Oleh : Henri Nurcahyo
Kebesaran Kerajaan Majapahit sudah tak terbantahkan. Kejayaannya pernah merebak luas hingga mancanegara. Sumpah Palapa yang dikumandangkan Patih Gadjah Mada seolah masih terngiang hingga kini. Dan sisa-sisa peninggalan kerajaan besar itu, menjadi satu-satunya situs kota purbakala yang sekarang terhampar di kawasan Trowulan. Maka membangkitkan kebesaran Majapahit seharusnya menjadi inspirasi langkah membangun Mojokerto.
Sesungguhnya merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa bagi warga Mojokerto memiliki situs purbakala di Trowulan itu. Bukan hanya satu dua candi sebagaimana situs purbakala di daerah lain, melainkan merupakan satu-satunya situs purbakala yang berupa sebuah kota. Tapal batasnya masih dapat dipetakan dengan gamblang. Beberapa candi pun tidak mengalami kesulitan direkonstruksi. Dan masih banyak situs yang membutuhkan ekskavasi hingga nantinya dapat terbangun kota Majapahit sebagaimana tempo doeloe. Keberuntungan seperti ini hanya satu-satunya di Indonesia, bahkan mungkin juga di dunia.
Bre Redana menulis di Kompas, tidak ada kerajaan seinspiratif Majapahit, yang membantu kita menemukan jati diri sebagai bangsa. Dirintis oleh Raden Wijaya di Hutan Tarik pada tahun 1292, perlahan-lahan Majapahit membesar dan mencapai masa gilang-gemilang pada tahun 1300-an. Bukan saja wilayah yang jejaknya terlacak dari Timor sampai Semenanjung Tanah Melayu, seperti Tumasik (Singapura sekarang), tetapi tak kalah penting adalah perubahan pandangan dunia di masa itu, yang mengalami perubahan paradigmatik di zaman Gajah Mada. Kalau kerajaan-kerajaan sebelumnya ribet dengan urusan hanya di seputar Kediri dan sekitarnya, pada Majapahit di zaman Gajah Mada pandangan geopolitik berubah. Itulah kira-kira yang memberi inspirasi mengenai pengertian ”Nusantara”.
Beberapa candi yang kini sudah berhasil direkonstruksi atau masih bertahan relatif utuh adalah Candi (Gapura) Wringin Lawang, Candi Tikus, Candi (Gapura) Bajang Ratu, dan Candi Brahu serta Kolam Segaran. Malah ada situs Pendopo Agung, yang dibangun tahun 1966 lantaran ada satu keyakinan kuat bahwa di lokasi itu pernah berdiri megah pendopo keraton. Hal ini dibuktikan dengan adanya umpak-umpak batu sebanyak 26 buah, yang kemudian 16 diantaranya digunakan kembali sebagai umpak pendopo.
Sementara yang masih belum terurus sempurna seperti situs pemukiman BPA (Balai Penyelamatan Arca), situs Sentonorejo, Candi Gentong, Situs Kedaton serta situs Klinterejo. Dan ada yang berupa bebatuan tergeletak di hamparan tanah dan tertimbun tanah adalah Candi Minak Jingga. Candi yang disebut terakhir ini merupakan keunikan peninggalan Majapahit, karena semua bangunan candi biasanya terbuat dari batu bata merah, sementara Candi Minak Jingga terbuat dari batu. Keunikan lainnya adalah peninggalan purbakala berupa kompleks makam Islam Troloyo. Bayangkan, di tengah kejayaan Hindu Budha pada waktu itu, ternyata Islam memiliki tempat tersendiri. Terkait pemakaman, ada pula situs makam Putri Cempa, permaisuri Raja Majapahit terakhir yang dimakamkan secara Islam. Dan masih berada di sekitar Kolam Segaran, terdapat pula Makam Panjang, meski masih diragukan kebenarannya sebagai makam dalam pengertian pekuburan.
