Kesenian Tari Tayub


Tari Tayub dalam perkembangannya banyak mengalami pasang surut. Berawal dari kebiasaan kaum bangsawan atau para menak dengan seluruh tata cara penyelenggaraan dan tata kramanya- bergerak dan berasimilasi dengan corak budaya dan tuntutan yang datang terhadapnya. Dimulai dengan tata cara pelaksanaan menurut gaya dan selera para bangsawan sampai kepada pelaksanaan yang dilakukan oleh rakyat sendiri. Artinya dalam perkembangnya tari Tayub telah merambat ke masyarakat luas.

Setelah agama Islam mulai menapakkan pengaruhnya yang kuat di dalam kehidupan masyarakat, mulailah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat Sunda. Berbagai tata krama yang berdasarkan adat kebiasaan mulai dipengaruhi dan diikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan selaras dengan aturan agama Islam. Demikian pula halnya yang terjadi pada Tari Tayub. Islam mulai memberikan pengaruh terhadap tata cara penyajiannya, walaupun tidak merombak tan secara keseluruhan.

Pengertian Tari Tayub
R. Tjetje Somantri menyebutkan bahwa pergelaran Tari Tayub dalam Tayuban sudah merupakan kegemaran para bangsawan atau menak Sunda.

Disebut pula bahwa penari pria, yaitu para menak, dalam menari selalu disertai oleh penari wanita yang dibayar (ronggeng). Dalam penyelenggaraannya banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kesusilaan. Tari ini biasa diseleng¬garakan pada waktu-waktu tertentu seperti perayaan khitanan, pernikahan, dan acara kenegaraan.

Untuk melengkapi konsep tan Tayub ini, R. Tjetje Somantri mengemukakan "Dupi najuban, diayakeunana diva hadjatan kariaan sareng pepestaan, nya eta di : Kabupaten-kabupaten, kewedanaan, katjamatan, dugi ka di baladesa-baladesa, ronggengna 2, rajeun 3, tampolana langkung. Menggah petana (padameulanana ronggeng-ronggeng teh nya eta ngawih (nyoraan)."

Terjemahan :
"Najuban diadakan dalam hajatan dan perayaan-perayaan, yaitu dikabupaten¬kabupaten, kecamatan sampai ke baladesa:baladesa, ronggengnya dua, kadang-kadang tiga, atau lebih. Tugas ronggeng adalah menyanyi".

Dari konsep ini dapat kita uraikan sebagai berikut, bahwasanya Tan Tayub dapat dikatagorikan sebagai tarian pergaulan yang bersifat hiburan, tarian ini merupakan tarian yang sudah menjadi kegemaran para bangsawan atau menak Sunda, yang pelaksanaannya diadakan dalam pergelaran Tayuban. Dalam tarian ini selalu disertai penari-penari yang dibayar (ronggeng) yang jumlahnya paling sedikit dua orang. Selain itu, ronggeng berperan pula sebagai juru kawih atau pesinden.

Tari Tayub Versi R.A.A. Surja Danuningrat
Berdasarkan konsep ini diutarakan bahwa is lebih setuju menyebutnya dengan nama tari Kelangenan daripada disebut Tayub atau Tayuban; karena kata tcryub berasal dari bahasa Jawa atau pengaruh budaya Jawa. Tarian ini untuk menyebut pesta golongan bangsawan dalam merayakan khitanan, pernikahan, atau yang paling meriah merayakan hari-hari kenegaraan di kabupaten dan kewedanaan. Dalam pesta tersebut sudah menjadi kebiasaan di mana yang punya hajat menyediakan seperangkat gamelan, para nayaga, dan ronggeng. Para nayaga dan ronggeng biasanya dari kalangan rakyat yang khusus diundang atau didatangkan (dibayar) dari basil pamasak atau mendapat bayaran khusus dari yang berhajat. Ronggeng biasanya tidak kurang dari dua, yaitu yang satu menyanyi dan yang satu lagi menari bersama (diikuti) para bangsawan yang disoderan atau ada juga ronggeng yang menyanyi sambil menari dengan para bangsawan yang hanya mairan saja. Yang pertama disoderan biasanya yang punya hajat, orang yang memiliki kedudukan dan pangkat yang tinggi, atau siapa saja. Saat pertunjukan biasanya para penati atau para bangsawan, meneguk minuman keras (arak) tapi tidak sampai mabuk-mabukan hanya untuk menghangatkan badan. Hal ini merupakan kebiasaan hidup orang-orang Barat, dalam hal ini pengaruh kaum penjajah Belanda.

