Oleh : Irfan Anshory
Semasa Lampung termasuk kekuasaan Banten, Kejonjoman Semangka berpusat di Burnai Tanjung Beringin, diperintah seorang jonjom (wakil Sultan Banten), dan terbagi ke dalam empat paksi dan dua belas bandar. Empat paksi (Paksi Pak) itu adalah Paksi Benawang di Negeri Ratu, Paksi Belunguh di Kagungan, Paksi Ngarip di Padang Ratu, dan Paksi Way Nipah di Pematang Sawah. Hal ini sesuai dengan empat paksi nenek-moyang di Sekalaberak: Ratu Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, dan Ratu Bejalan di Way. Adapun dua belas bandar (Bandar Ruwa Belas) terdiri dari Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Badak, Limau, Batu Regak, Buai Nyata, Kelungu, Talagening, Pekon Balak, Sanggi, dan Rajabasa.
Setelah Lampung dikuasai Belanda, kejonjoman Semangka diubah menjadi Onderafdeling Semangka, yang dibagi menjadi delapan marga: Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Limau, Benawang, Belunguh, Ngarip, dan Pematang Sawah.
Daerah Cukuh Balak (marga Kelumbayan, Pertiwi, Putih dan Limau) di pantai selatan Lampung sangat sedikit memiliki lahan pertanian karena merupakan daerah pesisir. Hal ini menyebabkan banyak penduduk mencari daerah baru yang jauh dari pantai. Daerah Talangpadang dan Waylima merupakan contoh daerah baru tersebut. Di kedua daerah ini sampai sekarang masih terdengar istilah Selimau, Seputih, Sepertiwi, dsb, untuk mengingatkan mereka pada daerah asal.
Perpindahan besar-besaran penduduk Limau ke daerah Talangpadang dipacu oleh dua hal. Pertama, pembukaan Jalan Raya Pos (Postweg) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada pertengahan abad ke-19, yang menghubungkan Teluk Betung dan Kota Agung, sangat menarik minat masyarakat untuk mendirikan pekon di tepi jalan raya. Kedua, meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883 (labung hambua, “hujan abu”) menyebabkan sebagian penduduk marga Limau ingin mencari daerah pemukiman baru, sebab tanah pertanian mereka rusak oleh abu gunung berapi.
Perpindahan dari Limau dipelopori oleh masyarakat pekon Padang Manis dan pekon Atar Berak. Orang-orang dari Padang Manis mula-mula membuka pekon Way Tebu, kemudian membuka pekon Talangpadang dan Banjarnegeri, sedangkan orang-orang dari Atar Berak mula-mula membuka pekon Penanggungan, kemudian membuka pekon Kedaloman dan Sukabanjar. Sesudah itu datang masyarakat Gunung Haji membuka pekon Bandingagung dan Kejayaan. Lalu menyusul pula masyarakat Pekon Ampai membuka pekon Sukaraja. Semua yang disebutkan di atas berasal dari marga Limau. Kemudian datang masyarakat dari marga Pertiwi membuka pekon Sukabumi, dan masyarakat dari marga Putih membuka pekon Kutadalom. Lalu datang pula orang-orang dari Kotaagung membuka pekon Banjarmanis.
Maka pada Kamis 1 Juni 1933 (7 Safar 1352 H), berdirilah Marga Gunung Alip, dengan dua penyimbang marga: Pangeran Raja Hukum dari Talangpadang dan Dalom Ya Sangun Ratu dari Kedaloman.
Dua belas penyimbang pokok dalam Marga Gunung Alip adalah:
Pangeran Raja Hukum (Talangpadang);
Batin Paksi Negara (Bandingagung);
Raja Purba (Sukabumi);
Radin Gomontor (Kejayaan);
Batin Raja Intan (Sukabanjar-Pariaman);
Batin Sempurna Jaya (Sukabanjar-Tanjungharapan);
Batin Jaya Krama (Sukabanjar-Seriagung);
Dalom Ya Sangun Ratu (Kedaloman);
Batin Pangeran (Sukaraja);
Batin Mangku Negara (Banjarnegeri-Seriagung);
Batin Mengunang (Banjarnegeri-Cahyanegeri);
Raja Pemuka (Banjarnegeri-Tanjungraja).
