Batam–Gerbang Menuju Pulau Penyengat

Oleh : Badrut Tamam Gaffas

Lantaran sebuah hal, akhirnya saya berkesempatan menyinggahi Batam, salah satu pulau terluar berjuluk pulau kalajengking “the scorpion island”, pulau penting yang terletak di antara gugusan pulau di semenanjung Riau yang mempunyai nilai strategis khususnya karena berada dalam lingkar kawasan segitiga emas sijori atau the golden triangle di antara Singapura, Johor dan Riau. Dekatnya Batam ke Singapura bisa disaksikan dari arah utara kantor pos kota batam, dari sana jika cuaca cerah kita bisa melihat bangunan–bangunan tinggi pencakar langit negeri Singapura dengan World Trade Centre–nya yang megah.

Batam terkesan banyak berkiblat kepada Singapura dengan ciri bangunan “Rafflesianya” namun yang menarik di jalan–jalan utama kota, kita masih bisa menemukan plang nama jalan yang ditulis secara berganda yakni aksara latin yang bersanding dengan aksara arab seperti pada jalan Laksamana Bintan, jalan Raja Haji Fisabilillah dan sebagainya, tempat-tempat umum pun banyak menggunakan nama khas melayu seperti stadion Tumenggung Abdul Djamal di Muka Kuning atau bandara Hang Nadim di Sekupang. Citra Batam sebagai ranah Melayu tidaklah mudah untuk dihapuskan meski putaran zaman telah menunjukkan jarum milenia.

Bagi saya yang tinggal di batam centre kerapkali terbersit kerinduan untuk sejenak melabuhkan ruhani di masjid raya Batam Center, untungnya dari my mart carnavall mall jaraknya lumayan dekat sehingga cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Terdapat daya tarik tersendiri pada bangunan masjid nan megah bercorak arsitektur khas melayu itu, atapnya berbentuk limas atau tumpang bertingkat yang terbuat dari kayu pilihan berwarna kecoklatan, di dalam masjid terdapat pula kotak amal berjalan terbuat dari bilah kayu berukir yang merupakan miniatur masjid yang unik. Pada sisi belakang masjid terdapat pelataran luas dan asri berhiaskan aneka rumpun bunga lokal yang diapit oleh pilar–pilar pancang bertudung lentera penerang taman nan indah, tersedia koridor panjang yang khusus menghubungkan kedua sisi masjid yang dilengkapi dengan sebuah Taman Air Mancur sehingga Masjid ini menjadi tempat yang menyenangkan untuk beribadah, beristirahat dan berwisata bersama keluarga.

Dari sana kita bisa menatap sekeliling Batam Centre dengan leluasa, di sisi sebelah timur masjid terdapat sebuah kompleks bangunan asrama haji dan ketika selintas pandangan bergeser ke sebelah utara kita dapat menikmati bentang indah panorama teluk Batam Center yang dibangun secara khusus sebagai gerbang pelayaran internasional menggantikan pelabuhan Batu Ampar.
Tidak sedikit yang menjuluki Batam sebagai pulau Habibie karena secara historis Batam menggeliat bangkit berkat langkah inovatif BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek dengan membentuk Badan Otorita Batam yang salah satu programnya adalah pengembangan kawasan padat industri di Muka Kuning serta proyek pembangunan jembatan Barelang yang monumental dengan menghubungkan Batam (Setoko–Nipah), Rempang (Rempang–Galang), Galang (Galang–Galang Baru).

Kedua proyek mercusuar yang sarat kontroversi itu juga banyak diakui sebagai langkah percepatan pembangunan Batam di multi sektor ; industri, perdagangan, kelautan dan pariwisata, namun di sisi lain para karyawan Badan Otorita Batam tak ubahnya tuan–tuan tanah yang memiliki otoritas berlebih atas kawasan tertentu dan juga mengantongi ijin penertiban atas hunian–hunian liar yang tumbuh silih berganti. Otoritas itulah yang pada akhirnya berubah bentuk sebagai legalitas untuk memungut upeti dan menebalkan kantong–kantong pribadi.
Kegundahan itulah yang mendorong saya untuk mengabadikannya dalam rangkaian kata berikut ini :

Lorong dan gang-gang gelap, seberkas warna memerah di kala senja
Tertumpah ruah disana ..
Pendatang liar yang hidupnya terlantar, sebagai buruh-buruh liar…..
Penghuni rumah-rumah liar
Yang belum lagi merdeka dari pungutan–pungutan liar
Selalu saja tumbuh belukar di setiap ladang peradaban
Selalu menitis sang fir‘aun di hati para pemuja kekuasaan
Kelak ia akan menemui akhir yang fana
Seperti taman gantung ajaib negeri Babilonia
Luluh lantak di makan usia … tiada bersisa
(Gaffas-Batam-2001)

Sayangnya persinggahan di Pulau Batam kemudian berakhir sebelum saya sempat menyinggahi sebuah pulau kecil bersejarah yang terletak di Pulau Bintan. Pulau itu bernama Penyengat, gerbang utama untuk mengulas balik sejarah kejayaan Kesultanan Melayu Riau yang pernah berdaulat di Semenanjung Malaka. Di Pulau itulah raja-raja Melayu Riau dimakamkan di atas pusara Engku Putri bernisan pualam bertuliskan syair dan hikayat penuh hikmah yang terkenal sebagai Gurindam Duabelas.

Perjalanan menuju Penyengat bisa diawali dari batam dengan menempuh rute Telaga Punggur–Tanjung Pinang dengan menggunakan kapal wisata dan speed boat, perjalanan berlanjut dengan menumpang speed boat atau sampan menuju Pulau Penyengat, di sanalah terdapat jejak keemasan peradaban Melayu di Semenanjung Malaka dan Nusantara yang memainkan peran penting bagi perjalanan syiar Islam di Asia Tenggara.

Sumber : http://bulanbintang.wordpress.com