Komposisi Sukubangsa di Provinsi Riau

Oleh : Prof. Dr. M. Junus Melalatoa

Berdasarkan latar belakang sejarah, sukubangsa Melayu Riau yang ada sekarang merupakan hasil perkembangan dari berbagai sukubangsa pendatang, baik dari luar negeri maupun dari Nusantara sendiri. Seperti halnya dengan sukubangsa asli di Nusantara, Riau pada mulanya didiami oleh ras Weddoid, kemudian datang ras Melayu Tua dan ras Melayu Muda dari daratan Asia. Migrasi ke Riau terus berlanjut sampai sekarang, terutama dari Nusantara sendiri. Sekarang Riau dihuni oleh tujuh sukubangsa. Dari sejarah diketahui bahwa Riau sejak dulu dihuni berbagai sukubangsa yang hidup dengan saling pengertian dan saling membutuhkan. Keadaan tersebut merupakan potensi yang baik ke arah persatuan bangsa Indonesia.

1. Pendahuluan
Forum ini diharapkan dapat mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan sejarah sukubangsa Melayu Riau. Pembicaraan di sini dibatasi pada porsi sukubangsa Melayu dan sukubangsa lain yang ada di Provinsi Riau hingga tahun 1985. Penulis yakin bahwa pembicaraan tentang suatu masyarakat pada periode tertentu –betapapun pendeknya periode itu– berarti sudah berbicara tentang sejarah dari masyarakat itu.

Data yang diungkapkan dalam makalah ini merupakan bagian dari hasil penelitian pemetaan sukubangsa di Provinsi Riau yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau bekerja sama dengan Universitas Riau pada tahun 1981. Data tersebut diperoleh dari kuesioner yang disebarkan ke setiap kecamatan di seluruh Provinsi Riau, kecuali kecamatan di Kotamadya Pekanbaru.

Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat secara lebih nyata mengenai perwujudan asas Bhinneka Tunggal Ika di Provinsi Riau khususnya, dan di Indonesia umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyusun kebijakan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional dalam rangka memperkokoh kesatuan bangsa.

Tulisan ini mencoba mengungkap tentang latar belakang sejarah kelompok-kelompok sosial di Provinsi Riau secara sepintas, kemudian mengangkat kenyataan-kenyataan tentang keanekaragaman sukubangsa di provinsi ini pada masa terakhir. Penulis juga mencoba membuat analisis menyangkut kecenderungan sosial budaya akibat adanya keanekaragaman sukubangsa tersebut.

2. Latar Belakang Sejarah Sukubangsa Melayu Riau
Dari sumber sejarah diketahui bahwa pada masa lalu, di daerah Riau (kini Provinsi Riau) telah datang gelombang migrasi nenek moyang bangsa Indonesia. Gelombang migrasi pertama menunjukkan ciri ras Weddoid yang datang sesudah zaman es terakhir. Ras tersebut merupakan ras pertama yang menghuni Nusantara. Sisa-sisa nenek moyang dari ras gelombang pertama ini masih ada sampai sekarang dan merupakan golongan tersendiri di Riau. Mereka disebut Orang Sakai, Orang Hutan, dan Orang Kubu. Sisa-sisa nenek moyang yang sering disebut orang asli tersebut kini jumlahnya tidak besar lagi. Orang Sakai yang mendiami Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten kampar dan Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis hanya berjumlah 2.160 jiwa. Orang Hutan yang mendiami Pulau Penyalai, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Kampar berjumlah 1.494 jiwa (tahun 1980).

Dalam periode tahun 2.500–1.500 SM, datang gelombang migrasi dengan ciri ras Melayu pertama yang disebut Proto-Melayu. Golongan tersebut merupakan pendukung penyebaran kebudayaan zaman Batu Baru ke Pulau Sumatera melalui Semenanjung Melayu. Sisa mereka masih terdapat di Riau sampai sekarang, yang disebut Orang Talang Mamak dan Orang Laut. Orang Talang Mamak yang kini mendiami Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu berjumlah 3.276 jiwa (tahun 1980). Orang Laut yang mendiami Kecamatan Reteh dan Kecamatan Mandah di Kabupaten Indragiri Hilir serta Kecamatan Tambelan di Kabupaten Kepualauan Riau berjumlah 2.894 jiwa. Selain itu ada golongan orang asli lainnya, yaitu Orang Akit yang mendiami Kecamatan Rupat, Bengkalis, Mandau, dan Tebing Tinggi di Kabupaten Bengkalis, yang seluruhnya berjumlah 11.625 jiwa.

