Oleh Seri Morina Pelawi
Menyebut Blitar, ingatan akan segera tertuju kepada sosok presiden pertama negeri ini, almarhum Ir. Soekarno. Kota ini memang identik dengan lelaki kelahiran 1 Juni 1901 yang sering juga disebut sebagai Founding Father bangsa Indonesia itu. Desa Bendogerit, salah satu dari 256 desa yang terdapat di kabupaten ini merupakan tempat peristirahatan terakhir Sang Penggali Pancasila. Meski disebut desa namun Bendogerit sendiri terletak tepat di Kota Blitar. Kompleks pemakaman Bung Karno berlokasi di Jalan Kalasan No.1, Blitar.
Di luar areal pemakaman berjajar puluhan kios yang menjajakan berbagai pernak-pernik yang berkaitan dengan pemimpin berjuluk Penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu. Mulai dari pin, gantungan kunci, kaos hingga ke VCD dan kaset yang berisi pidato-pidatonya. Di dalam kompleks pemakaman, para pedagang hilir-mudik mengitari pengunjung sambil menawarkan barang-barang mereka, termasuk bunga untuk berziarah.
Sebelum masuk ke dalam kompleks, pengunjung terlebih dahulu membayar restribusi sebesar seribu lima ratus rupiah. Di pintu utama, patung Sang Proklamator dalam posisi duduk menyambut pengunjung. Di sisi kanan kiri patung terdapat pintu menuju gedung perpustakaan koleksi Bung Karno. Jumlahnya cukup banyak dan mencapai ribuan judul buku. Sebelum menuju ke makam, pengunjung bisa menyaksikan balustrade yang berukirkan kisah dirinya.
Makam Bung Karno sendiri memiliki keunikan pada gapura utamanya yang bernuansa Bali. Hal ini tentu berkaitan dengan darah bangsawan sang ibu yang masih keturunan Raja Singaraja. Setelah mengisi buku tamu, pengunjung diperkenankan masuk ke dalam gapura. Sebuah bangunan berarsitektur Jawa dengan atap tumpang-tiga yang menunjukkan status penghuni makam sebagai orang besar berdiri megah. Ada tiga makam berada di dalamnya. Bung Karno tepat di tengah, diapit oleh makam kedua orangtuanya.
Setiap hari makam Bung Karno ramai dikunjungi peziarah. Mereka berasal dari berbagai daerah dan elemen masyarakat. Pada umumnya pengunjung datang berombongan atau perorangan. Mereka melakukan tahlil bersama kemudian menabur bunga. Ada yang unik dari kegiatan ini. Banyak peziarah yang mengambil kembali bunga yang telah ditabur dan dibawa pulang. Katanya untuk dimandikan.
Meski terkesan sedikit mistis tetapi fenomena ini memang penulis saksikan sendiri. Acara tahlil tidak hanya dilakukan sekali saja. Beberapa orang malah harus antri menunggu giliran karena padatnya pengunjung. Hal ini akan mencapai puncaknya di bulan Juni, terutama saat perayaan Haul Bung Karno yang dihadiri oleh keluarga besarnya dan para simpatisan.
Kecintaan pada sosok Bung Karno bisa terlihat dari syahdunya acara tahlil. Banyak pengunjung yang meneteskan airmata mengingat sosok Bapak Bangsa yang berjasa besar pada negeri ini. Sehabis acara tahlil, pengunjung berebut untuk berpose dimakam Bung Karno. Setelah itu baru keluar melalui pintu belakang dan pengunjung akan disambut kembali oleh jajaran kios pedagang.
Menyaksikan hal ini, pengunjung bisa merasakan kebesaran seorang Soekarno yang sampai hari ini masih bisa dirasakan oleh semua orang. Bung Karno seorang pahlawan besar bagi negeri ini, tidak hanya disaat hidup, hingga saat meninggalnya pun ia masih bisa memberi sesuatu bagi penduduk Blitar yang menjadikan dirinya sebagai ikon dalam bentuk souvenir. Dari makam Bung Karno, perjalanan bisa dilanjutkan ke Istana Gebang. Meski disebut istana, namun bangunan ini sebenarnya adalah rumah pribadi milik orangtua Bung Karno di masa lalu.