Sesuai dengan perkembangan zaman, dalam Marga Gunung Alip sekarang terdapat empat kebandaran: Talangpadang, Kedaloman, Bandingagung, Negeriagung. Masing-masing kebandaran membawahi penyimbang-penyimbang pekon atau sebatin-sebatin. Meski pun pada mulanya penyimbang pokok cuma dua belas, sekarang ini terdapat cukup banyak penyimbang, sebab banyak jaru suku yang melakukan promosi (angkat nama) menjadi sebatin-sebatin baru.
Kebandaran Kedaloman (Atar Berak)
Kebandaran Atar Berak dengan penyimbang Pangeran Bandar Marga yang berkedudukan di Rajabasa, Kedaloman, membawahi sebelas kesebatinan:
Tanjungharapan: Batin Kesuma Ningrat;
Padangdalom: Batin Raja Utama;
Seriagung: Batin Dahulu Ratu;
Sukamarga: Batin Jaya Utama;
Padarincang: Batin Raja Syah;
Mirakbatin: Batin Surya Diningrat;
Negeriratu: Batin Mangku Desa;
Pariaman: Batin Raja Nursiwan;
Banyuasin: Raja Penyimbang;
Padangratu: Raja Nirwana;
Pelitajaya: Batin Pemuka.
Silsilah Pokok Kebandaran Atar Berak
Pejor Alam, di pekon Atar-Berak, Limau, yang hidup pada abad ke-17, memunyai tiga orang putra: Ngabihi (menurunkan keluarga Rajabasa), Ngagebat (keluarga Tanjungharapan), dan Nyawadi (keluarga Pariaman dan Mirakbatin).
Ngabihi berputra Radin Mas Tangga, berputra Radin Suryadilaga, berputra Raja Isunan (Sebatin Atar Berak), berputra Raja Besar Alip, berputra Bandar Alam, berputra Dalom Ya Sangun Ratu (Bandar Kedaloman), berputra Su’ud Pangeran Pokok Adat, berputra Efendi Pangeran Bandar Marga.
Ngagebat (Jayaguda) berputra Ki Gede Agung (Imam Penata Gama), berputra Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun (Suku Kanan Atar Berak), berputra Haji Muhammad Rais Radin Taji Marga, berputra Haji Sulaiman Radin Simbangan, berputra Muhammad Adnan Radin Besar kemudian bergelar Batin Sempurna Jaya (Sebatin Tanjungharapan), berputra Masyuni Batin Indera Kesuma, berputra Irfan Anshory Batin Kesuma Ningrat.
Nyawadi berputra Tanjar Muda, berputra Penyana, berputra Minak Paduka (Suku Kiri Atar Berak), berputra Muhammad Yasin, berputra Abdul Muin, berputra Minak Sengaji kemudian bergelar Batin Raja Intan (Sebatin Pariaman), berputra Yasin Batin Raja Nursiwan, berputra Syamsul Arifin Batin Putera Jaya.
Catatan: enam generasi terdahulu masih berdiam di daerah Limau (Cukuh Balak), tiga generasi terakhir sudah mendiami daerah Gunung Alip sekarang.
Silsilah Keluarga Tanjung Harapan
Penyimbang di turunan
Tutukan anjak saka
Radu papira jaman
Raja mak kilu bangsa
Ngagebat, putra kedua Pejor Alam (adiknya Ngabihi), ketika pemuda merantau ke Banten, siba (menghadap sultan) dan kajenong (meminta gelar) sambil memperdalam ilmu. Ngagebat mengarang adi-adi ketika pergi: keris ruwa nyak kodo, ki haga siba banton, hilang nyawa nyak kodo, ampai dipangka temon.
Pada masa itu Sultan Banten Abdul Fatah sedang berperang melawan Belanda. Ngagebat pun ikut berjuang. Menurut cerita, Ngagebat pulang dari medan perang, menghadap Sultan di istana sambil membawa telinga sekeranjang (cuping sanga kecandang), pertanda dia berhasil membunuh tentara Belanda sebanyak telinga yang dibawanya. (Induh temon api mawat, ana gelarni cerita!). Sultan Banten merasa kagum akan kehebatan meranai Lampung ini dan memberinya gelar Jayaguda, sering disingkat Jaguda.