Gelombang migrasi ras Melayu yang kedua datang sesudah tahun 1.500 SM dan disebut golongan Deutro-Melayu. Kedatangan mereka menyebabkan orang Proto-Melayu menyingkir ke pedalaman dan sisanya bercampur dengan pendatang baru tersebut. Proses selanjutnya menjadikan orang-orang Deutro-Melayu bercampur dengan pendatangpendatang lainnya yang berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Hasil pencampuran ini kemudian melahirkan sukubangsa Melayu Riau. Mereka merupakan penduduk mayoritas di Provinsi Riau yang luasnya 94.568 km2. *)

Perkembangan sukubangsa Melayu Riau tersebut menumbuhkan beberapa sub-sukubangsa, seperti sub-sukubangsa Melayu Siak, Melayu Bintan, Melayu Rokan, Melayu Kampar, Melayu Kuantan, dan Melayu Indragiri. Meskipun terdapat sub-sukubangsa, bahasa Melayu tetap menjadi bahasa utama di Riau. Bahkan pemakaiannya meluas sampai ke seluruh Nusantara. Bahasa Melayu Riau dapat dibedakan menjadi dialek Melayu Kepulauan, dialek Melayu Pesisir, dan dialek Melayu Riau Daratan. Dialek pertama terdiri dari subdialek Tambelan, Tarempa, Bunguran, Singkep, Penyengat, dan lain-lain. Dialek kedua terdiri dari subdialek Kampar, Rokan, Kuantan, Batu Rijal, Peranap, dan lain-lain. Selain itu masih terdapat bahasa-bahasa orang asli, seperti bahasa Sakai, bahasa Orang Laut, bahasa Akit, dan bahasa Talang Mamak.

3. Suku-Sukubangsa Di Provinsi Riau Masa Kini
Gambaran perkembangan penduduk Riau dilihat dari aneka ragam sukubangsanya dapat dilihat antara lain dari hasil sensus tahun 1930. Jumlah penduduk Riau pada tahun tersebut adalah 565.665 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di empat Afdeeling, yaitu Afdeeling Tanjungpinang, Indragiri, Bangkinang, dan Bengkalis. Jumlah penduduk Riau yang lebih dari setengah juta tersebut sebagian besar (438.294 jiwa) adalah kaum bumiputra. Kaum bumiputra ini diperkirakan adalah orang Melayu Riau dan anggota masyarakat golongan asli. Sisanya (127.374 jiwa) terdiri dari orang Cina, Eropa, dan golongan asing lainnya. Orang Cina menempati jumlah terbesar (74.145 jiwa).

Seperti diketahui, sensus penduduk di Indonesia yang dilaksanakan pada masa kemerdekaan (tahun 1961, 1971, dan 1980) tidak menjaring data-data tentang sukubangsa. Oleh karena itu, gambaran tentang sukubangsa tidak dapat diketahui lagi. Dalam periode sesudah tahun 1930, terutama sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI, mobilitas penduduk Indonesia dari satu daerah ke daerah lain semakin meningkat. Mobilitas tersebut didorong oleh berbagai faktor, seperti mencari pekerjaan, pendidikan, perpindahan dalam rangka tugas negara, dan lain-lain. Oleh karena itu, provinsi Riau tidak lagi hanya dihuni oleh orang Melayu Riau dan orang asli. Provinsi ini juga dikunjungi oleh para pendatang dari sukubangsa lain atau bangsa asing, yang kemudian menetap bersama dengan penduduk Riau.

Kenyataan menunjukkan bahwa para pendatang tidak hanya menetap di kota provinsi dan kota-kota kabupaten, tetapi mereka juga menjadi warga berbagai kecamatan. Kedatangan mereka terdorong oleh berbagai kegiatan ekonomi, seperti mencari hasil hutan, menangkap ikan, berdagang, dan kegiatan lainnya. Dengan demikian di provinsi ini terwujud keanekaragaman sukubangsa.

Penelusuran keanekaragaman sukubangsa akan dilihat berdasarkan kabupaten dan kecamatan-kecamatan yang ada di dalamnya. Kabupaten-kabupaten yang ada di provinsi ini memiliki lingkungan yang bervariasi, sehingga variasi sukubangsa setiap kabupaten berbeda-beda karena letak geografis masing-masing kabupaten. Kabupaten tertentu lebih banyak berbatasan dengan laut dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Selebihnya juga ada kabupaten yang merupakan kabupaten kepulauan yang seluruh kecamatannya terpencar di berbagai pulau yang terkenal dengan nama Kepulauan Riau.