Di rumah yang terletak di Jl. Sultan Agung, Kota Blitar, ini bisa dilihat berbagai foto dokumentasi dan lukisan keluarga Bung Karno, dalam hal ini kedua orangtua dan kakak satu-satunya, Nyonya Dibyo. Ada juga kamar tidur Bung Karno, kursi kayu tua, dan juga berbagai cuplikan pidato dan tulisan Bung Karno termasuk Hukum dan Moral yang ia bacakan saat peringatan proklamasi Indonesia VI.
Kata-kata ’kristalisasi-keringat’ yang begitu dalam artinya terpampang di sana. Ada juga mobil Mercy antik yang sempat dipakai Bung Karno saat menjabat sebagai presiden. Istana Gebang didiami Bung Karno sampai ia berusia 12 tahun. Selanjutnya ia meneruskan sekolah ke Surabaya dan berlanjut ke Bandung. Bung Karo menyerahkan rumah ini kepada kakak kandungnya, Nyonya Dibyo, dan menetap di Jakarta sampai akhir-hayat.
Istana Gebang pada tahun 2008 silam sempat menjadi pembicaraan di kalangan petinggi negeri karena adanya niat keturunan Bu Dibyo untuk menjualnya kepada pihak asing senilai 50 milliar dengan alasan mereka kesulitan dalam membiayai operasional gedung ini. Kondisi istana Gebang sendiri memang terlihat kurang dirawat. Maklum saja pengunjung hanya memberi dana sukarela ke dalam kotak yang ada di dalam ruangan.
Selain Makam Bung Karno dan Istana Gebang, Kota Blitar masih memiliki objek wisata lain yang menarik untuk dilihat, apalagi bagi pecinta sejarah dan kebudayaan. Candi Penataran salah satunya. Terletak sekitar 11 kilometer dari Kota Blitar, kompleks Penataran merupakan kompleks percandian Hindu terbesar di Jawa Timur.
Candi Penataran memiliki keunikan pada letak candi induknya yang berada di bagian belakang. Padahal seperti lazim diketahui, candi induk pada situs percandian biasanya terletak di bagian depan untuk menunjukkan keutamaannya. Candi Penataran diperkirakan didirikan pada sekitar 1200 M. Salah satu yang menjadi ikon di kompleks ini adalah Candi Perwara yang memiliki prasasti berangka tahun 1369. Candi ini menjadi lambang dari Kodam VIII Brawijaya. Berdasarkan sejarah dapat diketahui bahwa pada tahun 1350, Raja Hayam Wuruk berkenan berziarah di Candi Penataran hingga ada kemungkinan candi ini telah berdiri jauh sebelum Majapahit ada.
Hal lain yang menarik dari candi ini adalah kisah Bubukshah dan Gagang Aking yang terukir di puing bangunan depan candi serta kisah Ramayana dibalustrade candi utama. Beberapa meter di belakang kompleks candi terdapat sebuah kolam pemandian kecil yang dindingnya bergambar berbagai burung dan bunga. Berdasarkan angka 1415 yang ditemukan di sana, diprediksi bahwa kolam ini merupakan salah satu kolam mandi tertua yang ada di Pulau Jawa.
Selain Candi Penataran, di daerah Blitar masih ada beberapa situs percandian seperti Candi Simping (Sumberjati), Candi Kotes, dan lain sebagainya. Namun karena keterbatasan waktu, penulis hanya bisa mengunjungi Candi Sawentar I dan II di desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Candi ini secara arsitektur mirip dengan Candi Kidal di daerah Malang. Sawentar dalam kitab Nagara Kertagama ditulis Swawentar.
__________
Seri Morina Pelawi adalah Seorang Penulis dan Penikmat Pariwisata.
