Kemajemukan Budaya Melayu Tak Menutup Masuknya Unsur Luar

Dalam perjalanan sejarah yang panjang, kebudayaan Melayu telah menjadi kebudayaan yang majemuk. Mengingat sifat tersebut, revitalisasi kesenian Melayu perlu dilaksanakan dengan tidak menutup kemungkinan masuknya unsur-unsur budaya luar dan kekinian.

Demikian rumusan dari rangkaian seminar "Pluralitas dan Identitas Budaya Melayu" serta lokakarya "Revitalisasi Seni Tradisi Melayu" yang berlangsung di Senggarang, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Tim perumus antara lain terdiri atas Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Pudentia, guru besar pendidikan Universitas Riau Suwardi MS, Kepala Pusat Bahasa Dendy Sugono, peneliti Ninuk Kleden, dan pelaku seni Rayahu Supanggah.

Kemajemukan kebudayaan Melayu tersebut terungkap dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain, bahasa, adat resam atau kebiasaan, dan kesenian yang hidup serta diamalkan menjadi tradisi dalam masyarakat.

Seperti dikatakan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Pudentia, dalam era globalisasi sekarang ini banyak nilai budaya Melayu yang mengalami perubahan. Bahkan, ada yang hilang dan tidak dikenal lagi. Dia mencontohkan teater rakyat Mak Yong yang ditelitinya saat mengambil gelar doktor. Pertunjukan teater bertopeng itu sulit sekali ditemui saat ini.

"Tenggelamnya sebuah kesenian dan budaya antara lain karena umumnya orang mengartikan tradisi sebagai sesuatu yang kuno dan bagian dari masa lalu. Padahal tidak demikian karena perwujudannya dapat dalam bentuk sekarang melalui transformasi teknik, tentunya dengan tetap mempertahankan roh dari kebudayaan itu," katanya.

Selain itu, juga dapat dikarenakan adanya kesenjangan antara apresiasi masyarakat dan cipta seni tradisi. Penyebab lainnya, fungsi estetika tidak mengakomodasi kepentingan saat ini.

Sekalipun menerima unsur luar, revitalisasi kebudayaan Melayu sangat perlu dilakukan dengan mengutamakan asas maknawi, manfaat, dan relevansi kesenian tersebut dengan nilai kehidupan masyarakat Melayu yang religius, terbuka, arif, dan dinamis.

Kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam upaya revitalisasi kebudayaan Melayu adalah meningkatkan apresiasi masyarakat luas terhadap kesenian Melayu, penyebaran informasi, manajemen kesenian yang profesional, dan pengembangan jejaring. Selain itu, nilai budaya Melayu perlu diteruskan kepada generasi muda melalui pendidikan.

Identitas Melayu
Secara terpisah, Suwardi MS mengatakan sulit menyepakati identitas atau definisi Melayu. Selama ini, kata dia, yang dipercayai bahwa Melayu setidaknya mempunyai ciri menonjol seperti religius (dalam hal ini Islam), terbuka, kekerabatan yang erat, jiwa maritim, dan yang mudah dikenali adalah bahasa.

Berbicara tentang Melayu juga tidak mudah dalam kerangka geopolitis atau negara, terutama di kawasan Semenanjung Malaka. Sebelum traktat London antara Inggris dan Belanda tahun 1824, puak Melayu di Asia Tenggara tidak terpisahkan dalam kawasan administratif kolonialis tersebut. "Melayu itu tak lain adalah pemahaman tentang nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang menyebut dirinya Melayu," katanya.

Pakar Melayu dari University of Malaya, Ismail Hussein, berpendapat bahwa Melayu adalah state of mind. "Melayu disatukan oleh kerinduan dan perasaan senasib yang sulit dijelaskan, terlepas dari geopolitik dan batasan wilayah administratif negara," katanya.

Sumber : Kompas