Setelah cukup memperdalam ilmu, baik ilmu pendekar maupun ilmu agama, Ngagebat (Jaguda) kembali ke Atar Berak. Setelah Jaguda wafat, kuburannya dikeramatkan orang dan disebut "Keramat Atar Berak". Di kompleks makam itu, di pekon tuha Atar Berak, Limau, sampai sekarang masih ada "kursi batu" peninggalan Jaguda.
Ngagebat (Jaguda) terlalu lama membujang dan baru menikah sewaktu usianya lanjut. Dengan istrinya, Gusti Puyang, Ngagebat cuma berputra satu, yang diberi nama berbau Banten, yaitu Ki Gede Agung. Namun anak yang seorang ini benar-benar mewarisi ilmu ayahnya dalam hal agama, sehingga di masa tuanya dia memeroleh gelar Imam Penata Gama.
Imam Penata Gama (Ki Gede Agung) beristrikan Galuh Ratu, dan dikurniai Allah tujuh putra laki-laki. Yang seorang meninggal di masa remaja, sehingga hanya enam orang yang mengembangkan keturunan, yaitu:
1) Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun—Muhammad Rais—Sulaiman—Muhammad Adnan—Masyuni dan Masrohan—Irfan Anshory.
2) Niti Bangsa, berputra Gagul Jaya—Mas Pecalang—Abdur Rani—Sarbini—Iryatun—Wawan.
3) Jalang Kecacah, berputra Jimpang Batin—Muhibat dan Masibah—Abdulhamid—Sawiah—Fathullah.
4) Anggu Mas, berputra Ayuminah—Saibah—Marsudin—Syamsu—Indra.
5) Ranggau Jaya, berputra Rayi Siyah—Ramik Mas—Cinta Batin—Ja’far—Idris.
6) Mirak Sekudi, berputra Jamil—Jamari—Muhammad Amin—Absani.
Yang disebutkan di sini hanyalah keturunan lurus ke bawah. Masing-masing nama di atas tentu memunyai banyak saudara kandung (kakak dan adik) yang juga beranak-cucu, sehingga mencakup seluruh keluarga besar Tanjungharapan sekarang.
Tujuh Jenjang Adok (Gelar) Lampung Peminggir
Panda Pakusara
(1) Batin -- Batin Raja – Radin
(2) Radin – Minak
(3) Minak – Enton
(4) Kimas (Tihang, Lidah) – Adi (Mas)
(5) Mas (Bangsa, Jaga) – Sinang (Cahya)
Punggawa
(6) Layang – Anggin
Muda – Anggin
Pemuka – Anggin
Purba – Anggin
Niti – Anggin
Rayat – Anggin
Jimpang – Anggin
Kuta – Anggin
Pagar – Anggin
Kunci – Anggin
(7) Bunga – Rayi
Morep – Rayi
Jimat – Rayi
Baris – Rayi
Ramik – Rayi
Tanjar – Rayi
Munggah – Rayi
Ulas – Rayi
Bebas – Rayi
Linggang – Rayi
Senggaya Adok Ragah
Adipati, Agung, Alam, Alip, Andalan, Bahasa, Bakti, Bangsa, Bangsawan, Batin, Bebas, Bendara, Berlian, Besar, Bintara, Buai, Buana, Budiman, Bujangga, Bumi, Cahya, Dalom, Darma, Darmala, Demang, Dermawan, Desa, Dilaga, Diwa, Gama, Gomontor, Gumuruh, Haluan, Hirang, Hukum, Hulubalang, Imba, Indera, Intan, Isunan, Jaga, Jaksa, Jaya, Jiwa, Kalipah, Kanggu, Kapitan, Kecacah, Kelana, Kemala, Kesuma, Kerama, Kunci, Laksamana, Liyu, Mandala, Malila, Mangku, Mangkuta, Marga, Mas, Menanti, Mengunang, Mincar, Muda, Mulia, Murip, Negara, Negeri, Ngasisa, Ningrat, Nirwana, Niti, Nurjati, Nursiwan, Nyinang, Padoman, Paduka, Panglima, Panji, Paksi, Paku, Pastiti, Patih, Pecalang, Pejor, Pelita, Pemuka, Penata, Pendita, Pengiman, Pengiran, Penyimbang, Perbasa, Perdana, Perwira, Punggawa, Purba, Purnama, Pusaka, Pusiban, Pusirah, Putera, Raja, Rajasa, Ratu, Rusia, Sabungan, Sangkiman, Sangun, Santeri, Sari, Sarih, Sebuai, Sehari, Sejati, Sekudi, Selaka, Selinggang, Semberani, Sempurna, Senanti, Senapati, Sengaji, Seniti, Senimbang, Sentika, Sepulah, Seruni, Setia, Setiawan, Simbangan, Singa, Suara, Suhunan, Suku, Suntan, Surya, Syah, Taji, Tangga, Tinggi, Tumenggung, Ulangan, Unjunan, Utama, Wijaya, Wira, Ya, Yuda.
