Ngaku SPG, Ngekos untuk Dongkrak Tarif
Bisnis sahwat memang kebanyakan berlangsung secara tertutup. Berbagai bentuk dan modus didesain rapi para pelakunya. Tujuannya seragam, agar bisnis berahi itu bisa komersil, tetapi aman. Berikut kelanjutan investigasinya.
Awalnya koran ini juga tidak percaya jika ada ABG (anak baru gede) di Kota Pamekasan yang bispak (bisa dipakai). Namun, untuk menelusuri ABG yang bispak ini memang tak mudah. Maklum, jaringan mereka sangat rapi. Jauh berbeda dengan praktik esek-esek dari warung remang-remang yang menjadi konsumsi para abang becak, sopir, dan lelaki hidung belang.
Suatu ketika, saat asyik di depan komputer, pesan singkat (SMS) masuk ke handphone (HP) koran ini. Setelah dibuka, ternyata dari seorang kawan-sebut saja Andi. Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jalan R Abd. Aziz Pamekasan. Saat itu jarum jam menunjuk pukul 21.00. Artinya, koran ini baru saja deadline menyiapkan berita untuk terbit keesokan harinya.
Andi, dalam SMS-nya, ingin membuktikan bahwa dirinya bisa membawa ABG yang sebelumnya sering dijanjikan. "Pokoknya cepetan. Saya tunggu di tempat biasa," tulis Andi di SMS-nya. Tempat biasa yang dimaksud tak jauh dari tempat di mana Andi mengais rezeki setiap harinya.
Ketika bertemu, Andi dengan wajah khasnya menyunggingkan senyum. Penampilannya yang perlente menampakkan bahwa dia sudah siap menemui 'buruannya'. Dia lalu otak-atik HP-nya. Sekilas koran ini mendengar jika Andi minta ketemu di Jalan Panglegur, tepatnya di jembatan Kenong (dalam Bahasa Madura biasa disebut dhak Kenong).
Dari tempat biasa itu kami meluncur ke dhak Kenong. Setelah menunggu sekitar 5 menit, tiba-tiba SMS diterima Andi. "Anaknya minta ketemu di Jalan Kangenan. Sebab, tinggalnya memang sekitar Jalan Kangenan," kata Andi. Tanpa pikir panjang koran ini pun meluncur ke Jalan Kangenan.
Tak berapa lama memang muncul sepeda motor keluaran Cina dari arah timur. Kebetulan, kami menunggu di pertigaan Pasar Panempan. Kemudian, dari sepeda motor itu turun seorang cewek. Pakaiannya sederhana, hanya kaos yang dipadu dengan jeans selutut.
"Kalau tidak cocok, bisa gagal. Kita tinggal ngasi uang bensin Rp 20 ribu. Dia minta short time Rp 200 ribu. Namanya Dian (nama samaran)," bisik Andi. Mendengar bisikan Andi, koran ini pun mengangguk.
Jika diperhatikan, cewek itu masih muda. Umurnya belum sampai 20 tahun. "Sudahlah bawa saja, pasti dia setuju saja," tukas koran ini kepada Andi. Cewek itu pun masuk ke mobil. Saat di perjalanan kami mengontak 'dia', seorang rekan yang
memang biasa kumpul. Rekan yang satu ini juga sudah langganan boking ABG Kota Pamekasan. Andi langsung minta rekan tadi-sebut saja Ahsin-menunggu di dekat pom bensin Jalan Trunojoyo.
Mobil yang kami tumpangi meluncur pelan. Ternyata, Ahsin sudah berada di depan pom bensin. Rupanya, dia sudah siap sejak awal. Rumahnya juga memang tak jauh dari pom bensin, tepatnya di Jalan Teja. "Sudah langsung saja, takut kemaleman," bisik Andi. Lalu, Andi keluar mobil. Tinggallah kami bertiga, Ahsin, Dian, dan koran ini. Andi memang hanya bertugas mencari cewek. Tak lupa kami memberikan uang pulsa kepada Andi. Kemudian, mobil yang kami tumpangi meluncur ke arah luar kota.
Setelah berjalan sekitar 25 menit, kami tiba di salah satu hotel di luar kota. Ahsin langsung pesan kamar. Kemudian, kami bertiga masuk bareng ke dalam kamar hotel. Disanalah kami ngobrol panjang. Si cewek ini tampak tak ragu-ragu ngobrol tentang dirinya. Dia mengaku asal Probolinggo. Di Pamekasan ngekos bersama seorang rekannya.
