bukan itu saja, pada kesempatan lain Pak Kasur juga sering menyuruh Bu Kasur untuk menggantikannya mengurus acara Panggung Gembira di RRI.

Perbedaan usia yang berbeda antara Pak Kasur dengan u Kasur telah membuat Bu Kasur lebih banyak belajar dari suaminya. Dan sebaliknya Pak Kasur sebagai suami selalu mengayomi dan bersikap kebapakan dalam menghadapi tindakan atau sikap Bu Kasur yang kadang menjengkelkannya. Sesuai dengan perjalanan waktu, maka Bu Kasur pun semakin mendalami karakter suaminya dan memahami akan sikap disiplin yang selalu diterapkan oleh Pak Kasur di tengah-tengah rumah tangganya.

Sikap dan tindakan Bu Kasur yang tegas sangat terasa bagi perkembangan karier Bu Kasur. Ia menyadari bahwa tindakan tegas, konsekwen dan berdisiplin tinggi yang diterapkan Pak Kasur merupakan modal baginya untuk meniti karier atau cita-citanya sebagai pendidik anak-anak balita. Oleh sebab itu Bu Kasur sangat berterima kasih kepada suaminya, karena Pak Kasurlah yang merintis cita-citanya yang sampai sekarang berlangsung dengan maju. Pak asur telah menghantar isterinya ke tingkat kepopuleran yang ia dambakan selama ini.

Pada tahun 1965 Pak Kasur secara tidak resmi telah membuka Taman Kanak-Kanak Mini dan ia memberi kesempatan kepada Bu Kasur untuk mengelolanya. TK ini diresmikan pada tahun 1967 dan dalam perkembangannya menjadi yayasan setia Balita.

Taman Kanak-Kanak Mini tersebut berada di Jalan Cikini V No. 3 Jakarta Pusat, muridnya yang mendaftar datang dari berbagai wilayah. Untuk memenuhi permintaan dari sebagian orang tua anak didik maka Pak Kasur membuka cabang di daerah Pasar Minggu, Cipinang Indah dan Kemang Pratama. TK Mini asuhan Bu Kasur tersebut dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu kelas Parkit untuk usia tiga tahun, Kelas Kutilang untuk usia empat tahun dan kelas Cendrawasih untuk usia lima tahun.

Dalam mengasuh anak didiknya, Bu Kasur mempunyai cara tersendiri, yaitu selalu menekankan sikap disiplin. Agar supaya pelajaran dapat berkesinambungan bagi anak-anak, maka Bu Kasur selalu mengundang orang tua murid untuk hadir di sekolah. Dengan demikian orang tua juga dapat mengerti cara mengajarkan anaknya. Dengan sistem ini telah berlangsung cara pendekatan secara kekeluargaan di TK mini.

Di sela-sela kesibakannya dalam mengurus TK, Bu Kasur masih dapat menyempatkan diri untuk pergi ke luar negeri atas undangan dari berbagai pihak. Tawarkan yang diberikan kepadanya adalah sebagai pembicara pada seminar-seminar ata memperkenalkan jenis alat musik Indonesia seperti angklung. Negara yang pernah dikunjungi adalah Jepang, Birma, Itali, Thailand, Stockhoin, Singapura dan lain-lain.

Kepergian Pak Kasur tidaklah memadamkan cita-citanya, bahkan kepergian suami tercinta telah membangkitkan semangatnya untuk berkarya. Masa-masa tuanya dimanfaatkan untuk terus mengabdi pada bidang yang dicintainya itu.

Karya yang dikerjakannya adalah membuat buku cerita dan menyusun kumpulan lagu anak-anak ciptaan Pak Kasur. Inilah obsesinya. Rencana Besar Bu Kasur adalah ingin membuat konser lagu anak-anak. Dengan demikian diharapkan anak-anak Indonesia akan mengenal dan terbiasa dengan alat-alat musik

Meskipun usianya telah senja, namun Bu Kasur tidak pernah merasa lelah. Kalau untuk kepentingan anak-anak rasanya tenaganya selalu ada. Gelak tawa, teriakan dan sorak sorai anak-anak adalah suasana yang menyenangkan bagi Bu Kasur.

Daya upya yang dilakukan Bu Kasur untuk kepentingan perkembangan anak didik telah mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah. Pada 27 Oktober 1992 Bu asur mendapat anugrah sebagai tanda kehormatan berupa Bintang Budaya Parana Dharma dari Pemerintah RI melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad hasan.

Selain penghargaan tersebut, ia juga dinibatkan sebagai salah seorang dari 21 ”kartini”. Dan ia juga pernah menerima Penghargaan dari Menteri Penerangan harmoko dalam sebuah Seminar.

Kini Bu Kasur hidup dalam kebahagiaan. Aktivitas yang sangat menonjol akhir-akhir ibi adalah sebagai pengasuh acara anak-anak ”Hi-Hip Hura-Hura” di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Espita Riama

Daftar Bacaan

Masa Depan, nomor 5 tahun IX edisi Berkala 1992/1993

Republika Minggu 2 April 1995

Mingguan Wanita Femina,

No. 1 XXIII tanggal 5 -11 Januari 1995

No. 2 XXIII tanggal 12 - 18 Januari 1995

No. 3 XXIII tanggal 19 - 25 Januari 1995

No. 4 XXIII tanggal 26 Januari - Februari 1995

Foto: http://win-ox.blogspot.com/

Sumber:

Ibrahim, Muchtaruddin, dkk. 1999. Ensiklopedi Tokoh Kebudayaan IV. Jakarta. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.