Kesempatan Kerja Nonpertanian di Daerah Pariwisata

Oleh I Made Wirartha

Pendahuluan
Pariwisata merupakan sektor yang terus dikembangkan di Indonesia dan akan menjadi primadona baru dalam menunjang pembangunan nasional. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan penerimaan devisa, memperluas kesempatan kerja atau sebagai pencipta lapangan kerja terutama karena keterkaitan sektoral yang muncul dari pengembangan industri pariwisata cukup tinggi (Effendi dan Sujali, 1989: 2; Sujali 1992: 46; Basuki 1993: 114; GBHN 1993: 85; Setiati 1995: 29; Samsuridjal dan Kaelany 1996:36).

Sejalan dengan pembangunan ekonomi Indonesia, di Provinsi Bali sejak Pelita I sampai Pelita VI, prioritas pembangunan daerah Bali diletakkan pada sektor pertanian dalam arti luas, dan sektor pariwisata yang modal dasarnya adalah kebudayaan Bali yang bersumber pada Agama Hindu, serta sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang terkait dengan pariwisata (Bappeda Tk. I Bali dan Universitas Udayana, 1995:3). Selain sektor pertanian, sektor pariwisata merupakan salah satu prioritas utama pembangunan di Propinsi Bali (Suyatna dkk., 1989:109) dengan harapan dapat memacu pertumbuhan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian, sektor industri kerajinan, maupun usaha-usaha jasa lainnya yang terkait dengan sektor pariwisata (Suardi dan Astiti, 1990:154).

Kegiatan pariwisata di Propinsi Bali diharapkan membawa dampak yang luas terhadap kehidupan perekonomian. Melalui pembangunan industri pariwisata, banyak lapangan kerja atau usaha yang bisa dikembangkan, misalnya usaha perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri dan jasa lainnya. Masing-masing sektor yang terlibat, akan menumbuhkan kesempatan kerja yang tidak sedikit. Pengembangan pariwisata, akan mampu memacu terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat yang terlibat di dalamnya (Bappeda Tk. I Bali; Fakultas Ekonomi Universitas Udayana dan Kantor Statistik Propinsi Bali 1985:3).

Pariwisata di Kawasan Pariwisata Ubud (terutama di Kelurahan Ubud) Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali, saat ini telah berkembang dengan pesat hal itu dapat dilihat dari indikator perkembangan pariwisata antara lain: dengan melihat pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun nusantara (Wagito 1995:5), jumlah pekerja yang dapat diserap oleh berbagai lapangan pekerjaan nonpertanian dan jumlah hotel yang ada. Di Kelurahan Ubud yaitu suatu daerah dengan kegiatan pariwisata yang sudah berkembang, banyak muncul usaha nonpertanian dan kesempatan kerja nonpertanian yang tercipta yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat.

Jenis-jenis usaha nonpertanian apa saja dan berapa jumlah kesempatan kerja nonpertanian yang tercipta, di daerah yang ada kegiatan pariwisatanya adalah suatu hal yang sangat menarik untuk dikaji. Sehubungan dengan hal tersebut secara umum pertanyaan yang perlu dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik kesempatan kerja nonpertanian di dusun dengan kegiatan pariwisata telah berkembang dan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang.

Secara lebih rinci, pertanyaan tersebut akan dirumuskan ke dalam empat bentuk pertanyaan sebagai berikut:

Usaha non pertanian apa saja yang muncul di masing-masing dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda.

Bagaimana karakteristik usaha nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda dilihat dari rata-rata pendapatan usaha dan tingkat pendidikan pemilik usaha.

Bagaimana pemanfaatan kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda berdasarkan jenis kelamin dan asal pekerja.

Bagaimana karakteristik kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda dilihat dari tingkat pendidikan, status jabatan dan upah pekerja.

Sehubungan dengan pertanyaan penelitian, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha dan kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda yaitu di Dusun Ubud Klod dan di Dusun Junjungan. Selanjutnya tujuan umum tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa tujuan khusus yaitu untuk mengetahui:

Usaha nonpertanian apa saja yang muncul di masing-masing dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda.

Karakteristik usaha nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda dilihat dari rata-rata pendapatan dan tingkat pendidikan pemilik usaha.

Pemanfaatan kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda berdasarkan jenis kelamin dan asal pekerja.