Senggaya Adok Bebai
Akuan, Angguan, Anggin, Ayu, Bahagia, Basiyah, Berlian, Buai, Buana, Cahya, Cempaka, Cendana, Dalom, Delima, Dengian, Dian, Enton, Galuh, Hariya, Indah, Jamanton, Jamidah, Jamilah, Jaminah, Jasimah, Jasiyah, Jumami, Juwita, Kamilah, Kasijah, Kasimah, Kasiyah, Kekunang, Kencana, Kesuma, Kumbang, Lamidah, Laminah, Lamisah, Lamiya, Linggam, Liyah, Luwih, Malati, Malila, Maliyah, Mantiara, Marga, Mas, Masibah, Masidah, Masijah, Masinah, Masiyah, Midah, Minah, Misah, Mustika, Nerang, Nirmala, Nurcahya, Permata, Rayi, Riya, Sakinah, Samidah, Samijah, Saminah, Samiyah, Saniyah, Salijah, Saliyah, Satibah, Satijah, Satiyah, Selaka, Sari, Siar, Sibah, Sidah, Sijah, Simah, Sinah, Sinang, Sirian, Siti, Siyah, Sugihan, Tindayan, Ulihan.
Sumber: http://irfananshory.blogspot.com
Semasa Lampung termasuk kekuasaan Banten, Kejonjoman Semangka berpusat di Burnai Tanjung Beringin, diperintah seorang jonjom (wakil Sultan Banten), dan terbagi ke dalam empat paksi dan dua belas bandar. Empat paksi (Paksi Pak) itu adalah Paksi Benawang di Negeri Ratu, Paksi Belunguh di Kagungan, Paksi Ngarip di Padang Ratu, dan Paksi Way Nipah di Pematang Sawah. Hal ini sesuai dengan empat paksi nenek-moyang di Sekalaberak: Ratu Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, dan Ratu Bejalan di Way. Adapun dua belas bandar (Bandar Ruwa Belas) terdiri dari Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Badak, Limau, Batu Regak, Buai Nyata, Kelungu, Talagening, Pekon Balak, Sanggi, dan Rajabasa.
Setelah Lampung dikuasai Belanda, kejonjoman Semangka diubah menjadi Onderafdeling Semangka, yang dibagi menjadi delapan marga: Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Limau, Benawang, Belunguh, Ngarip, dan Pematang Sawah.
Daerah Cukuh Balak (marga Kelumbayan, Pertiwi, Putih dan Limau) di pantai selatan Lampung sangat sedikit memiliki lahan pertanian karena merupakan daerah pesisir. Hal ini menyebabkan banyak penduduk mencari daerah baru yang jauh dari pantai. Daerah Talangpadang dan Waylima merupakan contoh daerah baru tersebut. Di kedua daerah ini sampai sekarang masih terdengar istilah Selimau, Seputih, Sepertiwi, dsb, untuk mengingatkan mereka pada daerah asal.
Perpindahan besar-besaran penduduk Limau ke daerah Talangpadang dipacu oleh dua hal. Pertama, pembukaan Jalan Raya Pos (Postweg) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada pertengahan abad ke-19, yang menghubungkan Teluk Betung dan Kota Agung, sangat menarik minat masyarakat untuk mendirikan pekon di tepi jalan raya. Kedua, meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883 (labung hambua, “hujan abu”) menyebabkan sebagian penduduk marga Limau ingin mencari daerah pemukiman baru, sebab tanah pertanian mereka rusak oleh abu gunung berapi.
