Seputar Apa Dan Bagaimana Bercerita Atau Mendongeng Yang Baik Kepada Anak-anak

Oleh : Irli Sri Suciati
Pustakawan Muda

Kegiatan mendongeng tidak semata-mata berarti menceritakan tentang dongeng-dongeng yang bermuatan kiah rekaan ataupun khayalan pada anak-anak. Lebih luas dari itu, mendongeng lebih berati bercerita tentang apa saja pada anak-anak atau para penyimak lainnya. Bahkan berita bisa bersumber dari buku-buku dongeng, cerita rakyat, fabel, dan sebagainya maupun karangan si pencerita sendiri. Memang dongeng bisa dinikmati siapa saja, namun sejauh ini anak-anak bisa dikatakan sebagai penonton atau sasaran utama.

Umumnya kegiatan mendongeng atau bercerita memang dekat dengan kehidupan anak-anak. Cerita-cerita yang dibacakan ataupun disampaikan umumnya dikemas sedemikian rupa agar dapat dicerna oleh anak-anak. Dengan kemampuan membaca yang rata-rata masih minim, penyampaian cerita secara lisan tepat ditujukan untuk anak-anak. Awal kegiatan mendongeng itu sebagai salah satu sarana hiburan maupun pengisi waktu luang. Apalagi dimasa belum ada alternatif hiburan dari media lain seperti televisi, mendongeng menjadi hiburan dan sekaligus sarana komunikasi seseorang dengan anak maupun lingkungannya.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, sama nasibnya dengan tradisi lisan lainnya, peran kegiatan mendongeng atau bercerita kemudian digantikan dengan media lain. Menyusul munculnya tradisi tulisan, perkembangan industri percetakan, hingga masa multi media seperti sekarang ini, cerita tidak harus dinikmati darimendengarkan omongan seorang pencerita. Peran pencerita digantikan oleh banyak pihak dan banyak bentuk dalam industri media hiburan. Diakui, selain sebagai salah satu bentuk hiburan, kegiatan mendongeng mempunyai posisi yang menguntungkan. Selain bertugas menghibur, kegiatan ini juga bisa menjadi sarana didaktis. Melalui ekspresi, penjiwaan dan komunikasi orang tua, anak akhirnya bisa mempersonifikasikan dan memilih unsur yang baik dari cerita. Hubungan kegiatan mendongeng dengan pembentukan kepribadian anak terjadi saat anak mulai dapat mengidentifikasikan tokoh.

Ketika anak ikut hanyut dalam cerita, ia segera melihat dongeng dari mata, perasaan dan sudut pandangnya. Melalui pendekatan mendongeng, nilai-nilai kemanusiaan dapat ditanamkan pada anak tanpa terasa seperti digurui. Proses penyerapan cerita dan pesan-pesan dibalik cerita sangat berharga bagi proses belajar anak. Proses ini bahkan terus berlanjut setelah kegiatan bercerita tersebut selesai, melalui diskusi atau tanya jawab yang berlangsung pada anak. Dengan memandang kegiatan mendongeng tidak semata sebagai sarana hiburan, muncul pertanyaan kualifikasi seperti apakah yang layak sebagai pendongeng atau pencerita yang baik.

Sejauh ini memang tidak ada batasan ataupun persyaratan ketat bagi seorang pendongeng. Namun beberapa pengamat menganggap unsur kedekatan pendongeng dan pendengar menjadi unsur yang patut dipertimbangkan. Yang pertama dan utama menjadi seorang pendongeng bagi anak adalah orang tua. Tugas bercerita ini terutama sebaiknya dilakukan oleh sang ibu yang sejak awal sudah memiliki kedekatan dengan anak. Selain orang tua belakangan memang bermunculan orang-orang yang secara khusus bercerita atau mendongeng bagi anak-anak. Dikalangan ini ada yang kemudian mengembangkan kemampuan mendongeng secara profesional dan dikenal sebagai pendongeng atau story teller.

Untuk menjadi pendongeng yang baik diperlukan beberapa kriteria antara lain :

Sang pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus. Kebanyakan cerita yang disampaikan seorang pendongeng bersumber dari buku. Tidak semua cerita itu siap untuk disampaikan pada anak-anak. Seringkali cerita dalam buku terlalu banyak dan akibatnya dapat membosankan anak-anak jika disampaikan secara lisan. Cerita-cerita ini masih harus dikemas lebih lanjut.

Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun proses penyampaiannya. Anak-anak biasanya melihat hal ini dari sang pendongeng.

Mendongeng yang baik berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita. Isi cerita yang baik harus mendidik atau memiliki pesan moral. Pesan moral tersebut tidak harus disampaikan langsung melalui ekspresi, figur, sikap dan suara seorang anak yang baik. Tidak harus selalu cerita yang disampaikan syarat dengan pesan moral. Ada dongeng yang memang semata-mata untuk menyenangkan anak-anak.

Selain itu untuk bisa mendongeng dengan teknik yang baik juga diperlukan ikatan batin dengan anak-anak. Seperti layaknya ikatan batin antara seorang anak dan ibu, sudah pasti sang anak akan merasa senang jika tahu sang ibu berada didekatnya. Ikatan batin ini dapat dicapai dengan berperilaku baik kepada anak-anak. Perlihatkan kalau kita senang dengan mereka. Tidak perlu diungkapkan, cukup ditunjukkan dan dirasakan saja. Apabila ikatan batin itu sudah terjalin dan anak-anak merasa senang dengan pendongeng, hasilnya apapun yang disampaikan pasti akan didengarkan.

Dalam praktiknya para pendongeng profesional pun kini benar-benar memperhatikan kebutuhan dan keinginan penontonnya. Tidak jarang pula kini pendongeng menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Seorang pendongeng juga harus memahami perkembangan anak-anak sesuai masa sekarang. Pada saat mendongeng kita harus bisa menyesuaikan dniri dengan anak-anak. Kita harus masuk ke gaya anak, harus lebih funky.

Kunci lain yangharus dimiliki oleh seorang pendongeng adalah keseriusan. Keseriusan yang dimaksud jelas-jelas membutuhkan wawasan yang luas, kondisi tubuh yang prima serta konsentrasi yang tinggi yang harus dimiliki seorang pendongeng.

Menjadikan bagian dari penonton, memiliki wawasan yang luas dan menjiwai cerita merupakan bekal yang harus dimiliki dari dalam diri para pendongeng. Semuanya semakin lengkap jika diperkaya dengan kreatifitas.

sumber : http://www.lurik.its.ac.id