Museum Kebudayaan Samparaja di Bima-NTB

Oleh Rochtri Agung Bawono

Museum Kebudayaan Samparaja di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), dibangun sejak tahun 1987 yang dirintis sekaligus didirikan oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin (anak ke-7 Sultan Salahuddin, Raja Kesultanan Bima). Tujuan pendirian Museum Kebudayaan Samparaja ialah penyelamatan peninggalan Kesultanan Bima terutama naskah-naskah lama dari kepunahan sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya daerah serta menjadikan museum sebagai sarana penelitian kebudayaan Bima. Status museum Kebudayaan Samparaja adalah museum pribadi yang terbuka untuk umum.

Koleksi yang dimiliki Museum Kebudayaan Samparaja antara lain naskah-naskah lama berhuruf Arab dan berbahasa Melayu yang ditulis sekitar abad XVII - XIX Masehi. Naskah-naskah tersebut memuat berbagai ilmu pengetahuan dan sejarah pemerintahan Bima, hukum adat dan hukum Islam yang diterapkan di Bima, Ilmu Pertanian, kelautan, perbintangan, hubungan interaksi dengan daerah lain maupun pedagang dari negeri asing. Tidak ketinggalan Kitab La Nonto Gama menjadi koleksi utama juga yaitu berupa kitab-kitab Al Quran yang ditulis dengan tangan yang merupakan peninggalan langsung Kesultanan Bima.

Selain kronik, manuskrip atau naskah-naskah lama, Museum Kebudayaan Bima juga mengoleksi benda etnografi budaya Bima, pakaian adat lama semasa Kesultanan Bima dari pakaian pangkat-pangkat adat, pakaian upacara adat, pakaian pengantin, pakaian adat anak-anak, ukiran kayu dan perak, serta keramik-keramik lama.

Seiring dengan perkembangan teknologi, maka sebagian koleksi Museum Kebudayaan Samparaja terutama berupa naskah lama sudah dikonservasi dan didokumentasikan. Konservasi dilakukan dengan melaminasi naskah sebanyak hampir 2.500 lembar yang diperkirakan mampu bertahan antara 50 hingga 100 tahun yang akan datang. Pendokumentasian berupa digitalisasi dan mikro film juga telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Jakarta yang mencakup hampir 2.200 lembar naskah lama. Sehingga keseluruhan naskah lama (manuskrip) yang sudah dilaminasi, didigitalisasi, dan dimikrofilmkan hampir berjumlah 4.700 lembar baik naskah lepas maupun yang dijilid.

Guna mempublikasikan hasil penelitian dan memudahkan dalam pencarian naskah, maka Museum Kebudayaan Samparaja menerbitkan beberapa buku antara lain Katalogus Naskah Bima yang berjudul Katalogus Naskah Melayu-Bima Jilid I dan II yang disusun oleh Hj. Siti Maryam R Salahuddin dan Sri Wulan Rujiati Mulyadi; dan Transliterasi Bo Sangaji Kai (catatan-catatan Kerajaan Bima) ke dalam huruf latin yang sebelumnya menggunakan aksara Arab bahasa Melayu yang disusun oleh Henri Chambert Loir dan Hj. Siti Maryam R Salahuddin. Kedua publikasi tersebut menjadi rujukan peneliti di Indonesia dan dunia dalam mempelajari sebagian kebudayaan Kesultanan Bima melalui naskah atau manuskrip yang ditinggalkannya.

Keberadaan museum ini perlu didukung oleh semua pihak baik sekedar perhatian maupun pendanaan, terlebih status museum tersebut merupakan museum pribadi yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Museum Kebudayaan Samparaja juga mengundang para peneliti dan ilmuwan untuk melakukan studi naskah (manuskrip) yang menyimpan kajian Islam yang diterapkan dalam sistem kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat di Bima pada zaman Kesultanan Bima. Silahkan mengunjungi Museum Samparaja di Bima jika berkeinginan mempelajari lebih mendalam terkait pemerintahan Kerajaan Bima yang bernafaskan Islami.
__________
Rochtri Agung Bawono adalah Dosen Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Bali.

Sumber :http://arkeologi.web.id