Prospek Pengembangan Ekowisata Kawasan Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan Sekitarnya

Oleh : Irwanto, 2008

Pengertian dan Tujuan Ekowisata
Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut :
" Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat " Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.

ECOTOURISM
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut : Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata.

Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan “pelestarian” dibanding pemanfaatan. Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan masyarakat lokal.

Ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik, dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler (Turis Ekowisata) menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (community based).

POTENSI DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA ALAM LAUT (TWA) PULAU MARSEGU DAN SEKITARNYA.
Di Propinsi Maluku, Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah sejumlah 12 unit Cagar Alam (satu diantaranya adalah Cagar Alam Laut), 3 unit Suaka Margasatwa, 1 Unit Taman Nasional dan 5 unit Taman Wisata (tiga diantaranya adalah Taman Wisata Laut). Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya Kabupaten Seram Barat dengan luas sekitar 11.000 Ha ditetapkan sebagai Taman Wisata Laut Pada tanggal 05 - 03 – 1999 dengan SK Menhutbun No. 114/Kpts-II/1999. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sedangkan Pulau Marsegu dengan luas 240,20 ha telah ditetapkan menjadi Kawasan Hutan Lindung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10327/Kpts-II/2002, tanggal 30 Desember 2002. Ekosistem perairan di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya (TWA) memiliki beberapa potensi, yang perlu dikelola dengan baik. Pembentukan kawasan konservasi dimaksudkan untuk pengelolaan sumberdaya hayati, yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaan sumberdaya tersebut. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya (TWA) mengandung nilai konservasi yang tinggi. Hal ini mengacu pada data potensi terumbu karang, mangrove, lamun, rumput laut dan biota lain, seperti Lumba-lumba (mamalia laut) dan Penyu dari jenis Erelmochelys imbricata (Penyu Sisik) dan Chelonia mydas (Penyu Hijau). Beberapa biota laut yang unik, yang ditemukan juga di kawasan ini antara lain: Kelinci Laut (Nudibranch), Tunikata (Acidian) dan sejumlah besar Akar Bahar Kipas (Gorgonian). Oleh karena itu penataan kawasan di TWA sangat penting dan mendasar dalam rangka memelihara dan melestarikan keunikan dan kekayaan ekosistem yang ada.

Fungsi yang sangat mendasar Taman Wisata Alam Laut Pulau Marsegu dan sekitarnya yaitu:
1. sebagai wahana konservasi sumberdaya hayati pesisir dan lautan, dalam rangka upaya perlindungan kawasan dan pelestarian sumberdaya yang ada
2. sebagai wahana penelitian (research) dan pemantauan (monitoring) sumberdaya hayati, meliputi sarana dan prasaraana penelitian dan penyebarluasan informasi
3. sebagai wahana partisipasi masyarakat dari segala lapisan, baik lokal maupun non-lokal dalam rangka pendidikan dan pembinaan yang berwawaasan linkungan, sehingga pembudayaan sadar dan cinta lingkungan dapat dicapai
4. sebagai wahana pemanfaatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang meliputi kegiatan wisata alam dan usaha perikanan yang bersahabat dengan lingkungan.

Potensi sumberdaya alam yang dapat didayagunakan dalam kawasan TWA dan sekitarnya dapat dikelompokkan 2 katagori, yaitu kegiatan wisata dan non-wisata yang menunjang kegiatan wisata. Pendayagunaan potensi sumberdaya alam melalui kegiatan wisata antara lain : snorkling, scuba diving, perahu kaca dan perahu wisata biasa, pancing wisata, ski air, kawasan pendaratan penyu, areal pasir putih, areal kamping (camping ground), komplek persitirahat (bungalow) dengan latar belakang panorama laut. Sedangkan kegiatan non wisata, antara lain: Budidaya rumput laut, Budidaya/pembesaran ikan jaring apung, Penangkaran dan peneloran penyu, Perikanan tradisional di sekitar kawasan, Pendidikan dan Penelitian. Kegiatan-kegiatan tersebut ditata sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan memiliki daerah tetrtentu, dengan mengacu pada zonasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: (1) kegiatan wisata, (2) kegiatan non-wisata yang menunjang kegiatan wisata dan (3) kegiatan umum.