Karakteristik kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun dengan kegiatan pariwisata yang berbeda dilihat dari tingkat pendidikan, status jabatan dan upah pekerja.

Kerangka Teoretis
Datangnya wisatawan ke suatu tempat dapat dikatakan merupakan suatu awal dari kegiatan pariwisata di tempat tersebut. Sektor pariwisata adalah sektor yang terdiri atas berbagai sektor perekonomian yang memproduksi barang dan jasa. Oleh karena itu, sektor pariwisata memiliki efek penyebaran pada sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian, kerajinan tangan, dan sektor lainnya. Melalui pengeluaran wisatawan di tempat tujuan wisata sektor pariwisata akan mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti sektor perdagangan, sektor jasa dan sektor industri (terutama industri kerajinan yang memproduksi cenderamata) (Bappeda Tingkat I Bali dan Universitas Udayana, 1995:9-10; 1996:4).

Selain hal tersebut, sektor pariwisata merupakan industri yang sifatnya menyerap tenaga kerja, karena sebagai suatu bidang yang sifatnya “melayani” di samping membutuhkan unsur cepat, aman, mudah, murah dan nikmat yang tidak bisa dilupakan adalah keramahan. Keramah-tamahan hanya bisa ditunjukkan oleh manusia dan tidak oleh unsur lainnya (Samsuridjal dan Kaelany, 1996:71). Sesuai dengan sifat sektor pariwisata seperti disebutkan di atas, di dusun yang telah berkembang pariwisatanya sektor perdagangan dan sektor jasa lebih berkembang dibandingkan dengan sektor lainnya.

Seperti pada sektor ekonomi lainnya, munculnya usaha nonpertanian yang menyertai kegiatan industri pariwisata sangat ditentukan oleh investasi modal yang ditanamkan. Pendapatan usaha nonpertanian pada hakikatnya merupakan hasil perpaduan antara modal usaha dengan kemampuan pengelolaan usaha oleh pemilik usaha atau pimpinan usaha. Kemampuan pemilik usaha dalam mengelola suatu usaha sangat bergantung pada tingkat pendidikan dan keterampilannya sehingga besar kecilnya pendapatan usaha merupakan cerminan dari kemampuan pemilik usaha (pengusaha) dalam mengelola usaha melalui modal usaha (Samsuridjal dan Kaelany, 1996; Jusuf 1997:22).

Kegiatan pariwisata yang tidak seimbang antara di daerah pusat kegiatan pariwisata dengan di daerah sekitar pusat kegiatan pariwisata, akan mengakibatkan ketidakseimbangan jumlah kesempatan kerja nonpertanian yang tercipta. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perpindahan angkatan kerja dari daerah sekitar pusat kegiatan pariwisata menuju ke pusat kegiatan pariwisata untuk memanfaatkan alternatif kesempatan kerja yang ada (Effendi 1995:68). Tidak tertutup kemungkinan, bahwa di daerah yang telah berkembang pariwisatanya (di pusat kegiatan pariwisata), kesempatan kerja yang ada lebih banyak dimanfaatkan oleh angkatan kerja yang berasal dari luar daerah tersebut.

Di suatu wilayah yang kegiatan pariwisatanya sudah berkembang, akan lebih banyak muncul jenis usaha yang termasuk sektor perdagangan dan sektor jasa. Sektor perdagangan dan sektor jasa lebih banyak diisi oleh pekerja perempuan (Dumairy, 1997:81). Bila dilihat dari kondisi suatu daerah, biasanya jumlah pekerja perempuan lebih banyak daripada pekerja laki-laki, kelihatannya kondisi daerah tersebut merupakan daerah yang aktivitas ekonominya mengarah ke sektor pariwisata dan industri manufaktur. Hal ini masih menjadi suatu pertanyaan apakah ada hubungan antara aktivitas ekonomi tersebut terhadap banyaknya pekerja perempuan (Departemen Tenaga Kerja RI, 1996:70).

Ada beberapa kesulitan dalam evaluasi potensi pariwisata untuk menciptakan kesempatan kerja. Kesempatan kerja bukan kategori homogen yang dapat diukur sebagai unit tersendiri. Ada bermacam-macam jenis pekerjaan dan mungkin tenaga kerja hanya secara parsial tergantung pada sektor pariwisata. Menurut beberapa kesan, pekerjaan dalam sektor pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerja musiman, tidak ada serikat buruh, hanya bekerja sebagian waktu (part time) dan khusus untuk anggota keluarga atau pekerja perempuan (Spillane 1994:58-59).

Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dapat diajukan sehubungan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

Di dusun dengan kegiatan pariwisata telah berkembang, usaha nonpertanian yang muncul didominasi oleh sektor perdagangan, sedangkan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang didominasi oleh sektor industri.

Berdasarkan pendapatan usaha dan tingkat pendidikan pemilik usaha karakteristik usaha nonpertanian di dusun dengan kegiatan pariwisata telah berkembang lebih baik dibandingkan dengan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang.

Berdasarkan jenis kelamin, kesempatan kerja nonpertanian di daerah penelitian lebih banyak dimanfaatkan oleh pekerja perempuan. Berdasarkan asal pekerja di dusun dengan kegiatan pariwisata telah berkembang kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh bukan penduduk setempat, sedangkan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat.

Karakteristik kesempatan kerja nonpertanian berdasarkan tingkat pendidikan status, jabatan pekerjaan dan tingkat upah pekerja, di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang lebih baik dibandingkan dengan di dusun dengan kegiatan pariwisata telah berkembang.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Junjungan (dusun yang belum berkembang pariwisatanya) dan Dusun Ubud Klod (dusun yang sudah berkembang pariwisatanya), Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. Penentuan daerah penelitian tersebut dilakukan dengan sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan metode survei, dengan mengamati seluruh unsur dalam populasi penelitian (metode sensus) yaitu seluruh usaha nonpertanian yang ada di daerah penelitian.

Responden dalam penelitian ini adalah semua pemilik usaha atau pimpinan usaha yang ada di dua dusun penelitian. Yaitu 22 responden di Dusun Junjungan dan 290 responden di Dusun Ubud Klod. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder diperoleh dari catatan pada beberapa instansi yang terkait dengan penelitian ini. Jumlah kesempatan kerja nonpertanian dihitung berdasarkan jumlah pekerja yang bekerja pada usaha nonpertanian yang ada di daerah penelitian.

Hasil Dan Pembahasan
Sesuai dengan hasil penelitian, perbedaan kegiatan pariwisata memberikan perbedaan dalam jumlah usaha nonpertanian yang ada di masing-masing dusun penelitian. Secara umum, jumlah usaha nonpertanian di Dusun Ubud Klod (dusun dengan kegiatan pariwisata sudah berkembang) lebih banyak dibandingkan dengan di Dusun Junjungan (dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang). Di Dusun Junjungan, persentase yang paling besar adalah sektor industri 63,7 %, sektor jasa 31,8 % dan sektor perdagangan 4,5 %. Sektor industri yang ada di Dusun Junjungan adalah industri kecil yang memproduksi barang-barang suvenir untuk memasok usaha-usaha nonpertanian di pusat kegiatan pariwisata.

Di Dusun Ubud Klod, persentase yang relatif besar adalah sektor perdagangan (54,1 %) dan sektor jasa ada (45,9 %). Di Dusun Ubud Klod, tidak ditemui sektor industri. Sesuai dengan tipe dusun, Dusun Ubud Klod termasuk dusun kunjungan dan domisili yaitu suatu dusun yang dikunjungi oleh para wisatawan, sehingga sektor perdagangan dan sektor jasa lebih berkembang di dusun ini.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis pertama terjawab bahwa di dusun dengan kegiatan pariwisata sudah berkembang, usaha nonpertanian yang muncul didominasi oleh sektor perdagangan. Sedangkan, di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang, usaha nonpertanian yang muncul didominasi oleh sektor industri. Rata-rata asset yang dipergunakan oleh usaha nonpertanian di Dusun Ubud Klod lebih besar dibandingkan dengan rata-rata asset usaha nonpertanian di Dusun Junjungan. Perbedaan rata-rata asset ini disebabkan oleh perbedaan jenis usaha nonpertanian pada masing-masing sektor di dua dusun penelitian.