Perpindahan dari Limau dipelopori oleh masyarakat pekon Padang Manis dan pekon Atar Berak. Orang-orang dari Padang Manis mula-mula membuka pekon Way Tebu, kemudian membuka pekon Talangpadang dan Banjarnegeri, sedangkan orang-orang dari Atar Berak mula-mula membuka pekon Penanggungan, kemudian membuka pekon Kedaloman dan Sukabanjar. Sesudah itu datang masyarakat Gunung Haji membuka pekon Bandingagung dan Kejayaan. Lalu menyusul pula masyarakat Pekon Ampai membuka pekon Sukaraja. Semua yang disebutkan di atas berasal dari marga Limau. Kemudian datang masyarakat dari marga Pertiwi membuka pekon Sukabumi, dan masyarakat dari marga Putih membuka pekon Kutadalom. Lalu datang pula orang-orang dari Kotaagung membuka pekon Banjarmanis.
Maka pada Kamis 1 Juni 1933 (7 Safar 1352 H), berdirilah Marga Gunung Alip, dengan dua penyimbang marga: Pangeran Raja Hukum dari Talangpadang dan Dalom Ya Sangun Ratu dari Kedaloman.
Dua belas penyimbang pokok dalam Marga Gunung Alip adalah:
Pangeran Raja Hukum (Talangpadang);
Batin Paksi Negara (Bandingagung);
Raja Purba (Sukabumi);
Radin Gomontor (Kejayaan);
Batin Raja Intan (Sukabanjar-Pariaman);
Batin Sempurna Jaya (Sukabanjar-Tanjungharapan);
Batin Jaya Krama (Sukabanjar-Seriagung);
Dalom Ya Sangun Ratu (Kedaloman);
Batin Pangeran (Sukaraja);
Batin Mangku Negara (Banjarnegeri-Seriagung);
Batin Mengunang (Banjarnegeri-Cahyanegeri);
Raja Pemuka (Banjarnegeri-Tanjungraja).
Sesuai dengan perkembangan zaman, dalam Marga Gunung Alip sekarang terdapat empat kebandaran: Talangpadang, Kedaloman, Bandingagung, Negeriagung. Masing-masing kebandaran membawahi penyimbang-penyimbang pekon atau sebatin-sebatin. Meski pun pada mulanya penyimbang pokok cuma dua belas, sekarang ini terdapat cukup banyak penyimbang, sebab banyak jaru suku yang melakukan promosi (angkat nama) menjadi sebatin-sebatin baru.
Kebandaran Kedaloman (Atar Berak)
Kebandaran Atar Berak dengan penyimbang Pangeran Bandar Marga yang berkedudukan di Rajabasa, Kedaloman, membawahi sebelas kesebatinan:
Tanjungharapan: Batin Kesuma Ningrat;
Padangdalom: Batin Raja Utama;
Seriagung: Batin Dahulu Ratu;
Sukamarga: Batin Jaya Utama;
Padarincang: Batin Raja Syah;
Mirakbatin: Batin Surya Diningrat;
Negeriratu: Batin Mangku Desa;
Pariaman: Batin Raja Nursiwan;
Banyuasin: Raja Penyimbang;
Padangratu: Raja Nirwana;
Pelitajaya: Batin Pemuka.
Silsilah Pokok Kebandaran Atar Berak
Pejor Alam, di pekon Atar-Berak, Limau, yang hidup pada abad ke-17, memunyai tiga orang putra: Ngabihi (menurunkan keluarga Rajabasa), Ngagebat (keluarga Tanjungharapan), dan Nyawadi (keluarga Pariaman dan Mirakbatin).
Ngabihi berputra Radin Mas Tangga, berputra Radin Suryadilaga, berputra Raja Isunan (Sebatin Atar Berak), berputra Raja Besar Alip, berputra Bandar Alam, berputra Dalom Ya Sangun Ratu (Bandar Kedaloman), berputra Su’ud Pangeran Pokok Adat, berputra Efendi Pangeran Bandar Marga.