Adapun mengenai tariannya, sebenarnya dari tiap penari mempunyai ada patokan atau kostum masing-masing, hanya belum ditetapkan seperti Tari

Keurseus dalam Tayuban sekarang. Yang dimaksud dengan patokan atau oka ibing adalah tahapan-tahapan pergelaran tarian misalnya masing-masing penari menarikan bukaan (adeg-adeg), jungkung ilo, pincud, keupat, baksarai, dan banyak lagi. Kostum artinya adalah para bangsawan mempunyai tarian yang digemari seperti tart gagahan, tart ayem (tenang), dan tan halus (ladak), sebagai contoh: Bupati Sumedang, Pangeran Kusumah Adinata, kegemarannya dalam Tari Tayub menarikan Tari Gagah dengan iringan lagu Sonteng (panglima).

Tali Tayub versi Enoch Atmadibrata
Berdasarkan versi ini, nama Tayuban (Nayuban) berkaitan dengan peristiwanya saja, sedang pelaksanaannya dilakukan sama seperti Ketuk Tilu yaitu pada malam hari.
Tari Tayub dalam Tayuban, merupakan tarian yang gerakannya menyerupai atau hampir sama dengan tarian ldasik. Tarian ini biasanya diiringi gamelan (lengkap) yang biasa dipakai untuk mengiringi pertunjukan-pertunjukan tan gaya klasik.

Jalannya tarian ini, kadang-kadang terjadi seperti berebutan kendang, artinya setiap penari masing-masing diiningi kendang secara menyendiri agar gerakan tarinya sesuai dengan ragam irama kendang. Hal ini menyebabkan timbulnya improvisasi masing-masing penari. Setelah lewat tengah malam suasana berubah menjadi panas (kacau) karena beberapa penari sudah mulai mabuk. Tarian seperti ini sering disebut ibing saka yang berasal dari kata saka bisa (sebisanya); dalam pengertian ini, gerakan tarian berjalan tanpa suatu susunan patokan, penari menari secara spontan.

Dari beberapa konsep di atas dapat diketahui bahwa Tari Tayub adalah tarian yang digemari kalangan bangsawan atau menak Sunda yang ditampilkan pada Kesenian Tayuban atau Nayuban. Tari Tayub tidak memiliki susunan gerak atau struktur koreografi yang tetap, serta perbendaharaan gerak tarinya sederhana. Namun demikian Tari Tayub telah memiliki gerak tari patokan atau oka ibing.

Penampilan Tari Tayub dalam Tayuban, selalu disertai ronggeng (penari wanita yang didatangkan khusus dan dibayar). Dalam prakteknya selalu melibatkan penari lainnya yaitu penari disoderan dan penari mairan, dengan demikian tan Tayub termasuk pula ke dalam kategori tan pergaulan.

Tayuban atau Nayuban merupakan pertemuan para penari yang diselenggarakan para bangsawan dalam rangka perayaan khitanan, pernikahan, dan perayaan-perayaan kenegaraan yang mempergunakan rang tertutup serta dilaksanakan pada malam hart. Dalam Tayuban selalu disajikan minuman keras, dengan sendirinya sering terjadi suasana mabuk-mabukan.
Kostum atau busana para penari tidak memiliki aturan atau persyaratan tertentu kecuali soder.

Tata Cara Penyajian
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa pergelaran Tayuban biasa dilaksanakan pada acara-acara resmi tertentu seperti khitanan, permkahan, dan perayaan kenegaraan. Selain itu, tarian ini dapat juga diselenggarakan pada upacara-upacara adat seperti upacara memasukkan path ke lumbung, dan ad apula yang menyeleng-garakannya hanya untuk hiburan saja. Namun keduanya jarang dilakukan, dengan kata lain Tayuban biasanya hanya diselenggarakan dalam rangka memeriahkan upacara khitanan, pernikahan, dan perayaan kenegaraan seperti yang telah disebutkan di atas.

Tata cara dalam Tayuban pada umumnya tidak begitu mengikat. Kalaupun dalam beberapa hal terdapat ketentuan ketentuan yang kelihatannya sudah mentradisi, namun ketentuan-ketentuan itu tidak begitu ketat.

Orang yang pertama kali memasuki ruangan (arena) Tayuban, menurut kebiasaan adalah nayaga, hal ini dimaksudkan agar saat tamu undangan memasuki ruangan, mereka telah disambut dengan gending-gending tetabuhan (tatalu), supaya suasana perayaan menjadi lebih hangat.

Untuk mengawali Tayuban, secara tradisi orang yang pertama diharuskan menari adalah yang punya hajat, apabila yang punya hajat kebetulan tidak bisa menari, make ia dapat mewakilkannya kepada orang lain yang dapat dipercaya. Setelah itu kesempatan selanjutnya diberikan sepenuhnya kepada para tamu yang hadir Dahulu, biasanya kesempatan menari setelah yang punya hajat diberikan kepada orang lain menurut jabatan. Di beberapa daerah seperti Cirebon, Kuningan, cara seperti itu jarang dijumpai. Di daerah tersebut kesempatan menari diberikan kepada tamu yang lebih dahulu datang atau yang duduk dikursi paling depan. Namun hal ini pun tetap dilihat sebagai suatu penghormatan. Sedangkan di daerah Sukabumi, Cianjur biasanya dilakukan menurut kecakapan menari. Penari yang pandai biasanya diberikan kesempatan paling akhir.