Pada tahun 1980, provinsi Riau terdiri atas lima kabupaten dan satu kotamadya, yaitu Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kepulauan Riau, dan Kotamadya Pekanbaru. Kelima kabupaten tersebut terdiri dari kecamatan-kecamatan yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap kabupaten. Jumlah kecamatan di lima kabupaten tersebut adalah 61 kecamatan.

a. Kabupaten Bengkalis
Kabupaten ini terdiri dari dua belas kecamatan, tiga di antaranya berada di pulau-pulau besar di pantai timur provinsi ini. Kecamatan Rupat meliputi Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis. Kecamatan Merbau meliputi Pulau Padang dan Pulau Merbau. Kecamatan Tebing Tinggi meliputi Pulau Rantau dan Pulau Rangsang atau Pulau Medang. Sembilan kecamatan lainnya berada di wilayah daratan kabupaten ini.

Aneka ragam sukubangsa pada kedua belas kecamatan di Kabupaten Bengkalis menunjukkan porsi sukubangsa yang bervariasi. Sejumlah kecamatan menunjukkan masih dominannya jumlah anggota sukubangsa Melayu Riau. Hal ini jelas terlihat di Kecamatan Tanah Putih yang berpenduduk 24.055 jiwa dengan jumlah pendatang hanya 14%. Para pendatang tersebut terdiri dari sukubangsa Jawa, Batak, dan Minangkabau. Kecamatan Bukit Batu (28.719 jiwa) dengan 29% pendatang yang merupakan anggota sukubangsa Jawa dan Cina. Kecamatan Sungai Apit (25.922 jiwa) dengan pendatang yang jumlahnya lebih besar (34, 5%), yang seluruhnya orang Jawa. Kecamatan Merbau (29.424 jiwa) pendatangnya sebesar 20%, yang terdiri dari sukubangsa Jawa, Cina, dan Banjar. Kecamatan Siak Indrapura (18.723 jiwa) pendatangnya sebesar 37%, yang terdiri dari sukubangsa Jawa dan Minangkabau. Jumlah orang Jawa dan orang Minangkabau di kecamatan ini hampir seimbang.

Kecamatan lainnya, seperti Kecamatan Bangko (71.252 jiwa) jumlah pendatangnya hampir seimbang dengan anggota sukubangsa Melayu Riau sendiri. Pendatang yang jumlahnya cukup besar adalah orang Cina. Jumlah orang Cina dan Jawa mencapai 51% dan selebihnya (49%) orang Melayu Riau.

Di beberapa kecamatan lainnya, variasi porsi sukubangsa yang ada menunjukkan jumlah yang cukup besar. Kecamatan Bengkalis didiami oleh beberapa sukubangsa yang persentasenya cukup besar, yaitu orang Melayu Riau (52%), orang Jawa (37, 5%), dan orang Cina (10, 5%). Hal serupa juga tampak di Kecamatan Tebing Tinggi, yaitu orang Melayu Riau (38%), orang Jawa (30%), orang Cina (17, 5%), dan selebihnya orang Banjar, Minangkabau, dan Bugis.

Di Kecamatan Mandau (65.013 jiwa), orang Melayu Riau merupakan golongan minoritas yang hanya berjumlah 17%. Selebihnya merupakan pendatang yang terdiri dari orang Minangkabau (43%), orang Batak (27%), dan selebihnya orang Jawa.

b. Kabupaten Kampar
Kabupaten ini terbagi atas lima belas kecamatan. Orang Melayu Riau masih sangat dominan pada sebagian besar kecamatan di Kabupaten Kampar. Namun, kita dapat melihat variasi porsi sukubangsa di setiap kecamatan. Beberapa kecamatan, seperti Kunto Darussalam (6.962 jiwa), Kampar Kiri (24.360 jiwa), Bunut (10.489 jiwa), Kampar (69.924 jiwa), Pangkalan Kuras (9.812 jiwa), dan Langgam (7.344 jiwa), penduduknya dapat dikatakan 100% orang Melayu Riau.

