Mengenal Eksotisme Batik Madura


Ketika menyebut Madura, yang terlintas di benak sebagian orang adalah “sangar.” Maklum saja, selain perawakan orang Madura yang rata-rata tirus, gempal, kaku, berkulit legam dengan logat bicara yang temperamental (seperti orang marah), salah satu stereotip miring soal Madura adalah carok. Peristiwa carok di tanah kelahiran Jokotole ini selalu menjadi pembicaraan serius banyak kalangan. Mulai dari orang awam sampai antropolog.

Tapi jangan salah. Tak semua tanah Madura berwarna darah. Sama seperti laut, tak semua laut penuh dengan badai dan gelombang. Jauh di dasar laut yang keras itu, pasti tersimpan mutiara yang tak ternilai Indahnya. Begitu juga Madura.

Madura juga penuh dengan eksotisme. Barangkali yang paling eksotis dari Madura bagi sebagian orang adalah karapan sapi. Tiap kali even karapan sapi piala presiden, tak sedikit turis yang rela turun ke pulau garam ini. Kesenian-kesenian lain seperti daol, saronen, tayup, dan tari-tarian lainnya juga mulai jadi referensi para wisman untuk menjelajahi keunikan Madura. Soal oleh-oleh khas Madura? Tak perlu risau, ada camilan khas Madura dan Batik.

Tapi Tulisan ini tak akan berbicara semua eksotisme Madura. Melainkan hanya akan mengulas panjang lebar soal Batik.



Hingga saat ini batik Madura yang dikenal luas oleh para pelancong adalah Batik Tanjung Bumi, Bangkalan dan Batik Banyumas Pamekasan. Dalam beberapa kali pameran UKM nasional dua jenis batik itu yang paling ditonjolkan. Motif dari kedua batik itu beragam. Bahkan disinyalir bisa mencapai ratusan motif. Mulai dari motif aslinya maupun kombinasi satu sama lain dari motif aslinya. Diantara motif yang banyak dikenal (dan diminati) diantaranya; Sessek, Ramok, Rawan, Carcena, Memba, Panji, Napasir, Katupat, Kembang Pot, Pereng Basa, Truki Melati, dan Okel.

Sebenarnya apa yang membuat Batik Madura mempunyai citra estetik tinggi? Pertama, aroma lilinnya (malan) yang khas. Pasalnya campuran malan batik kerap dicampur dengan Madu. Dengan campuran sari bunga yang dikumpulkan lebah itu, bau karbon yang menyengat pada malan jadi netral. Bahkan baunya jadi unik. Berikutnya, cipratan warnanya yang bukan hanya terkesan sangar tapi juga magis. Warna batik Madura biasanya dididominasi oleh kesan warna yang ‘berani’ (merah, kuning, hijau).

Pemilihan warna itu tentu saja tidak tanpa alasan. Sekedar diketahui, kebudayaan Madura sejatinya adalah titisan kebudayaan Majapahit. Warna merah dipilih karena panji Majapahit adalah warna merah dan putih (itu pula yang menjadi cikal bakal bendera Indonesia). Warna hijau, karena berhubungan dengan religi. Masa kejayaan Majapahit adalah masa kejayaan agama Hindu. Dalam hindu Pepohonan termasuk bagian dari pemujaan terhadap para dewa. Sementara kuning dipilih sebagai pembatisan terhadap bulir-bulir padi sebagai penopang ekonomi masyarakat agraris. Dengan lain kata pemilihan warna itu sebenarnya hendak bercerita tentang akulturasi kebudayaan Majapahit-Madura.



Ketika awal-awal perkembangan batik di zaman Majapahit, motif-motif batik hanya didominasi oleh motif binatang dan tumbuhan. Itu menunjukkan betapa kuatnya spiritualitas Majapahit( baca hindu). Dari kedua motif itu, motif binatang paling banyak diminati dibandingkan tumbuhan. Bahkan motif burung garuda menjadi motif paling sakral karena hanya boleh dipakai oleh tentara Bhayangkara yang dikomandani oleh Patih Gajah Mada.

Awalnya busana batik hanya dikenakan raja, punggawa kerajaan dan tentara majapahit. Namun sering dengan perkembangan waktu serta semakin meningkatnya kemajuan ekonomi kerajaan majapahit, aktivitas membatik dan mengenakan busana batik mulai diikuti masyarakat di sekitar kerajaan. Bahkan dari situpulalah muncul para perajin batik, yang bersanding dengan para perajin keris yang pada masa itu juga tak kalah larisnya. Begitulah, terus menerus hingga kini home industri batik juga mulai merambah di berbagai penjuru hingga akhirnya sampai juga ke tanah Madura. Dan kini juga mulai menggeliat lagi seiring dengan mulai tumbuhnya usaha pariwisata berbasis lokalitas di negeri ini. Tentunya dengan berbagai variasi motif yang beragam.



Satu hal yang tidak bisa disangsikan dari keunikan batik Madura adalah proses pembuatannya. Tradisi membatik di Madura salah satunya yang terkenal dengan Batik Genthongan. Disebut genthongan karena proses pewarnaanya terlebih dahulu direndam dalam wadah mirip gentong. Konon katanya kain direndam selama dua bulan, kemudian lembaran kain batik disikat untuk menghilangkan sisa lilin/malamnya. Proses macam ini, selain untuk membuat warna batik lebih awet, juga memunculkan warna terang dan gelap pada kain batik. Batik Genthongan cukup dikenal luas karena kekuatan warnanya yang bisa bertahan hingga puluhan tahun. Karenanya jangan heran jika batik ini cukup mahal harganya dibandingkan dengan batik biasa. Selain bahan kainnya dipilih yang terbaik, juga pewarnanya menggunakan pewarna alami. Yang diracik dari sari tumbuhan pilihan. Soga alam khas Madura berasal dari Mengkudu dan Tingi untuk menghasilkan warna merah. Hijau berasal dari kulit Mundu ditambah tawas, Daun Tarum digunakan jika ingin memberikan efek warna biru.

Kesemuanya itu diramu oleh tangan-tangan terampil dengan imajinasi seni tingkat tinggi sehingga menghasilkan motif batik yang beragam dan unik, khas pulau Madura. Jadi tidak terlalu berlebihan jika batik Madura menjadi pilihan bagi mereka yang menyukai busana-busana bernuansa etnik tapi tidak kampungan. (Raden Achmad Maghfur/Edy Firmansyah) COPY RIGHT BUTIK MIRABIRUH, JAKARTA.

Sumber : http://edy-firmansyah.blogspot.com