Terjerat Korupsi, Petinggi PLN Diancam Penjara Seumur Hidup

Jakarta - Mantan General Manager Perusahaan Listrik Negara Jawa Timur Hariadi Sadono terancam penjara seumur hidup. Hariadi, kini Direktur PLN Luar Jawa Bali (non aktif), didakwa bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan pengelolaan manajemen pelanggan (Customer Management System). Perbuatannya diduga merugikan negara hingga Rp 175 miliar.

"Terdakwa melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain," ujar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Chatarina Muliana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (23/11).

Hariadi yang ditahan sejak Juli lalu itu dijerat dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Korupsi. Ancaman maksimal dalam pasal ini ialah penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.

Dengan pasal 3 Undang-undang yang sama, Jaksa juga menjerat Hariadi karena ia dinilai menyalahgunakan wewenangnya. Penjara 20 tahun dan denda Rp 1 miliar merupakan ancaman maksimal pasal ini.

Dalam dakwaannya, Jaksa menuturkan Hariadi telah menyalahgunakan wewenang selama menjabat General Manager PLN Distribusi Jawa Timur dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5,28 miliar. Dana berbentuk cek pelawat dan uang tunai tersebut didapatnya dari rekanan proyek, yakni PT Altelindo Karyamandiri dan PT Arthi Duta Aneka Usaha, dari tahun 2004 hingga 2007.

Hariadi juga dituding memperkaya pemilik Arthi Duta, Arthur Palupessy, sebesar Rp 39,06 miliar, serta pemilik sekaligus komisaris Altelindo, Saleh Abdul Malik, senilai Rp 130,67 miliar. Saat Hariadi sebelumnya menjabat General Manager PLN Lampung, ia telah mengenal serta bekerja sama dengan Saleh melalui penunjukan langsung.

Menurut Jaksa, terdakwa pada tahun 2004 mengadakan proyek integrasi enam fungsi pelayanan perusahaan dengan tujuan agar pembayaran rekening listrik pelanggan wilayah Jawa Timur bisa dilakukan secara on line. Namun Hariadi tidak melaksanakan prosedur pengadaan sesuai peraturan perusahaan. Panitia pengadaan tak melakukan proses analisis kelayakan, penyusunan harga perkiraan sendiri, ataupun negosiasi.

Terdakwa pada tahun 2007 sempat pula memerintahkan dua stafnya untuk membuat seluruh dokumen proyek secara formalitas karena perkara tersebut diperiksa oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. "Sehingga seolah-olah seluruh proses pengadaan, dokumen pengadaan, dan surat perjanjian kerjasama dilaksanakan sesuai ketentuan," kata Chatarina.

Hariadi yang mengenakan kemeja putih tampak tekun menyimak dakwaan yang dibacakan. Ia menyatakan keberatan dan bakal mengajukan eksepsi pada sidang berikutnya yang dijadwalkan Senin (30/11) depan. "Saya akan mengajukan keberatan bersama pengacara saya," ucapnya.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com, Senin, 23 November 2009 | 13:17 WIB