Polri Diminta Stop Tangani Korupsi

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Polri untuk tidak lagi menangani kasus korupsi. Menurut lembaga swadaya masyarakat yang getol menyoroti penanganan kasus-kasus korupsi itu, masih banyak kasus korupsi yang tak tuntas ditangani Polisi. Polisi justru lebih banyak menghentikan penyidikan kasus korupsi. Dalam catatan ICW, selama 2004-2008 ada 73 kasus yang dihentikan penyidikannya alias SP3.

Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, di Jakarta Minggu (22/11), mengatakan, dari data dari Direktorat III/Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri, selama 2004 -2008 tercatat 647 kasus dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), 73 kasus yang dihentikan penyidikannya (SP3), dan sebanyak 1.037 kasus masih dalam proses penyelidikan atau penyidikan. Dari kasus korupsi yang disidik kepolisian terjadi kerugian negara sedikitnya Rp 9,83 triliun dan US$3,1 juta.

"Sayangnya data-data yang disampaikan pihak kepolisian tidak pernah dipublikasikan atau disampaikan secara lengkap kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sehingga wajar banyak kalangan meragukan kualitas penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh Polri. Hal ini juga diperkuat dengan hasil pemantauan kami terhadap penanganan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Polri khususnya Mabes Polri dan Polda Metro Jaya selama kurun waktu 2003-2009," beber Emerson.

Menurut dia, kasus korupsi kelas kakap cenderung "di-peties-kan". Meski ada juga kasus yang berlanjut ke pengadilan seperti kasus korupsi pembobolan BNI Cabang Kebayoran oleh Andrian Woworuntu dkk), namun saat ini terdapat sedikitnya 17 kasus korupsi kelas “kakap” yang tidak jelas penanganannya walaupun pihak Kepolisian telah menetapkan sejumlah tersangka.

"Beberapa kasus-kasus korupsi bahkan mulai disidik sejak tahun 2003 namun hingga saat ini tidak jelas perkembangannya. Disebut tidak jelas atau di”peties”kan karena kasus korupsi tersebut tidak pernah dilaporkan dihentikan atau diberitakan telah dilimpahkan ke kejaksaaan atau pengadilan," bebernya.


Sejumlah kasus korupsi kelas kakap-baik dari segi aktor dan nilai kerugian negara-yang macet antara lain dalam kasus korupsi penyalahgunaan rekening 502 yang merugikan negara lebih dari Rp20 triliun. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mabes Polri. Penyidik Polri juga telah menetapkan sebagai tersangka, mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, mantan Ketua BPPN Putu Gede Ary Suta, mantan Ketua BPPN Cacuk Sudaryanto dan Kepala Divisi Bill of Lading (B/L) Totok Budiarso. "Meskipun sudah disidik sejak tahun 2003 namun proses hukum selanjutnya hingga saat ini tidak jelas," cetus pria yang ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri atas kasus dugaan pencemaran nama baik di Kejaksaan Agung itu.

Kasus kakap lain yang belum tuntas adalah dalam kasus dugaan korupsi impor minyak Zatapi oleh Pertamina. Kasus yang diduga merugikan negara senilai Rp507 miliar ini muncul dan disidik tahun 2008. Mabes juga telah menetapkan 5 tersangka dari Pertamina dan pihak swasta. Setelah mantan Kapolri Sutanto menjabat sebagai komisaris Pertamina pada 8 Januari 2009, proses hukum dalam kasus korupsi zatapi ini menjadi tidak jelas dan sempat diberitakan akan dihentikan.

Menurut Emerson, upaya mengungkap kasus dugaan korupsi di internal kepolisian juga tidak jelas perkembangannya. "Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan jaringan radio komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) Mabes Polri yang diduga merugikan negara sebesar Rp240 miliar tidak berlanjut meskipun pihak Mabes pernah menetapkan sebagai tersangka dan menahan Henri Siahaan, kontraktor dalam proyek ini. Proses hukum juga berhenti setelah memeriksa sejumlah mantan pejabat Polri, mantan Kepala Divisi Telematika Mabes Polri Irjen Pol Saleh Saaf sebagai saksi," bebernya.

"Banyaknya kasus korupsi yang belum tuntas di kenyataan memberikan penilaian buruk bagi kinerja kepolisian dalam pemberantasan korupsi. Disisi lain, malah langkah kepolisian yang begitu ngotot memproses dua pimpinan KPK non-aktif dalam kasus dugaan korupsi - yang lemah pembuktiannya – sangat kontras dengan langkah kepolisian sengaja mempetieskan atau membiarkan kasus korupsi kelas kakap menjadi berlarut-larut atau menghentikan secara diam-diam. Hal ini dapat dimaknai bahwa polri cenderung “menangkap ustadz melepas maling,”. papar Emerson.(gus/JPNN)

Sumber :
http://www.jpnn.com, Minggu, 22 November 2009 , 22:31:00