"Saya pernah punya suami. Waktu itu memang kawin muda. Makanya tidak awet," tuturnya Dian. "Hampir tiap malam saya diajak ke sini. Ya, tidak semuanya 'main', ada yang cuma ngobrol atau minum," sambungnya.
Dian enggan disebut menjual diri. Dia berkali-kali bilang bahwa dirinya bukan seperti PSK (pekerja seks komersial) yang ada di lokalisasi. "Kalau saya yang cocok aja. Kalau dipaksa juga kasihan tamunya," akunya. Apa tidak takut ketahuan orangtua? "Nggaklah. Kan jauh sekali, saya kan tidak di lokalisasi. Hanya orang tertentu saja yang tahu," katanya.
Ahsin yang sudah mengetahui siapa gerangan si cewek ini, tidak percaya dengan penuturan Dian. "Artinya, cewek ini bukan hanya bispak, tapi memang pelacur. Dia pura-pura kos agar harganya mahal," bisik Ahsin saat mengantar koran ini keluar kamar.
Di lain waktu, koran ini juga pernah bersama Ahsin boking seorang cewek. Mulanya, kami hanya kenalan lewat HP. Kemudian ngajak ketemuan untuk check in. Ternyata, cewek yang mengaku bernama Mirna itu meminta dijemput di Jalan Veteran. Kebetulan dia memang ngekos di sana. Nomor telepon Mirna juga diperoleh dari Andi.
Mirna dengan Dian jauh berbeda. Jika Dian masih muda, Mirna lebih tua. Umurnya kira-kira 27 tahun. Saat bersama kami di dalam mobil, Mirna juga mengaku pernah punya suami. "Kalau tidak baru putus dengan suami saya tidak mau diajak. Baru tiga bulan lalu saya diputus," katanya saat mobil yang kami tumpangi meluncur di Jalan Jokotole.
Apa memang bekerja 'begituan'? "Nggaklah, kalau siang saya jadi SPG (sales promotion girl) rokok," katanya. Namun, saat ditanya lebih jauh rokok dimaksud, Mirna memilih diam.
Sayang, koran ini tidak bisa berbincang lama dengan Mirna. Sebab, ternyata Ahsin tidak cocok dengan Mirna. Saat itu kami hanya memberi Mirna Rp 50 ribu sebagai ganti putar-putar kota. "Ternyata kita dikerjain Andi. Mirna ini memang sudah pemain. Dia hanya pura-pura jadi anak kos saja," kata Ahsin.
Dugaan Ahsin mungkin saja benar. Sebab, suatu ketika kami pernah ketemu dengan Mirna. Mungkin karena lupa dengan wajah kami, Mirna sedikit cuek. Saat itu dia sedang ngobrol dengan seseorang di Jalan R Abd. Aziz. Kepada orang tak dikenal itu dia mengaku sebagai istri seorang polisi.
"Jangan ke rumah, nanti ketahuan suamiku. Dia lagi piket," katanya menolak didatangi ke kosnya oleh orang tak dikenal tadi.
Namun, saat Ahsin menyapa dan mencoba mengingatkan Mirna bahwa sebelumnya pernah ketemu, dia hanya tersenyum. Malah, Mirna kembali minta uang kepada Ahsin. "Benar kan dia pemain," kata Ahsin.
Tengara adanya prostitusi terselubung ini sebenarnya sudah diketahui oleh banyak pihak. Termasuk oleh Kepala Satpol PP, M. Rofii. Saat dikonfirmasi wartawan di salah satu gudang tembakau beberapa waktu lalu, Rofii mengaku kesulitan melacak. "Kalau yang terbuka sudah sering kita razia. Namun, yang anak kos itu sulit," katanya.
Sementara Bupati Pamekasan Ach. Syafii saat diwawancara wartawan beberapa waktu lalu menegaskan, pihaknya baru mendengar adanya prostitusi liar dengan berkedok anak kos. "Tetapi, masukan itu akan kita tindaklanjuti. Kami akan meminta pihak terkait mengecek. Terutama, kepala desa atau lurah memantau langsung siapa saja warganya. Kalau ada yang mencurigakan, sebaiknya warga melapor," katanya.
Pemkab sendiri, menurut Syafii, akan terus mengomunikasikan dengan pihak terkait. Tujuannya, praktik prostitusi terselubung itu bisa dihapus. Pemkab juga telah membuat berbagai baliho anjuran agar penerapan syariat Islam dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. (AKHMADI YASID)
Sumber : http://kabarmadura.blogspot.coml
Bisnis sahwat memang kebanyakan berlangsung secara tertutup. Berbagai bentuk dan modus didesain rapi para pelakunya. Tujuannya seragam, agar bisnis berahi itu bisa komersil, tetapi aman. Berikut kelanjutan investigasinya.