Pertanyaannya sekarang, apakah yang telah kita perbuat dengan peninggalan purbakala yang amat sangat kaya itu? Apakah sudah puas beberapa candi selesai direkonstruksi, sekian banyak arca tersimpan di museum, dan sejumlah benda purbakala terjaga di tempat asalnya? Sementara masih amat banyak benda purbakala lain yang belum diidentifikasi, masih terpendam di tanah, atau bahkan masih berupa hamparan lahan yang diyakini memiliki kandungan peninggalan benda-benda bersejarah.
Melakukan ekskavasi, rekonstruksi hingga menghadirkan kembali keberadaan Kota Majapahit, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan lebih daripada itu, adalah butuh waktu yang amat panjang. “Sampai seratus tahun pun kita belum tentu selesai,” kata Menteri Kebudayaan RI Jero Wacik. Jika Yunani memiliki Acropolis di Athena, Italia menyimpan reruntuhan Pompeii, Kamboja bangga dengan Angkor Wat, dan Peru masih setia merawat Machu Picchu, Indonesia hanya memiliki Trowulan yang hingga saat ini pun belum tergali sempurna.
Itulah sebabnya lantas muncul gagasan membangun gedung megah bernama Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang kemudian menghebohkan itu. PIM yang ada sekarang ini dinilai masih belum memadai. Hanya satu lantai, dan sudah penuh sesak dengan koleksi benda cagar budaya peninggalan Majapahit yang amat sangat banyak itu. Maka PIM yang digagas itu, nantinya dibuat berlantai tiga, lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya. Hanya saja, lokasi pembangunan PIM yang baru itu justru tepat berada di atas hamparan lahan yang sangat kaya dengan peninggalan purbakala. Tak ayal, ketika pondasi bangunan dikerjakan, banyak benda-benda bersejarah yang tercongkel keluar. Protes pun berdatangan dari mana-mana, bahkan sebuah tulisan di Kompas langsung menohok keras: Situs Majapahit Dirusak Pemerintah.! Alamak
Sumber : http://www.wacananusantara.org
Kebesaran Kerajaan Majapahit sudah tak terbantahkan. Kejayaannya pernah merebak luas hingga mancanegara. Sumpah Palapa yang dikumandangkan Patih Gadjah Mada seolah masih terngiang hingga kini. Dan sisa-sisa peninggalan kerajaan besar itu, menjadi satu-satunya situs kota purbakala yang sekarang terhampar di kawasan Trowulan. Maka membangkitkan kebesaran Majapahit seharusnya menjadi inspirasi langkah membangun Mojokerto.
Sesungguhnya merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa bagi warga Mojokerto memiliki situs purbakala di Trowulan itu. Bukan hanya satu dua candi sebagaimana situs purbakala di daerah lain, melainkan merupakan satu-satunya situs purbakala yang berupa sebuah kota. Tapal batasnya masih dapat dipetakan dengan gamblang. Beberapa candi pun tidak mengalami kesulitan direkonstruksi. Dan masih banyak situs yang membutuhkan ekskavasi hingga nantinya dapat terbangun kota Majapahit sebagaimana tempo doeloe. Keberuntungan seperti ini hanya satu-satunya di Indonesia, bahkan mungkin juga di dunia.
Bre Redana menulis di Kompas, tidak ada kerajaan seinspiratif Majapahit, yang membantu kita menemukan jati diri sebagai bangsa. Dirintis oleh Raden Wijaya di Hutan Tarik pada tahun 1292, perlahan-lahan Majapahit membesar dan mencapai masa gilang-gemilang pada tahun 1300-an. Bukan saja wilayah yang jejaknya terlacak dari Timor sampai Semenanjung Tanah Melayu, seperti Tumasik (Singapura sekarang), tetapi tak kalah penting adalah perubahan pandangan dunia di masa itu, yang mengalami perubahan paradigmatik di zaman Gajah Mada. Kalau kerajaan-kerajaan sebelumnya ribet dengan urusan hanya di seputar Kediri dan sekitarnya, pada Majapahit di zaman Gajah Mada pandangan geopolitik berubah. Itulah kira-kira yang memberi inspirasi mengenai pengertian ”Nusantara”.
