Museum Pos Indonesia di Bandung Jawa Barat


Latar Belakang
Museum Pos Indonesia telah ada sejak masa Hindia Belanda dengan nama Pos Telegraph dan Telepon (PTT). Pada tahun 1931 telah dibuka Museum PTT yang terletak di bagian sayap kanan bawah Gedung Kantor Pusat PTT, Jalan Cilaki, nomor 55, Bandung, (sekarang nomor 73). Atau tepatnya di sayap timur gedung pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang lebih terkenal dengan Gedung Sate.

Akibat pergelakan revolusi, museum tersebut tidak mendapat perhatian, bahkan nyaris terlupakan. Menyadari pentingnya museum tersebut, pada tahun 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk suatu Panitia untuk menghidupkan kembali museum tersebut. Pada tanggal 27 September 1983, bersamaan dengan Hari Bhakti Postel ke-38, museum ini secara diresmikan dibuka untuk umum oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, Achmad Tahir, dan diberi nama Museum Pos dan Giro. Terhitung mulai tanggal 20 Juni 1995, nama museum berubah menjadi Museum Pos Indonesia, sesuai dengan perubahan Perusahaan yang membawahinya.

Koleksi museum
Koleksi museum ini terdiri atas prangko-prangko dari Indonesia dan berbagai negara yang sangat bersejarah, berbagai benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perusahaan pos di negeri Indonesia, seperti timbangan paket, alat cetak perangko, surat-surat berharga, armada pengantar surat, dan lain sebagainya.

Museum ini menyimpan ratusan ribu prangko dalam dan luar negri dari 178 negara. Sebagian koleksi prangko dipajang dalam papan-papan kayu yang dilindungi kaca sehingga bisa dinikmati langsung. Tetapi, ada sebagian koleksi yang hanya bisa dilihat dengan bantuan petugas sebab koleksi itu ditempel pada papan-papan yang disatukan secara vertikal. Sekilas papan-papan yang disatukan itu seperti lemari kayu dengan ukuran 1,5 meter x 1 meter x 2,5 meter.

Ada beberapa "lemari" di lantai. Tiap lemari dilengkapi palang besi dan dikunci. Masing-masing sisi papan berisi keterangan tentang negara asal prangko. Pengunjung dapat memilih nama negara yang dikehendaki, lalu papan itu ditarik keluar dan dipandu oleh petugas karena prangko-prangko tersebut sudah sangat lama dan langka. Semakin langka dan lama, maka harga perangko tersebut akan semakin mahal.

Di museum ini terpajang juga lukisan prangko pertama di dunia, "The Penny Black". Prangko ini aslinya terbit tahun 1840 di Inggris dengan gambar kepala Ratu Victoria. Tak jauh dari lukisan tersebut terdapat gambar penciptanya, seorang pekerja dinas perpajakan Inggris bernama Sir Rowland Hill. Di sana diterangkan juga bahwa sebelum ada prangko, biaya pengiriman surat ditanggung oleh si penerima. Cara ini kemudian dihentikan karena ada kejadian seorang yang dikirimi surat menolak menerima untuk menghindari kewajiban membayar.

Museum ini menyimpan koleksi prangko pertama Indonesia. Prangko berwarna merah anggur dengan gambar Raja Willem III itu diterbitkan Pemerintah Hindia Belanda pada 1 April 1864. Harga nominalnya saat itu 10 sen. Memang ada koleksi ratusan ribu prangko dalam dan luar negeri dipamerkan, tetapi di sana juga dipamerkan berbagai tiruan benda-benda bersejarah yang terkait dengan pos serta metode dan peralatan pos dari masa ke masa.

