Ayam Bangkok Jagoan dari Negeri Siam yang Ditakuti Lawan

Maloedyn Sitanggang.
Ayam bangkok impor, lihat tongkrongan ayam ini yang garang dan gagah.


JAKARTA – Ayam Bangkok amat terkenal di kalangan pehobi ayam petarung di Indonesia. Ayam yang berasal dari Thailand itu diakui punya kualitas yang bagus sebagai jagoan di arena. Jadi, jangan heran bila di pasaran ada banyak ayam bangkok yang dijual. Soal kualitas pun beragam, dari yang bermutu impor sampai hasil silangan lokal. Lantas bagaimana cara memilihnya?

Menurut Iwan Tanjung, peternak kawakan, ciri-ciri umum ayam bangkok dapat dilihat dari batok kepala dan tulang alis yang tebal, kepala berbentuk buah pinang, bulu mengilap dan kaku, kaki bersisik kasar, saat berdiri sikap badannya tegak, mata masuk ke dalam, pukulan keras dan akurat serta pandai memukul bagian vital lawan.

Iwan juga mengingatkan untuk berhati-hati waktu memilih ayam bangkok yang akan dijadikan jagoan. Jangan sampai Anda merasa kecewa lantaran ayam yang ditawarkan tak sesuai dengan harapan. Sebab saat ini ayam bangkok yang beredar di pasaran cukup banyak jenisnya. Ada yang beneran impor, anakan impor, dan ada pula yang lokal.

“Kualitas ayam bangkok impor biasanya 80% lebih unggul dibanding lokal. Itu bisa dilihat dari gaya bertarung, daya tahan tubuh, maupun kekuatan pukulannya,” jelas Iwan yang sudah hobi menyabung ayam sejak dari tanah kelahirannya, Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Faktor-faktor krusial yang amat berpengaruh pada mutu ayam bangkok impor: kualitas bibit (genetik), perawatan yang tepat sejak usia dini, dan pemberian vitamin secara teratur.

Dr. Nisit Tangtrakarnpong dalam tulisannya pada Bangkok Post edisi Maret 2001 menyebutkan kriteria dan sosok ayam bangkok yang ideal untuk dijadikan ayam petarung. Ayam ini harus punya fisik yang kuat, mental bertanding yang baik dan berasal dari keturunan juara. Salah satu keturunan ayam bangkok berkualitas di Thailand berasal dari Kerajaan Ayutthaya. Raja Naresuan yang memerintah kerajaan itu punya kegemaran mengadu ayam.

“Seekor ayam aduan bisa mulai diadu jika umurnya sudah delapan bulan. Atau paling nggak sudah dapat latihan tarung sebanyak 2 sampai 3 kali dengan ayam yang sudah berpengalaman,” sebut Iwan, peternak kelahiran 15 November 1961. Tiap kali latihan dibutuhkan waktu bertahap dari 1 x 10-15 menit sampai 2 x 45 menit. Sebetulnya umur terbaik sebagai ayam petarung adalah 1,5 tahun atau setelah ayam mengalami rontok bulu pertama (mabung).

Sejarah Ayam Bangkok
Ayam bangkok pertama kali dikenal di Cina pada 1400 SM. Ayam jenis ini selalu dikaitkan dengan kegiatan sabung ayam (adu ayam). Lama-kelamaan kegiatan sabung ayam makin meluas pada pencarian bibit-bibit petarung yang andal. Pada masa itu, bangsa Cina berhasil mengawinsilangkan ayam kampung mereka dengan beragam jenis ayam jago dari India, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Laos. Para pencari bibit itu berusaha mendapat ayam yang sanggup meng-KO lawan cuma dengan satu kali tendangan.

Menurut catatan, sekitar seabad lalu, orang-orang Thailand berhasil menemukan jagoan baru yang disebut king’s chicken. Ayam ini punya gerakan cepat, pukulan yang mematikan dan saat bertarung otaknya jalan. Para penyabung ayam dari Cina menyebut ayam ini: leung hang qhao. Kalau di negeri sendiri, ia dikenal sebagai ayam bangkok.

Asal tahu saja, jagoan baru itu sukses menumbangkan hampir semua ayam domestik di Cina. Inilah yang mendorong orang-orang di Cina menjelajahi hutan hanya untuk mencari ayam asli yang akan disilangkan dengan ayam bangkok tadi. Harapannya, ayam silangan ini sanggup menumbangkan keperkasaan jago dari Thailand itu.

Konon, pada era enam puluhan di Laos nongol sebuah strain baru ayam aduan yang sanggup menyaingi kedigdayaan ayam bangkok. Namun setelah terjadi kawin silang yang terus-menerus maka nyaris tak diketahui lagi perbedaan antara ayam aduan dari Laos dengan ayam bangkok dari Thailand.

Di Thailand dan Laos, ada beberapa nama penyabung patut dicatat, seperti Vaj Kub, Xiong Cha Is dan kolonel Ly Xab. Pada 1975, ayam bangkok milik Vaj Kub sempat merajai Nampang, arena adu ayam yang cukup bergengsi di negeri PM Thaksin Sinawatra itu. Ayam yang bernama Bay itu merupakan salah satu hasil tangan dingin Vaj Kub dalam melatih dan mencari bibit ayam aduan yang handal.

Kedigdayaan ayam-ayam hasil ternakan Vaj Kub berhasil disaingi rekan sejawatnya dari kota Socra, Malaysia. Mereka dari negeri jiran itu mampu menelurkan parent stock atau indukan unggul. Hanya saja, pada generasi berikutn ya, Mr. Thao Chai dari Thailand berhasil menumbangkan dominasi peternak dari Malaysia. Mr. Thao memberi nama jagoan baru itu, Diamond atau Van Phet.

Menurut Iwan, Thailand memang tak perlu diragukan lagi sebagai negara penghasil ayam bangkok unggul. Malahan sektor ini sudah diakui sebagai penambah devisa negeri gajah putih tersebut. Dari Thailand bisnis ayam aduan ini tak hanya merambah kawasan Asia Tenggara saja, namun meluas ke Meksiko, Inggris dan Amerika Serikat.

Ada kebiasaan yang berbeda antara sabung ayam di Thailand dan negara kita. Di Thailand, ayam yang bertarung tak diperbolehkan memakai taji atau jalu. Alhasil, ayam yang diadu itu jarang ada yang sampai mati. Kebalikannya di Indonesia, ayam aduan itu justru dibekali taji yang tajam. Taji justru menjadi senjata pembunuh lawan di arena.

Di Indonesia, hobi mengadu ayam sudah lama dikenal, kira-kira sejak dari zaman Kerajaan Majapahit. Kita juga mengenal beberapa cerita rakyat yang melegenda soal adu ayam ini, seperti cerita Ciung Wanara, Kamandaka dan Cindelaras. Cerita rakyat itu berkaitan erat dengan kisah sejarah dan petuah yang disampaikan secara turun-temurun.

Kota Tuban, Jawa Timur diyakini sebagai kota yang berperan dalam perkembangan ayam aduan. Di sini, ayam bangkok pertama kali diperkenalkan di negara kita. Tak ada keterangan yang bisa menyebutkan perihal siapa yang pertama kali mengintroduksi ayam bangkok dari Thailand.

Sebetulnya, jenis ayam aduan dari dalam negeri (lokal) tak kalah beragam, seperti ayam wareng (Madura) dan ayam kinantan (Sumatra). Namun ayam-ayam itu belum mampu untuk menyaingi kedigdayaan ayam bangkok.
(SH/bayu dwi mardana)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id