Di beberapa kecamatan lain jumlah orang Melayu Riau merupakan penduduk terbesar dengan jumlah pendatang yang relatif kecil. Kenyataan seperti itu tampak di Kecamatan Rokan IV Koto (10.824 jiwa) yang terdiri dari 95, 5% orang Melayu Riau dan selebihnya (4, 5%) adalah pendatang dari Jawa. Kecamatan Kepenuhan (7.195 jiwa) ditempati oleh 93% orang Melayu Riau dan sisanya adalah orang Jawa (7%). Kecamatan XIII Koto Kampar (17.962 jiwa) didiami oleh 94, 5% orang Melayu Riau dan selebihnya (5, 5%) adalah orang Minangkabau. Kecamatan Kuala Kampar (24.874jiwa) dihuni oleh 88% orang Melayu Riau ditambah para pendatang dari Bugis (4%), Jawa (2%), dan Orang Utan sebagai penduduk asli sebanyak 6%. Kecamatan Tandun (10.254 jiwa) ditempati oleh 76% orang Melayu Riau dan selebihnya adalah orang Minangkabau (14, 5%) dan orang Jawa (9, 5%). Di Kecamatan Bangkinang (42.460 jiwa) jumlah orang Melayu Riau masih dominan (66%) dan pendatang terdiri dari orang Minangkabau (23, 5%), orang Jawa (6%), dan orang Batak (5, 5%).

Di beberapa kecamatan lain, jumlah orang Melayu Riau hampir seimbang dengan jumlah pendatang. Di Kecamatan Rambah misalnya, jumlah orang Melayu Riau sebesar 58%, sisanya (42%) secara berturut-turut menurut jumlahnya adalah orang Jawa, Batak, dan Minangkabau. Di Kecamatan Tembusai (10.111 jiwa) jumlah orang Melayu Riau bahkan lebih kecil dibanding jumlah pendatang. Orang Melayu Riau hanya berjumlah 47%, selebihnya pendatang yang terdiri dari orang Jawa (26, 5%) dan orang Minangkabau (26, 5%).

c. Kabupaten lndragiri Hulu
Kabupaten ini terdiri dari sembilan kecamatan yang menunjukkan variasi porsi sukubangsa. Beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Singingi (6.034 jiwa), Kuantan Hilir (26.442 jiwa), Kuantan Mudik (27.114 jiwa), dan Cerenti (16.966 jiwa) hampir 100% didiami oleh orang Melayu Riau, sedangkan Kecamatan Kuantan Tengah didiami oleh 99% orang Melayu Riau dan selebihnya (1%) orang Jawa.

Percampuran dengan pendatang di kabupaten yang berada di aliran Sungai Indragiri ini semakin ke hilir tampak semakin besar. Kecamatan Peranap (13.434 jiwa) sebagian besar penduduknya merupakan orang Melayu Riau (85%) dan selebihnya berasal dari Jawa (15%). Semakin ke hilir, seperti di Kecamatan Pasir Penyu (47.662 jiwa), jumlah orang Melayu Riau tampak lebih kecil (62%). Sisanya merupakan penduduk yang berasal dari Jawa (28%), Minangkabau (5%), dan orang asli Talang Mamak (5%). Kecamatan yang lebih ke hilir memperlihatkan jumlah pendatang yang sudah melebihi jumlah orang Melayu Riau sendiri, seperti tampak di Kecamatan Siberida (12.095 jiwa) dimana jumlah orang Melayu Riau hanya 41%, sisanya orang Jawa (37%) dan orang Minangkabau (22%).

d. Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten ini terdiri dari delapan kecamatan, yang seluruhnya mendekati pantai timur bagian selatan provinsi Riau. Di pantai ini bermuara sejumlah sungai besar dan kecil. Jumlah penduduknya lebih besar daripada kabupaten Indragiri Hulu. Di sini terlihat adanya kecenderungan lain dalam hal porsi keanekaragaman sukubangsanya.

Kecamatan Mandah (27.943 jiwa) masih ditempati oleh sebagian besar orang Melayu Riau (90%) dan selebihnya terdiri dari Orang Laut (4%), orang Cina (2%), dan pendatang lainnya (4%). Di kecamatan-kecamatan lainnya, keanekaragaman sukubangsa semakin bervariasi dan menunjukkan persentase yang besar. Kecamatan Kateman (23.557 jiwa) dihuni oleh paling sedikit empat sukubangsa, masing-masing orang Melayu Riau (43, 3%), Bugis (26, 5%), Jawa (22, 5%), Banjar (4%), dan lain-lain (3, 5%). Keadaan serupa juga tampak di Kecamatan Gaung Anak Serka (63.420 jiwa) yang didiami oleh orang Melayu Riau (45%), orang Banjar (32, 3%), orang Bugis (5%), orang Jawa (2, 5%), orang Cina (2, 5%), dan lain-lain (1, 7%).