Surat raja-raja
Di lantai dasar museum juga terdapat ragam peralatan pos dari abad ke abad. Antara lain bermacam bentuk bis surat yang dikumpulkan dari seluruh Nusantara. Koleksi kuno lainnya adalah sebuah gerobak besi yang dulu digunakan untuk mengangkut surat dari kantor pos ke stasiun kereta api. Pada zaman dulu telah ada pos kereta api dan pos kapal laut. Koleksi yang diambil dari masa sekarang adalah sebuah mesin penjualan prangko otomatis. Mesin ini sudah rusak, sehingga ditaruh menjadi bagian koleksi.

Sebuah ruangan yang terletak di pojok berisi poster-poster golden letter (surat emas), yakni poster surat-surat kuno pada zaman kerajaan-kerajaan, Disebut golden letter karena konon surat-surat itu dulu ditulis dengan tinta emas menggunakan bahasa dan huruf kuno. Sayangnya, huruf pada poster yang merujuk surat aslinya itu tak lagi mengilap sepenuhnya seperti emas, karena surat aslinya sudah sangat tua sehingga warna emasnya sudah pudar.

Pada lantai dasar juga memuat foto-foto Direktur PT Pos (dulu Kantor Pos, Telepon, dan Telegrap) sejak zaman Belanda hingga sekarang. Dipamerkan juga miniatur ruang kerja Mas Suharto, yakni kepala Kantor PTT di awal kemerdekaan yang hilang diculik Belanda.

Masih banyak koleksi lain, seperti foto-foto kuno dan patung- patung yang menunjukkan aktivitas perposan Indonesia dari masa ke masa. Sayangnya, semua koleksi berupa benda tak bergerak. Perlu memainkan imajinasi agar perjalanan sejarah pos itu terasa lebih mengesankan.

Satu-satunya "koleksi" yang bergerak adalah aktivitas para pegawai di kantor pos yang berada di lantai satu. Kantor Pos Cabang Cilaki ini jadi satu dengan ruangan filateli. Adanya kantor pos sebenarnya dimaksudkan agar pengunjung bisa secara langsung melihat proses kerja pos. Namun, karena proses kerja pos di kantor pos cabang itu kurang lengkap, pengunjung yang ingin mengetahui proses secara lengkap kemudian diarahkan ke kantor pos pusat di Jalan Asia Afrika.

Lokasi Museum
Jalan Cilaki, nomor 73, Bandung, 40115,
telepon (+62-022) 4206195 pesawat 105.

Peta Lokasi

Peta Lokasi Museum Pos Indonesia

Organisasi

Museum Pos Indonesia berada di bawah PT Pos Indonesia, BUMN dari Departemen Pos dan Telekomunikasi RI.

Denah Museum

Denah Museum Pos Indonesia

Program Museum
- Paket wisata museum
- Informasi dan edukasi museum
- Promosi bersama
- Penerbitan leaflet, booklet, baliho, pers release
- Pameran bersama
- Seminar/workshop

Jadwal Kunjungan
Setiap hari, Senin-Minggu, pukul 09.00-16.00, kecuali hari-hari besar/libur. Untuk pengunjung dengan rombongan dalam jumlah besar, agar konfirmasi terlebih dahulu ke 022-420195, pesawat 153.

Harga Tiket
- Gratis.

Fasilitas
- Ruang pameran tetap
- Ruang perpustakaan
- Ruang gudang koleksi
- Ruang bengkel/preparasi
- Ruang administras

Keaadaan zaman sekarang ketika teknologi dan informasi sudah semakin sangat canggih, seperti penggunaan surat elektronik dan layanan pesan singkat via telepon seluler yang sifatnya menjadi pribadi dan dijamin sampai ke tujuan, peran pos menjadi surut. Surat-menyurat "ala pos" dianggap sudah sangat kuno. Sejak adanya telepon dan internet, pos memang kehilangan banyak peminat. Namun, pos tak akan pernah mati. Jika pun nantinya punah, di museum ini orang bisa menggali kekayaan sejarah.

Sumber :
http://www.museum-indonesia.net
http://arkeologi.web.id
Photo : http://2.bp.blogspot.com