Menciptakan Alternatif Lain Kawasan Kunjungan Pariwisata

Oleh : Ellyzan Katan

Ada banyak negara sekarang ini sedang bersaing menarik para wisatawan untuk datang ke daerahnya. Masing-masing negara itu menjual sesuatu yang dalam kaca matanya sendiri dipandang unik, asli, dan tidak tersedia di negara lain. Maka dapat dilihatlah beberapa atraksi kebudayaan yang dikemas sedemikian rupa sebagai suatu produk kesenian untuk menarik para pengunjung. Di Indonesia, termasuk di dalamnya, Bali, pulau yang oleh banyak turis disebut-sebut sebagai pulau seribu pura.

Memang benar, di sana ada begitu banyak pura. Di dalamnya selain digunakan sebagai tempat ibadah, tak jarang dalam beberapa kesempatan, pura itu juga digunakan sebagai tempat untuk mempertunjukkan beragam atraksi seni. Ada tari-tarian, ritual sembahyang, sampai pada aksi-aksi lainnya, ditontonkan.

Namun begitu, Bali tidak kehilangan jati diri. Itu artinya keberadaan Bali sebagai pusat pariwisata Indonesia, juga dunia, sampai hari ini tidak banyak berubah. Bali sekarang tetap seperti Bali tempo dulu, asli. Banyak ahli mengakui hal itu. Akan tetapi walau pun demikian, pariwisata di tanah air tidak bisa hanya terbatas pada beberapa daerah tujuan saja, seperti Bali misalnya. Harus ada lebih. Paling tidak ketika Bali dan beberapa kawasan lainnya yang sejak lama menjadi kawasan tujuan wisata di tanah air, dan ia sedang mengalami titik jenuh dari kunjungan turis, maka alternatif lain perlu disuguhkan. Dalam pada itu pula, keberadaan kawasan tujuan pariwisata di beberapa kantong-kantong pariwisata yang masih belum tergarap, dipersiapkan sejak dini.

Ada beberapa alasan mengapa alternatif lain tempat kunjungan pariwisata di tanah air perlu dipersiapkan. Pertama, dari sisi geografis, Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan yang besar. Itu artinya ada begitu banyak pulau yang terbentang di sepanjang garis pantai Indonesia. Dari ujung barat sampai pada ujung timur, ada berbagai macam objek wisata yang dapat dimanfaatkan. Sebut saja yang berkaitan dengan wisata bahari, potensi untuk itu tersebar di mana-mana.

Kedua, dari sisi penyebaran pendapatan sektor pariwisata, tidak lagi terfokus pada satu titik. Ini adalah tantangan berat bagi setiap pengelola pariwisata di tanah air. Masalahnya adalah ketika suatu pandangan tentang kebijakan pariwisata di tanah air diluncurkan, kebijakan itu kerap kali hanya bergerak pada titik sentrum pariwisata nasional yang telah lebih dari seratus tahun ini dikembangkan, yakni pulau Bali dan sekitarnya. Ini jelas akan menimbulkan pertanyaan, apakah hanya Bali yang menyimpan semua kekayaan nusantara sementara daerah lain tidak. Perlu kajian lebih serius.

Ketiga, adanya alternatif lain tujuan pariwisata di tanah air, akan memberikan aneka warna bagi perkembangan dunia pariwisata kita. Turis disuguhkan tidak hanya dalam bentuk atraksi budaya yang rutin digelar di pura-pura sampai hotel di Bali saja, melainkan juga ada nuansa lain. Kuliner misalnya, sejauh ini masih belum tergarap secara maksimal. Belum lagi untuk kawasan hutan bakau, masih tak tersentuh. Ekploitasi secara baik dan benar belum diarahkan ke dua sektor terakhir ini.

Sementara itu, beberapa kawasan pariwisata yang semula terlanjur ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan tujuan para wisatawan domestik maupun manca negara, ternyata tidak terlalu menggembirakan hasilnya. Kawasan-kawasan itu ditetapkan lebih mempertimbangkan alasan politik.

Semestinya penetapan suatu kawasan pariwisata bisa dilepaskan dari alasan politik, teritorial, dan juga batas administrasi sebab jika penetapan itu telah masuk pada hal-hal demikian, akan menimbulkan begitu banyak konflik baik secara horizontal maupun vertikal. Tidak ada kesesuaian pandangan mengenai objek pariwisata di tengah gencarnya promosi yang dilakukan. Dan terjadi benturan konsep untuk mengangkat potensi yang ada.