Sumber :http://www.analisadaily.com
Menyebut Blitar, ingatan akan segera tertuju kepada sosok presiden pertama negeri ini, almarhum Ir. Soekarno. Kota ini memang identik dengan lelaki kelahiran 1 Juni 1901 yang sering juga disebut sebagai Founding Father bangsa Indonesia itu. Desa Bendogerit, salah satu dari 256 desa yang terdapat di kabupaten ini merupakan tempat peristirahatan terakhir Sang Penggali Pancasila. Meski disebut desa namun Bendogerit sendiri terletak tepat di Kota Blitar. Kompleks pemakaman Bung Karno berlokasi di Jalan Kalasan No.1, Blitar.
Di luar areal pemakaman berjajar puluhan kios yang menjajakan berbagai pernak-pernik yang berkaitan dengan pemimpin berjuluk Penyambung Lidah Rakyat Indonesia itu. Mulai dari pin, gantungan kunci, kaos hingga ke VCD dan kaset yang berisi pidato-pidatonya. Di dalam kompleks pemakaman, para pedagang hilir-mudik mengitari pengunjung sambil menawarkan barang-barang mereka, termasuk bunga untuk berziarah.
Sebelum masuk ke dalam kompleks, pengunjung terlebih dahulu membayar restribusi sebesar seribu lima ratus rupiah. Di pintu utama, patung Sang Proklamator dalam posisi duduk menyambut pengunjung. Di sisi kanan kiri patung terdapat pintu menuju gedung perpustakaan koleksi Bung Karno. Jumlahnya cukup banyak dan mencapai ribuan judul buku. Sebelum menuju ke makam, pengunjung bisa menyaksikan balustrade yang berukirkan kisah dirinya.
Makam Bung Karno sendiri memiliki keunikan pada gapura utamanya yang bernuansa Bali. Hal ini tentu berkaitan dengan darah bangsawan sang ibu yang masih keturunan Raja Singaraja. Setelah mengisi buku tamu, pengunjung diperkenankan masuk ke dalam gapura. Sebuah bangunan berarsitektur Jawa dengan atap tumpang-tiga yang menunjukkan status penghuni makam sebagai orang besar berdiri megah. Ada tiga makam berada di dalamnya. Bung Karno tepat di tengah, diapit oleh makam kedua orangtuanya.
Setiap hari makam Bung Karno ramai dikunjungi peziarah. Mereka berasal dari berbagai daerah dan elemen masyarakat. Pada umumnya pengunjung datang berombongan atau perorangan. Mereka melakukan tahlil bersama kemudian menabur bunga. Ada yang unik dari kegiatan ini. Banyak peziarah yang mengambil kembali bunga yang telah ditabur dan dibawa pulang. Katanya untuk dimandikan.
Meski terkesan sedikit mistis tetapi fenomena ini memang penulis saksikan sendiri. Acara tahlil tidak hanya dilakukan sekali saja. Beberapa orang malah harus antri menunggu giliran karena padatnya pengunjung. Hal ini akan mencapai puncaknya di bulan Juni, terutama saat perayaan Haul Bung Karno yang dihadiri oleh keluarga besarnya dan para simpatisan.
Kecintaan pada sosok Bung Karno bisa terlihat dari syahdunya acara tahlil. Banyak pengunjung yang meneteskan airmata mengingat sosok Bapak Bangsa yang berjasa besar pada negeri ini. Sehabis acara tahlil, pengunjung berebut untuk berpose dimakam Bung Karno. Setelah itu baru keluar melalui pintu belakang dan pengunjung akan disambut kembali oleh jajaran kios pedagang.
Menyaksikan hal ini, pengunjung bisa merasakan kebesaran seorang Soekarno yang sampai hari ini masih bisa dirasakan oleh semua orang. Bung Karno seorang pahlawan besar bagi negeri ini, tidak hanya disaat hidup, hingga saat meninggalnya pun ia masih bisa memberi sesuatu bagi penduduk Blitar yang menjadikan dirinya sebagai ikon dalam bentuk souvenir. Dari makam Bung Karno, perjalanan bisa dilanjutkan ke Istana Gebang. Meski disebut istana, namun bangunan ini sebenarnya adalah rumah pribadi milik orangtua Bung Karno di masa lalu.