Di Kecamatan Enok (56.323 jiwa) jumlah tiga sukubangsa yang menempatinya hampir seimbang, yaitu orang Melayu Riau (45, 5%), orang Banjar (32, 3%), dan orang Bugis (22, 2%). Orang Melayu Riau di dua kecamatan lainnya, yaitu di Kecamatan Reteh dan Tembilahan sudah menjadi minoritas, terlebih lagi di Kecamatan Reteh. Kecamatan Reteh yang memiliki penduduk terbesar di seluruh kecamatan provinsi Riau (110.885 jiwa) hanya didiami oleh 2, 7% orang Melayu Riau. Anggota sukubangsa terbesar di kecamatan ini adalah orang Bugis (91%), selebihnya adalah orang Jawa (2, 7%) dan sukubangsa lain (6, 3%). Kecamatan Tembilahan (53.157 jiwa) hanya didiami oleh 15% orang Melayu Riau. Anggota sukubangsa terbesar di kecamatan ini adalah orang Banjar (80%) dan selebihnya orang Minangkabau (20%).

e. Kabupaten Kepulauan Riau
Kabupaten ini terdiri dari tujuh belas kecamatan. Wilayah kecamatan ini tersebar mulai dari pantai timur Riau Daratan sampai mendekati pantai barat Kalimantan dan berbatasan dengan wilayah negara Malaysia dan Singapura. Hampir seluruh kecamatan di kabupaten ini ditempati oleh orang Melayu Riau, kecuali adanya orang Cina (1,7%) di Kecamatan Bintan Selatan yang berpenduduk 90.250 jiwa. Di Kecamatan Tambelan yang berpenduduk 3.871, jiwa terdapat 10% Orang Laut di antara orang Melayu Riau yang mayoritas.

4. Penutup
Dari gambaran umum tentang aneka ragam sukubangsa di setiap kecamatan dalam kabupaten-kabupaten di Provinsi Riau tersebut, penulis mencatat beberapa hal. Provinsi Riau selain dihuni oleh sukubangsa Melayu Riau dan orang asli sebagai sukubangsa asal, juga didiami oleh sukubangsa pendatang, antara lain orang Jawa, Minangkabau, Banjar, Bugis, Cina, dan Batak.

Sukubangsa (orang) Melayu Riau merupakan bagian penduduk dengan jumlah terbesar di provinsi ini. Apabila kita lihat porsi sukubangsa Melayu Riau menurut kecamatan di berbagai kabupaten, maka tampak adanya berbagai variasi. Di beberapa kecamatan, orang Melayu Riau masih dominan sekali hingga mencapai 100%. Kenyataan itu terdapat di lima belas dari tujuh belas kecamatan di Kabupaten Kepulauan Riau, enam kecamatan dari lima belas kecamatan di Kabupaten Kampar, dan empat kecamatan dari sembilan kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu. Sebaliknya, di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir tidak ada lagi kecamatan yang 100% didiami oleh orang Melayu Riau. Selain kecamatan-kecamatan tersebut, masih banyak kecamatan yang penduduknya lebih dari 50% orang Melayu Riau. Kenyataan lain menunjukkan bahwa orang Melayu Riau di beberapa kecamatan kurang dari 50%, bahkan orang Melayu menjadi penduduk minoritas di kecamatan tertentu. Hal itu tampak di Kecamatan Reteh dengan 2, 7% orang Melayu dan Kecamatan Tembilahan dengan 15% orang Melayu.

Orang Jawa tampaknya menempati urutan terbesar kedua di Provinsi Riau, bahkan menempati urutan terbesar pertama di berbagai kabupaten. Orang Jawa mendiami pulau-pulau besar di pesisir Riau Daratan sampai ke kecamatan yang ada di pedalaman atau sampai ke hulu-hulu sungai. Orang Jawa menetap hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bengkalis. Jumlah mereka di setiap kecamatan bervariasi antara 5-37, 5%. Di Kabupaten Kampar, orang Jawa mendiami tujuh kecamatan dari lima belas kecamatan yang ada. Di Kabupaten Indragiri Hulu, orang Jawa berdiam di empat kecamatan dari sembilan kecamatan yang ada, yang jumlahnya bervariasi antara 137%. Di Kabupaten Indragiri Hilir, orang Jawa berada di empat kecamatan dari delapan kecamatan dengan jumlah yang bervariasi antara 2, 5-22, 5%. Di Kabupaten Kepulauan Riau tidak terdapat orang Jawa dalam jumlah yang besar.