PENGEMBANGAN WISATA
Snorkling, scuba diving dan perahu kaca merupakan kegiatan yang menikmati pemandangan di bawah air. Pemandangan yang menarik itu meliputi hamparan terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, ikan hias dan ikan karang, dan berbagai biota laut lain yang menghuni di bawah dan di dasar laut antara lain kelompok moluska (kerang-kerangan dan siput), coelenterata (ubur-ubur), ekhinodermata (bintang laut, bulu babi, teripang, lili laut dan "sand dollar"), mamalia air, reptilia (penyu). Aktivitas snorkling dapat dilakukan pada perairan yang relatif dangkal sehingga pemandangan bawah air masih dapat dinikmati dengan jelas. Sedangkan untuk perairan yang lebih dalam dapat dilakukan aktivitas scuba diving yang menggunakan alat selam lengkap seperti masker, snorkel, regulator, tabung udara, BCD (Buoyancy Compensator Device), sepatu koral, fin (‘kaki katak”) dan baju selam (jika perlu). Aktivitas snorkling dan scuba diving hendaknya dapat dilakukan pada daerah tertentu (daerah yang sama atau terpisah) yang dapat dikatagorikan indah dan aman bagi pengunjung. Selain itu penjelasan dan pengawasan terhadap pengunjung dilakukan secara efektif sehingga kerusakan terhadap komunitas biota dan ekosistem kawasan dapat dicegah semaksimal mungkin. Kegiatam snorkling dapat dilakukan di sekitar pinggiran Teluk Kotania dan beberapa pulau kecil lainnya seperti Pulau Osi, sepanjang hamparan datar (flat) hingga tubir. Sedangkan kegiatan scuba diving di perairan yang lebih dalam, yaitu mulai dari daerah tubir ke arah laut. Pemandangan bawah laut juga dapat dinikmati tanpa harus berenang, yaitu dengan menggunakan perahu kaca. Pengunjung dapat melihat dan menikmati pemandangan bawah air melalui kaca yang dipasang persis di bawah perahu. Lokasi aktivitas perahu kaca dipisahkan dengan lokasi aktivitas snorkling dan scuba diving, sehingga tidak saling mengganggu. Perahu kaca ini dapat memperkecil resiko kerusakan terumbu karang dan biota lainnya, karena tidak menyentuh dasar perairan sepanjang perahu tidak membuang sauh (jangkar) atau menabrak daerah terumbu karang yang dangkal. Lokasi yang baik adalah sepanjang batas tubir yang mempunyai kedalaman yang relatif dangkal sehingga pemandangan bawah laut masih jelas.

Aktivitas pancing wisata merupakan kegiatan memancing non profit yang menikmati suasana wisata. Kegiatan ini bukan merupakan kegiatan eksploitasi tetapi merupakan pemancingan terbatas pada daerah tertentu dimana populasi dan keanekaragaman ikannya masih cukup tinggi. Daerah yang direkomendasikan untuk kegiatan ini adalah di sebelah selatan pulau. Pemantauan dari kegiatan ini hendaknya dapat dilakukan dengan baik dalam usaha mencegah penurunan populasi ikan yang tinggi dan kemusnahan jenis. Pemantauan dapat dilakukan melalui pencacahan jumlah dan jenis ikan yang tertangkap, serta evaluasi komunitas ikan di alam.

Kegiatan wisata laut lainnya yaitu ski air. Ski air dapat dilakukan pada daerah bebas ombak, dimana pengunjung dapat menikmati dengan meluncur di permukaan air. Aktivitas ini mempunyai resiko kecil terhadap kerusakan lingkungan. Namun demikian, kegiatan ini sebaiknya tidak dilakukan diatas habitat terumbu karang. Hal ini menghindari terinjaknya terumbu karang oleh peserta ski air sewaktu terjatuh ke dalam air. Di kawasan reef flat sebelah utara dan timur laut P. Marsegu ditemukan penyu (Penyu Sisik dan Penyu Hijau) yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat penelitian dan rekreasi terbatas (hanya untuk kepentingan penelitian). Namun demikian, pengunjung yang diperbolehkan masuk ke kawasan penyu tidak boleh banyak, mengingat penyu sangat sensitif terhadap suara dan cahaya. Sedangkan di Pulau Marsegu sendiri menjadi habitat satwa kelelawar (Pteropus vampirus) dalam jumlah besar sehingga oleh masyarakat setempat dinamakan Pulau Marsegu atau Pulau Kelelawar. Selain Kelelawar dapat ditemui juga satwa-satwa yang dilindungi seperti Burung Gosong Megaphodius reinwardtii (Maleo) dan Kepiting Kelapa (Birgus latro) atau yang bahasa lokalnya disebut "kepiting kenari". Masih banyak satwa burung lain yang menjadikan pulau ini sebagai habitat makan, bermain dan tidur.

Potensi alam non hayati yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh pengunjung adalah hamparan pantai pasir putih. Pasir putih ini merupakan suatu tempat dimana pengunjung dapat bermain-main pasir atau ombak, dan tempat istirahat sambil menikmati pemandangan laut atau sambil menjemur badan. Hal yang perlu diperhatikan di lokasi ini adalah sampah baik dari pengunjung atau pihak pengelola yang merupakan sumber pencemaran yang potensial. Selain itu perlu dijaga keutuhan estetika, seperti pemandangan, kebersihan dan sebagainya. Di Pulau Marsegu dan pulau-pulau di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai areal kamping (camping ground) dan penginapan (bungalow). Khusus untuk areal kamping merupakan daerah terbuka dengan alam dimana sekelilingnya terdapat beberapa pohon. Sedangkan tempat penginapan/bungalow dapat dibangun di sekitar pantai, yaitu daratan setelah daerah pasang tertinggi atau rumah panggung diatas permukaan laut yang dangkal dan bebas ombak.

Aksesibilitas ke Pulau Marsegu dari kota Ambon sebagai Ibu Kota provinsi dapat ditempuh melalui rute:
+ Ambon – Hunimua. (Jalur darat)
+ Hunimua – Waipirit (Pulau Seram) menggunakan Ferry (1,5 jam)
+ Waipirit – Piru – Pelita Jaya. (Jalur darat ± 56 km)
+ Pelita Jaya – Pulau Marsegu. (Jalur laut ± 5 km )

PUSTAKA
Fandeli Chafid, dkk, 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anonimous, 1995, Penentuan Calon Kawasan Konservasi Laut di Pulau Marsegu dan sekitarnya. Provinsi Maluku. Dirjen Pembangunan Daerah Depdagri Bekerjasama dengan Direktorat Bina Kawasan Suaka Alam dan Konservasi Flora Fauna, Dephut. Jakarta.

Sumber: http://www.irwantoshut.com