Di rumah yang terletak di Jl. Sultan Agung, Kota Blitar, ini bisa dilihat berbagai foto dokumentasi dan lukisan keluarga Bung Karno, dalam hal ini kedua orangtua dan kakak satu-satunya, Nyonya Dibyo. Ada juga kamar tidur Bung Karno, kursi kayu tua, dan juga berbagai cuplikan pidato dan tulisan Bung Karno termasuk Hukum dan Moral yang ia bacakan saat peringatan proklamasi Indonesia VI.
Kata-kata ’kristalisasi-keringat’ yang begitu dalam artinya terpampang di sana. Ada juga mobil Mercy antik yang sempat dipakai Bung Karno saat menjabat sebagai presiden. Istana Gebang didiami Bung Karno sampai ia berusia 12 tahun. Selanjutnya ia meneruskan sekolah ke Surabaya dan berlanjut ke Bandung. Bung Karo menyerahkan rumah ini kepada kakak kandungnya, Nyonya Dibyo, dan menetap di Jakarta sampai akhir-hayat.
Istana Gebang pada tahun 2008 silam sempat menjadi pembicaraan di kalangan petinggi negeri karena adanya niat keturunan Bu Dibyo untuk menjualnya kepada pihak asing senilai 50 milliar dengan alasan mereka kesulitan dalam membiayai operasional gedung ini. Kondisi istana Gebang sendiri memang terlihat kurang dirawat. Maklum saja pengunjung hanya memberi dana sukarela ke dalam kotak yang ada di dalam ruangan.
Selain Makam Bung Karno dan Istana Gebang, Kota Blitar masih memiliki objek wisata lain yang menarik untuk dilihat, apalagi bagi pecinta sejarah dan kebudayaan. Candi Penataran salah satunya. Terletak sekitar 11 kilometer dari Kota Blitar, kompleks Penataran merupakan kompleks percandian Hindu terbesar di Jawa Timur.
Candi Penataran memiliki keunikan pada letak candi induknya yang berada di bagian belakang. Padahal seperti lazim diketahui, candi induk pada situs percandian biasanya terletak di bagian depan untuk menunjukkan keutamaannya. Candi Penataran diperkirakan didirikan pada sekitar 1200 M. Salah satu yang menjadi ikon di kompleks ini adalah Candi Perwara yang memiliki prasasti berangka tahun 1369. Candi ini menjadi lambang dari Kodam VIII Brawijaya. Berdasarkan sejarah dapat diketahui bahwa pada tahun 1350, Raja Hayam Wuruk berkenan berziarah di Candi Penataran hingga ada kemungkinan candi ini telah berdiri jauh sebelum Majapahit ada.
Hal lain yang menarik dari candi ini adalah kisah Bubukshah dan Gagang Aking yang terukir di puing bangunan depan candi serta kisah Ramayana dibalustrade candi utama. Beberapa meter di belakang kompleks candi terdapat sebuah kolam pemandian kecil yang dindingnya bergambar berbagai burung dan bunga. Berdasarkan angka 1415 yang ditemukan di sana, diprediksi bahwa kolam ini merupakan salah satu kolam mandi tertua yang ada di Pulau Jawa.
Selain Candi Penataran, di daerah Blitar masih ada beberapa situs percandian seperti Candi Simping (Sumberjati), Candi Kotes, dan lain sebagainya. Namun karena keterbatasan waktu, penulis hanya bisa mengunjungi Candi Sawentar I dan II di desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Candi ini secara arsitektur mirip dengan Candi Kidal di daerah Malang. Sawentar dalam kitab Nagara Kertagama ditulis Swawentar.
__________
Seri Morina Pelawi adalah Seorang Penulis dan Penikmat Pariwisata.
Sumber :http://www.analisadaily.com