Ngagebat (Jayaguda) berputra Ki Gede Agung (Imam Penata Gama), berputra Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun (Suku Kanan Atar Berak), berputra Haji Muhammad Rais Radin Taji Marga, berputra Haji Sulaiman Radin Simbangan, berputra Muhammad Adnan Radin Besar kemudian bergelar Batin Sempurna Jaya (Sebatin Tanjungharapan), berputra Masyuni Batin Indera Kesuma, berputra Irfan Anshory Batin Kesuma Ningrat.
Nyawadi berputra Tanjar Muda, berputra Penyana, berputra Minak Paduka (Suku Kiri Atar Berak), berputra Muhammad Yasin, berputra Abdul Muin, berputra Minak Sengaji kemudian bergelar Batin Raja Intan (Sebatin Pariaman), berputra Yasin Batin Raja Nursiwan, berputra Syamsul Arifin Batin Putera Jaya.
Catatan: enam generasi terdahulu masih berdiam di daerah Limau (Cukuh Balak), tiga generasi terakhir sudah mendiami daerah Gunung Alip sekarang.
Silsilah Keluarga Tanjung Harapan
Penyimbang di turunan
Tutukan anjak saka
Radu papira jaman
Raja mak kilu bangsa
Ngagebat, putra kedua Pejor Alam (adiknya Ngabihi), ketika pemuda merantau ke Banten, siba (menghadap sultan) dan kajenong (meminta gelar) sambil memperdalam ilmu. Ngagebat mengarang adi-adi ketika pergi: keris ruwa nyak kodo, ki haga siba banton, hilang nyawa nyak kodo, ampai dipangka temon.
Pada masa itu Sultan Banten Abdul Fatah sedang berperang melawan Belanda. Ngagebat pun ikut berjuang. Menurut cerita, Ngagebat pulang dari medan perang, menghadap Sultan di istana sambil membawa telinga sekeranjang (cuping sanga kecandang), pertanda dia berhasil membunuh tentara Belanda sebanyak telinga yang dibawanya. (Induh temon api mawat, ana gelarni cerita!). Sultan Banten merasa kagum akan kehebatan meranai Lampung ini dan memberinya gelar Jayaguda, sering disingkat Jaguda.
Setelah cukup memperdalam ilmu, baik ilmu pendekar maupun ilmu agama, Ngagebat (Jaguda) kembali ke Atar Berak. Setelah Jaguda wafat, kuburannya dikeramatkan orang dan disebut "Keramat Atar Berak". Di kompleks makam itu, di pekon tuha Atar Berak, Limau, sampai sekarang masih ada "kursi batu" peninggalan Jaguda.
Ngagebat (Jaguda) terlalu lama membujang dan baru menikah sewaktu usianya lanjut. Dengan istrinya, Gusti Puyang, Ngagebat cuma berputra satu, yang diberi nama berbau Banten, yaitu Ki Gede Agung. Namun anak yang seorang ini benar-benar mewarisi ilmu ayahnya dalam hal agama, sehingga di masa tuanya dia memeroleh gelar Imam Penata Gama.
Imam Penata Gama (Ki Gede Agung) beristrikan Galuh Ratu, dan dikurniai Allah tujuh putra laki-laki. Yang seorang meninggal di masa remaja, sehingga hanya enam orang yang mengembangkan keturunan, yaitu:
1) Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun—Muhammad Rais—Sulaiman—Muhammad Adnan—Masyuni dan Masrohan—Irfan Anshory.
2) Niti Bangsa, berputra Gagul Jaya—Mas Pecalang—Abdur Rani—Sarbini—Iryatun—Wawan.
3) Jalang Kecacah, berputra Jimpang Batin—Muhibat dan Masibah—Abdulhamid—Sawiah—Fathullah.
4) Anggu Mas, berputra Ayuminah—Saibah—Marsudin—Syamsu—Indra.
5) Ranggau Jaya, berputra Rayi Siyah—Ramik Mas—Cinta Batin—Ja’far—Idris.
6) Mirak Sekudi, berputra Jamil—Jamari—Muhammad Amin—Absani.
Yang disebutkan di sini hanyalah keturunan lurus ke bawah. Masing-masing nama di atas tentu memunyai banyak saudara kandung (kakak dan adik) yang juga beranak-cucu, sehingga mencakup seluruh keluarga besar Tanjungharapan sekarang.