Padahal jika hendak jujur, penetapan suatu kawasan kunjungan pariwisata di tanah air, haruslah mempertimbangkan bukan saja dari faktor kekayaan alam yang dimiliki, karakter penduduknya, dan juga ketersediaan sarana penunjang seperti transportasi, telekomunikasi, dan penerangan, penetapan itu harus memperhatikan dua hal penting lainnya. Pertama soal kesiapan penduduk menerima perubahan, dan kedua adalah aspirasi dari penduduk setempat. Maksudnya adalah keinginan dasar dari penduduk untuk dijadikan suatu kawasan pariwisata yang nantinya mampu memberikan pertumbuhan ekonomi baik secara mikro maupun secara makro. Yang pasti alternatif lain kawasan kunjungan pariwisata di tanah air, harus segera direalisasikan.

Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah membentuk suatu badan yang bertanggung jawab menyusun perencanaan terpadu pengembangan kawasan kunjungan pariwisata baru. Badan ini nantinya akan bertindak sesuai dengan kebutuhan. Di daerah misalnya, pembentukan badan ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan daerah, sama ada ia membutuhkan suatu rancangan kebijakan pariwisata yang berorientasi ke laut atau pun juga ke sektor kehutanan, bisa diaplikasikan. Selain itu, badan ini juga yang akan bertnidak sebagai koordinator terhadap semua kebijakan pariwisata.

Langkah berikutnya adalah memberikan masukan kepada penduduk untuk mengarahkan kaca mata perhatiannya tidak hanya terbatas pada sektor perdagangan, pertanian, perikanan, dan jasa saja, melainkan juga harus menyentuh sektor pariwisata. Ini penting mengingat perhatian masyarakat di setiap tempat dalam bidang usaha tidak akan sama jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Selain itu, dengan berangsur-angsur memberikan gambaran umum tentang keunggulan pariwisata yang dapat diraih, akan dapat membentuk suatu gambaran jelas bahwa kesempatan untuk berusaha masih terbuka lebar.

Setelah itu barulah menata tata ruang yang jelas untuk kepentingan pariwisata. Beberapa bangunan yang dibangun, peruntukan lahan, dan juga berbagai kepentingan di belakang pelaksanaan proyek fisik diatur sedemikian rupa agar tidak menyebabkan potensi pariwisata yang ada terabaikan begitu saja, atau bahkan dilanggar. Konsep penataan ruang ini telah diatur dengan jelas melalui Undang Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemerintah daerah patut untuk melaksanakan penetapan kawasan strategis yang nantinya bisa dipakai sebagai acuan untuk pengembangan dunia pariwisata di tanah air ( Pasal 11 ayat 3 huruf a).

Secara sederhana, menciptakan alternatif lain kawasan kunjungan pariwisata di tanah air yang selama ini jumlahnya masih terbatas, bukanlah suatu hal yang tabu untuk dilakukan, malahan dengan begitu, penetapan alternatif lain kawasan kunjungan pariwisata di Indonesia memungkin kita untuk menunjukkan kepada dunia betapa besar dan moleknya kekayaan ibu pertiwi.

Dunia pariwisata tanah air bisa kembali bernafas lega. Terutama sekali bagi pemasukan devisa negara dari sektor pariwisata yang sebagian besar dipasok dari pulau Bali dan sekitarnya, kekayaan bawah laut Bunaken dan lain-lain, akan dapat ditambah dengan sumber-sumber baru. Ini jelas akan memberikan efek dumino terhadap kebijakan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan. Beberapa penduduk miskin yang semula terabaikan akibat tidak memiliki lapangan pekerjaan, diasumsikan bisa pangkas. Caranya adalah membuka lapangan pekerjaan baru di sektor pariwisata.

Mudah-mudahan keberadaan alternatif lain kawasan kunjungan pariwisata di tanah air akan mampu memberikan nilai tambah terhadap perkembangan dunia pariwisata ke depan. Kita tidak lagi tertinggal jauh dari negera-negara lain, bahkan dengan begitu, kita akan bisa meningkatkan terus angka kunjungan wisatawan manca negara ke dalam negeri.

Sumber :http://batampos.co.id