Orang Minangkabau tersebar di sepuluh kecamatan dalam provinsi ini dengan jumlah variasi antara 5-43%. Kecamatan yang cukup besar jumlah orang Minangkabaunya adalah Kecamatan Mandau (43%), Kecamatan Siberida (22%), dan Kecamatan Siak Indragiri (17%). Orang Banjar tersebar di tujuh kecamatan dengan variasi persentase antara 4-80%. Kecamatan yang jumlah orang Banjarnya besar adalah Kecamatan Tembilahan (80%), Kecamatan Kuala Indragiri (43%), Kecamatan Gaung Anak Serka (43%), dan Kecamatan Enok (32%). Orang Bugis tersebar di lima kecamatan dengan variasi persentase antara 5–91%. Kecamatan yang amat besar persentase penduduk Bugis di dalamnya adalah Kecamatan Reteh (91%) dan Kecamatan Kateman (26, 5%). Orang Bugis lebih banyak terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan pantai timur bagian selatan dari provinsi ini. Orang Cina tersebar di tujuh kecamatan dengan variasi persentase antara 2–46%, misalnya Kecamatan Bangko (46%), Kecamatan Kubu (26%), dan kecamatan lainnya. Orang Batak berdiam di enam kecamatan dengan variasi persentase antara 5–27%, misalnya di Kecamatan Mandau (27%) dan Kecamatan Rambah (15%).

Data-data tersebut menunjukkan bahwa paling sedikit ada tujuh sukubangsa –termasuk Cina– yang tersebar di 61 kecamatan di Provinsi Riau. Enam di antaranya dapat disebut sebagai sukubangsa pendatang dan orang Melayu Riau sendiri sebagai sukubangsa asal, di samping adanya orang-orang asli seperti Orang Talang Mamak, Orang Utan, Orang Akit, dan Orang Laut.

Dalam kenyataannya, orang Melayu Riau sejak lama telah saling mengenal, saling bergaul, berkomunikasi, dan berbaur dengan anggota-anggota sukubangsa Jawa, Bugis, Cina, Minangkabau, Banjar, bahkan dengan anggota sukubangsa lainnya. Anekaragam sukubangsa dengan latar belakang kebudayaan masing-masing tersebut tentu menyebabkan terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya. Aneka ragam sukubangsa ini merupakan potensi penting untuk membina, mengembangkan, dan memupuk rasa kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang majemuk dan besar ini. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai warga satu desa atau kecamatan, kabupaten, dan seterusnya tentu mereka berkomunikasi, bergaul, saling membutuhkan, dan saling mengerti.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Sejarah Daerah Riau. Jakarta: Proyek IDKD.

–––––––––––. 1983. Geografi Budaya Daerah Riau. Jakarta: Proyek IDED.

Suwardi et. al. 1982. Pemetaan Sukubangsa dan Deskripsi Kebudayaan Provinsi Riau. Pekanbaru: Ditjarahnitra Depdikbud.
______________________

Prof. Dr. M. Junus Melalatoa, lahir pada 26 Juli 1932. Guru Besar Departement Antropologi Fisip, Universitas Indonesia dan pengajar antropologi kesenian di Institut Kesenian Jakarta. Semasa hidupnya tekun menginventarisir berbagai suku dan kebudayaan yang ada di Nusantara. Salah satu sumbangan Junus dari hasil penelusuran di lapangan maupun berbagai literatur adalah dua jilid Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia yang diterbitkan tahun 1995. Almarhum pernah menjadi guru besar luar biasa di Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Meninggal dunia pada tanggal 13 Juni 2006 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dalam usia 74 tahun. Mengingat M. Junus Melalatoa, maka akan tergambar detail dan seluk beluk kesenian Didong Gayo, dia mengupas secara lugas tentang segala hal yang terkait dengan kesenian yang sangat fenomenal ini. Tidak hanya itu, antropolog ini juga sangat berperan dalam dunia kebudayaan nasional yang tidak pernah memandang isme dan suku, akurat dan tegas dalam tindakan yang akhirnya dia berikan pada siapa saja dalam format buku, artikel, dan lain sebagainya.
______________________

Makalah ini disampaikan pada Seminar “Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya”, yang diselenggarakan di Tanjung Pinang, Riau, Indonesia