Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengungkapkan, hanya dalam waktu dua tahun dari 2005 hingga 2007, sedikitnya 24 pulau kecil di wilayah Indonesia telah tenggelam. Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) DKP, Alex S.W. Retraubun di Jakarta menyatakan, 24 pulau yang dinyatakan hilang itu merupakan kawasan yang sudah teridentifikasi dan telah memiliki nama. Ketika melakukan survei Toponim untuk memberikan nama-nama pulau kecil yang belum bernama sejak 2005 hingga kini diketahui terdapat 24 pulau yang tenggelam, katanya. Dikatakannya, mayoritas pulau kecil yang tenggelam tersebut akibat abrasi air laut yang diperburuk oleh kegiatan penambangan untuk kepentingan komersial. Selain itu, tambahnya, bencana tsunami Aceh 2004 juga berdampak menenggelamkan tiga pulau kecil setempat.
Sebanyak 24 pulau yang tenggelam itu antara lain tiga pulau di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), 3 pulau di Sumatera Utara (Sumut), 3 di Papua, 5 di Kepulauan Riau (Kepri), 2 di Sumatera Barat (Sumbar), 1 di Sulawesi Selatan (Sulsel), dan 7 di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta. Sebanyak 13 pulau atau 54,1 persen di antaranya tenggelam akibat abrasi. Sementara delapan lainnya karena kegiatan penambangan dan sisanya akibat dampak tsunami Aceh yang terjadi tiga tahun lalu. Ke 24 pulau yang tenggelam tersebut yakni Sanjai, Karang Linon Besar dan Karang Linon Kecil di NAD, Pulau Pusung, Lawandra, Niankin (Sumut), Pulau Kikis dan Sijaujau (Sumbar). Di Kepri yakni Pulau Terumbu Daun, Lereh, Tikus, Inggit, dan Begonjai akibat penambangan pasir dan abrasi. Sementara di Jakarta yakni Pulau Ubi Besar, Ubi Kecil dan Nirwana karena tambang untuk bandara. Selain itu juga Pulau Dapur, Payung Kecil, Air Kecil dan Nyamuk Kecil karena abrasi. Di Sulsel yakni Pulau Laut. Sementara tiga pulau di Papua yakni Mioswekel, Urbinasi dan Klakepo.
Alex mengakui pulau-pulau itu merupakan dataran landai yang hanya berketinggian sekitar satu meter di atas permukaan laut sehingga rentan terkena abrasi yang menyebabkan daratannya terkikis air laut. Kerusakan ekologis di pulau kecil ini sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi 24 pulau itu benar-benar sudah hilang secara fisik karena ketinggian daratannya lebih rendah dibandingkan air laut, katanya. Dia mengkhawatirkan tingkat kehilangan fisik kawasan pulau-pulau kecil bakal semakin masif dan besar menyusul fenomena pemanasan global yang menaikkan permukaan air laut hampir satu meter sampai akhir abad ini.
Selain Indonesia, sekitar 42 negara lain yang tergabung dalam Small Islands Developing States (SIDS) atau negara-negara yang wilayahnya merupakan pulau kecil mengalami hal yang sama. Alex mencontohkan sejumlah negara-negara kepulauan di kawasan Afrika, Asia Pasifik, Karibia, dan Mediterania akan tenggelam jika permukaan air laut naik sekitar satu meter. Di Grenada misalnya, kenaikan 50 cm saja akan menenggelamkan 60 persen pantainya. Papua New Guinea sekarang ini sudah kehilangan 25 persen garis pantainya karena tenggelam, katanya. Selain menenggelamkan pulau kecil, Alex menambahkan fenomena pemanasan global juga memperluas kerusakan terumbu karang. Di Palau, tambahnya, pemutihan karang atau coral bleaching terjadi hingga kedalaman 90 meter karena suhu air laut meningkat 1-1,25 derajat Celcius. Hal itu diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomis hingga 91 miliar dolar AS karena kerusakan lingkungan dan penurunan spesies karang dan biota laut.
Sumber : www.tvri.co.id
Sebanyak 24 pulau yang tenggelam itu antara lain tiga pulau di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), 3 pulau di Sumatera Utara (Sumut), 3 di Papua, 5 di Kepulauan Riau (Kepri), 2 di Sumatera Barat (Sumbar), 1 di Sulawesi Selatan (Sulsel), dan 7 di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta. Sebanyak 13 pulau atau 54,1 persen di antaranya tenggelam akibat abrasi. Sementara delapan lainnya karena kegiatan penambangan dan sisanya akibat dampak tsunami Aceh yang terjadi tiga tahun lalu. Ke 24 pulau yang tenggelam tersebut yakni Sanjai, Karang Linon Besar dan Karang Linon Kecil di NAD, Pulau Pusung, Lawandra, Niankin (Sumut), Pulau Kikis dan Sijaujau (Sumbar). Di Kepri yakni Pulau Terumbu Daun, Lereh, Tikus, Inggit, dan Begonjai akibat penambangan pasir dan abrasi. Sementara di Jakarta yakni Pulau Ubi Besar, Ubi Kecil dan Nirwana karena tambang untuk bandara. Selain itu juga Pulau Dapur, Payung Kecil, Air Kecil dan Nyamuk Kecil karena abrasi. Di Sulsel yakni Pulau Laut. Sementara tiga pulau di Papua yakni Mioswekel, Urbinasi dan Klakepo.
Alex mengakui pulau-pulau itu merupakan dataran landai yang hanya berketinggian sekitar satu meter di atas permukaan laut sehingga rentan terkena abrasi yang menyebabkan daratannya terkikis air laut. Kerusakan ekologis di pulau kecil ini sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi 24 pulau itu benar-benar sudah hilang secara fisik karena ketinggian daratannya lebih rendah dibandingkan air laut, katanya. Dia mengkhawatirkan tingkat kehilangan fisik kawasan pulau-pulau kecil bakal semakin masif dan besar menyusul fenomena pemanasan global yang menaikkan permukaan air laut hampir satu meter sampai akhir abad ini.
Selain Indonesia, sekitar 42 negara lain yang tergabung dalam Small Islands Developing States (SIDS) atau negara-negara yang wilayahnya merupakan pulau kecil mengalami hal yang sama. Alex mencontohkan sejumlah negara-negara kepulauan di kawasan Afrika, Asia Pasifik, Karibia, dan Mediterania akan tenggelam jika permukaan air laut naik sekitar satu meter. Di Grenada misalnya, kenaikan 50 cm saja akan menenggelamkan 60 persen pantainya. Papua New Guinea sekarang ini sudah kehilangan 25 persen garis pantainya karena tenggelam, katanya. Selain menenggelamkan pulau kecil, Alex menambahkan fenomena pemanasan global juga memperluas kerusakan terumbu karang. Di Palau, tambahnya, pemutihan karang atau coral bleaching terjadi hingga kedalaman 90 meter karena suhu air laut meningkat 1-1,25 derajat Celcius. Hal itu diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomis hingga 91 miliar dolar AS karena kerusakan lingkungan dan penurunan spesies karang dan biota laut.
Sumber : www.tvri.co.id