Penyajian Tayuban secara tradisional senantiasa ada ronggeng. Fungsinya selain menari juga sebagai juru kawih atau linden. Dalam tata cara menari ia tidak dibolehkan menari mendahului pria, kecuali kalau diminta. Yang tidak dibolehkan lagi untuk ronggeng ialah meminta uang atau nyarayuda. Ronggeng hanya boleh mengambil uang dan penari yang disoderan. Uang ini dikenal dengan istilah pamasak, yang juga diberikan kepada para nayaga. Di beberapa daerah seperti Majalengka, dan Kuningan, yang memberikan uang itu bukan penari (tamu) tetapi istrinya. Caranya memberikan uang bermacam-macam, ada yang memberikannya dengan digigit (biasanya uang logam), uang tersebut diambil ronggeng sambil digigit pula, ada pula yang ditnasukkan ke dalam BH.

Setelah para nayaga mendapatkan uang dari para penari dengan cara di atas, mereka pun mendapatkan uang dan pamasak. Ini belum termasuk uang khusus (uang panggilan), yang jumlahnya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak; berarti dilakukan tawar-menawar sebelum rombongan itu bermain, hal ini pun berlaku untuk ronggeng.

Dalam pengupahan ini, ada istilah yang dinamakan "nutup kendang", yaitu memberhentikan seluruh nayaga oleh penabuh kendang agar penari memberikan uangnya (sebagai upah) kepadanya. Cara lain yang hampir mirip dengan ini, biasanya dilakukan oleh tukang gong, yaitu dengan jalan tidak menabuh gong besar pada akhir lagu. Dalam hal ini penari sudah mengerti dan memberikan uangnya kepada nayaga. Kalaupun istilah ini di beberapa daerah tidak didapatkan, namun di beberapa tempat seperti Cianjur, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Ciamis, dan Tasikmalaya, istilah "nutup kendang" ini masih dijumpai.

Istilah nyoderan adalah mempersilakan orang atau tamu untuk menari. Pelaksanaannya dilakukan oleh siapa saja, namun biasanya diatur penyelenggara Tayuban atau seseorang yang ditunjuk oleh seorang sesepuh; yang dianggap berpengalaman dalam bidang tersebut, caranya dilakukan sambil menari. Adapun istilah mairan adalah tan bersama dengan penari yang diberi soder terlebih dahulu, setelah sebelumnya meminta ijin terlebih dahulu, tandanya manggut sambil kedua belah tangan dikepalkan dan ibu jarinya mengarah ke depan, badan sedikit dibungkukkan, atau hanya dengan cara mengangguk saja.

Tata cara yang lain adalah penari meminta lagu, cara ini dilakukan sebelum menari; artinya ia meminta lagu terlebih dahulu, setelah itu barulah ia menari. Penari meminta lagu kepada penabuh Kendang, tukang rebab, atau kepada seluruh nayaga. Di daerah Cirebon, yang meminta lagu dilakukan cukup dengan berdiri saja.

Tempat penyelenggaraan biasanya berupa panggung, sedangkan waktunya berlangsung semalam suntuk di mulai dan pukul 20.00 sampai dengan pukul 05.00 (subuh). Namun pada perkembangan selanjutnya hanya dilakukan setengah malam saja yaitu antara pukul 20.00 sampai pukul 24.00.
Perkembangan Tari Tayub
Dalam pergelaran Tayuban sekarang, beberapa ciri telah mulai hilang, yaitu minuman keras dan ronggeng. Kalaupun ada ronggeng tidak lagi menari tetapi hanya bernyanyi saja. Begitu pula minuman keras, biasanya diganti dengan minuman yang tidak memabukkan. Hilangnya kedua kebiasaan yang menjadi ciri khas Tayuban tempo doeloe, mungkin

disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor terpenting adalah semakin kuatnya pengaruh ajaran agama Islam dan semakin menyatunya tata nilai beserta norma¬norma Islam ke dalam tata nilai tradisional. Hal ini mengakibatkan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap norma-norma susila. Hal yang semula dianggap wajar, lama-kelamaan mulai dianggap sebagai hal yang tidak lagi wajar dan dipandang sebagai hal negatif yang tidak relevan dengan tata nilai etis manusia Indonesia, khususnya masyarakat Sunda, Jawa Barat. Itulah sebabnya kedua hal yang semula menjadi ciri dan symbol Tayuban menjadi hilang di masa sekarang.

Sumber : LP Edisi 16/Desember 1998 ISSN 0854-7475 Kesenian Daerah Di Jawa Barat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Photo : http://asiaaudiovisualrb09noorhidayah.files.wordpress.com