Tujuh Jenjang Adok (Gelar) Lampung Peminggir
Panda Pakusara
(1) Batin -- Batin Raja – Radin
(2) Radin – Minak
(3) Minak – Enton
(4) Kimas (Tihang, Lidah) – Adi (Mas)
(5) Mas (Bangsa, Jaga) – Sinang (Cahya)
Punggawa
(6) Layang – Anggin
Muda – Anggin
Pemuka – Anggin
Purba – Anggin
Niti – Anggin
Rayat – Anggin
Jimpang – Anggin
Kuta – Anggin
Pagar – Anggin
Kunci – Anggin
(7) Bunga – Rayi
Morep – Rayi
Jimat – Rayi
Baris – Rayi
Ramik – Rayi
Tanjar – Rayi
Munggah – Rayi
Ulas – Rayi
Bebas – Rayi
Linggang – Rayi
Senggaya Adok Ragah
Adipati, Agung, Alam, Alip, Andalan, Bahasa, Bakti, Bangsa, Bangsawan, Batin, Bebas, Bendara, Berlian, Besar, Bintara, Buai, Buana, Budiman, Bujangga, Bumi, Cahya, Dalom, Darma, Darmala, Demang, Dermawan, Desa, Dilaga, Diwa, Gama, Gomontor, Gumuruh, Haluan, Hirang, Hukum, Hulubalang, Imba, Indera, Intan, Isunan, Jaga, Jaksa, Jaya, Jiwa, Kalipah, Kanggu, Kapitan, Kecacah, Kelana, Kemala, Kesuma, Kerama, Kunci, Laksamana, Liyu, Mandala, Malila, Mangku, Mangkuta, Marga, Mas, Menanti, Mengunang, Mincar, Muda, Mulia, Murip, Negara, Negeri, Ngasisa, Ningrat, Nirwana, Niti, Nurjati, Nursiwan, Nyinang, Padoman, Paduka, Panglima, Panji, Paksi, Paku, Pastiti, Patih, Pecalang, Pejor, Pelita, Pemuka, Penata, Pendita, Pengiman, Pengiran, Penyimbang, Perbasa, Perdana, Perwira, Punggawa, Purba, Purnama, Pusaka, Pusiban, Pusirah, Putera, Raja, Rajasa, Ratu, Rusia, Sabungan, Sangkiman, Sangun, Santeri, Sari, Sarih, Sebuai, Sehari, Sejati, Sekudi, Selaka, Selinggang, Semberani, Sempurna, Senanti, Senapati, Sengaji, Seniti, Senimbang, Sentika, Sepulah, Seruni, Setia, Setiawan, Simbangan, Singa, Suara, Suhunan, Suku, Suntan, Surya, Syah, Taji, Tangga, Tinggi, Tumenggung, Ulangan, Unjunan, Utama, Wijaya, Wira, Ya, Yuda.
Senggaya Adok Bebai
Akuan, Angguan, Anggin, Ayu, Bahagia, Basiyah, Berlian, Buai, Buana, Cahya, Cempaka, Cendana, Dalom, Delima, Dengian, Dian, Enton, Galuh, Hariya, Indah, Jamanton, Jamidah, Jamilah, Jaminah, Jasimah, Jasiyah, Jumami, Juwita, Kamilah, Kasijah, Kasimah, Kasiyah, Kekunang, Kencana, Kesuma, Kumbang, Lamidah, Laminah, Lamisah, Lamiya, Linggam, Liyah, Luwih, Malati, Malila, Maliyah, Mantiara, Marga, Mas, Masibah, Masidah, Masijah, Masinah, Masiyah, Midah, Minah, Misah, Mustika, Nerang, Nirmala, Nurcahya, Permata, Rayi, Riya, Sakinah, Samidah, Samijah, Saminah, Samiyah, Saniyah, Salijah, Saliyah, Satibah, Satijah, Satiyah, Selaka, Sari, Siar, Sibah, Sidah, Sijah, Simah, Sinah, Sinang, Sirian, Siti, Siyah, Sugihan, Tindayan, Ulihan.
Sumber: http://irfananshory.blogspot.com