Beberapa candi yang kini sudah berhasil direkonstruksi atau masih bertahan relatif utuh adalah Candi (Gapura) Wringin Lawang, Candi Tikus, Candi (Gapura) Bajang Ratu, dan Candi Brahu serta Kolam Segaran. Malah ada situs Pendopo Agung, yang dibangun tahun 1966 lantaran ada satu keyakinan kuat bahwa di lokasi itu pernah berdiri megah pendopo keraton. Hal ini dibuktikan dengan adanya umpak-umpak batu sebanyak 26 buah, yang kemudian 16 diantaranya digunakan kembali sebagai umpak pendopo.
Sementara yang masih belum terurus sempurna seperti situs pemukiman BPA (Balai Penyelamatan Arca), situs Sentonorejo, Candi Gentong, Situs Kedaton serta situs Klinterejo. Dan ada yang berupa bebatuan tergeletak di hamparan tanah dan tertimbun tanah adalah Candi Minak Jingga. Candi yang disebut terakhir ini merupakan keunikan peninggalan Majapahit, karena semua bangunan candi biasanya terbuat dari batu bata merah, sementara Candi Minak Jingga terbuat dari batu. Keunikan lainnya adalah peninggalan purbakala berupa kompleks makam Islam Troloyo. Bayangkan, di tengah kejayaan Hindu Budha pada waktu itu, ternyata Islam memiliki tempat tersendiri. Terkait pemakaman, ada pula situs makam Putri Cempa, permaisuri Raja Majapahit terakhir yang dimakamkan secara Islam. Dan masih berada di sekitar Kolam Segaran, terdapat pula Makam Panjang, meski masih diragukan kebenarannya sebagai makam dalam pengertian pekuburan.
Pertanyaannya sekarang, apakah yang telah kita perbuat dengan peninggalan purbakala yang amat sangat kaya itu? Apakah sudah puas beberapa candi selesai direkonstruksi, sekian banyak arca tersimpan di museum, dan sejumlah benda purbakala terjaga di tempat asalnya? Sementara masih amat banyak benda purbakala lain yang belum diidentifikasi, masih terpendam di tanah, atau bahkan masih berupa hamparan lahan yang diyakini memiliki kandungan peninggalan benda-benda bersejarah.
Melakukan ekskavasi, rekonstruksi hingga menghadirkan kembali keberadaan Kota Majapahit, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan lebih daripada itu, adalah butuh waktu yang amat panjang. “Sampai seratus tahun pun kita belum tentu selesai,” kata Menteri Kebudayaan RI Jero Wacik. Jika Yunani memiliki Acropolis di Athena, Italia menyimpan reruntuhan Pompeii, Kamboja bangga dengan Angkor Wat, dan Peru masih setia merawat Machu Picchu, Indonesia hanya memiliki Trowulan yang hingga saat ini pun belum tergali sempurna.
Itulah sebabnya lantas muncul gagasan membangun gedung megah bernama Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang kemudian menghebohkan itu. PIM yang ada sekarang ini dinilai masih belum memadai. Hanya satu lantai, dan sudah penuh sesak dengan koleksi benda cagar budaya peninggalan Majapahit yang amat sangat banyak itu. Maka PIM yang digagas itu, nantinya dibuat berlantai tiga, lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya. Hanya saja, lokasi pembangunan PIM yang baru itu justru tepat berada di atas hamparan lahan yang sangat kaya dengan peninggalan purbakala. Tak ayal, ketika pondasi bangunan dikerjakan, banyak benda-benda bersejarah yang tercongkel keluar. Protes pun berdatangan dari mana-mana, bahkan sebuah tulisan di Kompas langsung menohok keras: Situs Majapahit Dirusak Pemerintah.! Alamak
Sumber : http://www.wacananusantara.org