Awalnya koran ini juga tidak percaya jika ada ABG (anak baru gede) di Kota Pamekasan yang bispak (bisa dipakai). Namun, untuk menelusuri ABG yang bispak ini memang tak mudah. Maklum, jaringan mereka sangat rapi. Jauh berbeda dengan praktik esek-esek dari warung remang-remang yang menjadi konsumsi para abang becak, sopir, dan lelaki hidung belang.
Suatu ketika, saat asyik di depan komputer, pesan singkat (SMS) masuk ke handphone (HP) koran ini. Setelah dibuka, ternyata dari seorang kawan-sebut saja Andi. Dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jalan R Abd. Aziz Pamekasan. Saat itu jarum jam menunjuk pukul 21.00. Artinya, koran ini baru saja deadline menyiapkan berita untuk terbit keesokan harinya.
Andi, dalam SMS-nya, ingin membuktikan bahwa dirinya bisa membawa ABG yang sebelumnya sering dijanjikan. "Pokoknya cepetan. Saya tunggu di tempat biasa," tulis Andi di SMS-nya. Tempat biasa yang dimaksud tak jauh dari tempat di mana Andi mengais rezeki setiap harinya.
Ketika bertemu, Andi dengan wajah khasnya menyunggingkan senyum. Penampilannya yang perlente menampakkan bahwa dia sudah siap menemui 'buruannya'. Dia lalu otak-atik HP-nya. Sekilas koran ini mendengar jika Andi minta ketemu di Jalan Panglegur, tepatnya di jembatan Kenong (dalam Bahasa Madura biasa disebut dhak Kenong).
Dari tempat biasa itu kami meluncur ke dhak Kenong. Setelah menunggu sekitar 5 menit, tiba-tiba SMS diterima Andi. "Anaknya minta ketemu di Jalan Kangenan. Sebab, tinggalnya memang sekitar Jalan Kangenan," kata Andi. Tanpa pikir panjang koran ini pun meluncur ke Jalan Kangenan.
Tak berapa lama memang muncul sepeda motor keluaran Cina dari arah timur. Kebetulan, kami menunggu di pertigaan Pasar Panempan. Kemudian, dari sepeda motor itu turun seorang cewek. Pakaiannya sederhana, hanya kaos yang dipadu dengan jeans selutut.
"Kalau tidak cocok, bisa gagal. Kita tinggal ngasi uang bensin Rp 20 ribu. Dia minta short time Rp 200 ribu. Namanya Dian (nama samaran)," bisik Andi. Mendengar bisikan Andi, koran ini pun mengangguk.
Jika diperhatikan, cewek itu masih muda. Umurnya belum sampai 20 tahun. "Sudahlah bawa saja, pasti dia setuju saja," tukas koran ini kepada Andi. Cewek itu pun masuk ke mobil. Saat di perjalanan kami mengontak 'dia', seorang rekan yang
memang biasa kumpul. Rekan yang satu ini juga sudah langganan boking ABG Kota Pamekasan. Andi langsung minta rekan tadi-sebut saja Ahsin-menunggu di dekat pom bensin Jalan Trunojoyo.
Mobil yang kami tumpangi meluncur pelan. Ternyata, Ahsin sudah berada di depan pom bensin. Rupanya, dia sudah siap sejak awal. Rumahnya juga memang tak jauh dari pom bensin, tepatnya di Jalan Teja. "Sudah langsung saja, takut kemaleman," bisik Andi. Lalu, Andi keluar mobil. Tinggallah kami bertiga, Ahsin, Dian, dan koran ini. Andi memang hanya bertugas mencari cewek. Tak lupa kami memberikan uang pulsa kepada Andi. Kemudian, mobil yang kami tumpangi meluncur ke arah luar kota.
Setelah berjalan sekitar 25 menit, kami tiba di salah satu hotel di luar kota. Ahsin langsung pesan kamar. Kemudian, kami bertiga masuk bareng ke dalam kamar hotel. Disanalah kami ngobrol panjang. Si cewek ini tampak tak ragu-ragu ngobrol tentang dirinya. Dia mengaku asal Probolinggo. Di Pamekasan ngekos bersama seorang rekannya.
"Saya pernah punya suami. Waktu itu memang kawin muda. Makanya tidak awet," tuturnya Dian. "Hampir tiap malam saya diajak ke sini. Ya, tidak semuanya 'main', ada yang cuma ngobrol atau minum," sambungnya.
Dian enggan disebut menjual diri. Dia berkali-kali bilang bahwa dirinya bukan seperti PSK (pekerja seks komersial) yang ada di lokalisasi. "Kalau saya yang cocok aja. Kalau dipaksa juga kasihan tamunya," akunya. Apa tidak takut ketahuan orangtua? "Nggaklah. Kan jauh sekali, saya kan tidak di lokalisasi. Hanya orang tertentu saja yang tahu," katanya.
Ahsin yang sudah mengetahui siapa gerangan si cewek ini, tidak percaya dengan penuturan Dian. "Artinya, cewek ini bukan hanya bispak, tapi memang pelacur. Dia pura-pura kos agar harganya mahal," bisik Ahsin saat mengantar koran ini keluar kamar.
Di lain waktu, koran ini juga pernah bersama Ahsin boking seorang cewek. Mulanya, kami hanya kenalan lewat HP. Kemudian ngajak ketemuan untuk check in. Ternyata, cewek yang mengaku bernama Mirna itu meminta dijemput di Jalan Veteran. Kebetulan dia memang ngekos di sana. Nomor telepon Mirna juga diperoleh dari Andi.
Mirna dengan Dian jauh berbeda. Jika Dian masih muda, Mirna lebih tua. Umurnya kira-kira 27 tahun. Saat bersama kami di dalam mobil, Mirna juga mengaku pernah punya suami. "Kalau tidak baru putus dengan suami saya tidak mau diajak. Baru tiga bulan lalu saya diputus," katanya saat mobil yang kami tumpangi meluncur di Jalan Jokotole.
Apa memang bekerja 'begituan'? "Nggaklah, kalau siang saya jadi SPG (sales promotion girl) rokok," katanya. Namun, saat ditanya lebih jauh rokok dimaksud, Mirna memilih diam.
Sayang, koran ini tidak bisa berbincang lama dengan Mirna. Sebab, ternyata Ahsin tidak cocok dengan Mirna. Saat itu kami hanya memberi Mirna Rp 50 ribu sebagai ganti putar-putar kota. "Ternyata kita dikerjain Andi. Mirna ini memang sudah pemain. Dia hanya pura-pura jadi anak kos saja," kata Ahsin.
Dugaan Ahsin mungkin saja benar. Sebab, suatu ketika kami pernah ketemu dengan Mirna. Mungkin karena lupa dengan wajah kami, Mirna sedikit cuek. Saat itu dia sedang ngobrol dengan seseorang di Jalan R Abd. Aziz. Kepada orang tak dikenal itu dia mengaku sebagai istri seorang polisi.
"Jangan ke rumah, nanti ketahuan suamiku. Dia lagi piket," katanya menolak didatangi ke kosnya oleh orang tak dikenal tadi.
Namun, saat Ahsin menyapa dan mencoba mengingatkan Mirna bahwa sebelumnya pernah ketemu, dia hanya tersenyum. Malah, Mirna kembali minta uang kepada Ahsin. "Benar kan dia pemain," kata Ahsin.
Tengara adanya prostitusi terselubung ini sebenarnya sudah diketahui oleh banyak pihak. Termasuk oleh Kepala Satpol PP, M. Rofii. Saat dikonfirmasi wartawan di salah satu gudang tembakau beberapa waktu lalu, Rofii mengaku kesulitan melacak. "Kalau yang terbuka sudah sering kita razia. Namun, yang anak kos itu sulit," katanya.
Sementara Bupati Pamekasan Ach. Syafii saat diwawancara wartawan beberapa waktu lalu menegaskan, pihaknya baru mendengar adanya prostitusi liar dengan berkedok anak kos. "Tetapi, masukan itu akan kita tindaklanjuti. Kami akan meminta pihak terkait mengecek. Terutama, kepala desa atau lurah memantau langsung siapa saja warganya. Kalau ada yang mencurigakan, sebaiknya warga melapor," katanya.
Pemkab sendiri, menurut Syafii, akan terus mengomunikasikan dengan pihak terkait. Tujuannya, praktik prostitusi terselubung itu bisa dihapus. Pemkab juga telah membuat berbagai baliho anjuran agar penerapan syariat Islam dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. (AKHMADI YASID)
Sumber : http://kabarmadura.blogspot.coml