Di Dusun Ubud Klod, sektor jasa dengan rata-rata asset paling besar. Besarnya ratarata asset yang dipergunakan erat kaitannya dengan besarnya asset tetap. Seperti jenis usaha hotel, memerlukan biaya yang sangat besar untuk membangun bangunan fisik hotel (asset tetap). Rata-rata pendapatan usaha nonpertanian (Rp 24,00 juta/tahun) di Dusun Junjungan jauh lebih rendah daripada rata-rata pendapatan usaha nonpertanian (Rp 50,40 juta/tahun) di Dusun Ubud Klod. Lebih rendahnya rata-rata pendapatan usaha nonpertanian di Dusun Junjungan, hal ini ada kaittannya dengan besarnya asset yang dipergunakan dan pengelolaan usaha yang masih bersifat kekeluargaan. Menurut tingkat pendidikan, sebagian besar pemilik usaha didua dusun penelitian berpendidikan menengah.

Persentase pemilik usaha yang berpendidikan rendah di Dusun Junjungan lebih besar (terutama pemilik usaha dari jenis kelamin perempuan) daripada di Dusun Ubud Klod. Masih tingginya jumlah pemilik usaha perempuan yang berpendidikan rendah hal ini disebabkan oleh banyak perempuan yang sudah bekerja pada usia yang relatif muda sehingga pendidikan perempuan terabaikan. Selain hal itu dengan adanya kegiatan pariwisata banyak muncul kesempatan kerja nonpertanian yang dapat dimasuki oleh kaum perempuan dengan usia muda dan pendidikan rendah.

Berdasarkan hasil penelitian, hipotesis ke dua terjawab bahwa di dusun dengan kegiatan pariwisata sudah berkembang karakteristik usaha nonpertanian, dilihat dari rata-rata pendapatan usaha dan tingkat pendidikan pemilik usaha lebih baik dibandingkan dengan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang. Kesempatan kerja nonpertanian dalam penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah orang yeng bekerja (jumlah pekerja) yang bekerja di masing-masing jenis usaha nonpertanian yang ada di masing-masing dusun penelitian. Jumlah kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod jauh lebih banyak dibandingkan dengan di Dusun Junjungan.

Di Dusun Junjungan, terdapat 82 orang kesempatan kerja nonpertanian sebagian besar diciptakan oleh sektor industri. Kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sektor jasa dan sektor perdagangan tidak begitu besar karena kedua sektor ini tidak berkembang di dusun ini. Berdasarkan jenis kelamin, kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Junjungan, 59,8 % diisi oleh pekerja laki-laki dan 40,2 % pekerja perempuan. Pekerja laki-laki lebih banyak bekerja pada sektor industri dibandingkan dengan pekerja perempuan. Sedangkan, pekerja perempuan pada sektor jasa. Pekerja laki-laki lebih banyak terlibat pada jenis usaha yang memerlukan keterampilan tinggi sedangkan pekerja perempuan pada jenis usaha yang relatif kurang memerlukan keterampilan.

Di Dusun Ubud Klod, terdapat 1.127 orang kesempatan kerja nonpertanian yang sebagian besar (70,6 %) diciptakan oleh sektor jasa dan sektor perdagangan menciptakan kesempatan kerja nonpertanian 29,4 %. Perbedaan masing-masing sektor dalam menciptakan kesempatan kerja nonpertanian, tergantung pada jumlah usaha juga kemampuan masing-masing usaha dalam menciptakan kesempatan kerja nonpertanian.

Kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod lebih banyak diisi oleh pekerja laki-laki (54,1 %) dan 45,9 % pekerja perempuan. Pekerja laki-laki banyak bekerja pada jenis usaha restoran, toko, hotel dan home stay. Sedangkan pekerja perempuan pada jenis usaha restoran, kios, money changer, dan tourist service. Pada jenis usaha kios, warung, money changer (pada sektor perdagangan) restoran, warung makan, dan tourist service (sektor jasa), jumlah pekerja perempuan lebih banyak daripada pekerja laki-laki. Tidak jauh berbeda dengan di Dusun Junjungan, pekerja perempuan lebih banyak bekerja pada jenis usaha yang kurang memerlukan keterampilan. Berdasarkan asal pekerja, di Dusun Junjungan 95,1 % kesempatan kerja nonpertanian diisi oleh pekerja dari penduduk setempat, 4,9 % diisi oleh pekerja yang bukan penduduk setempat.

Sektor jasa lebih banyak menggunakan pekerja yang berasal dari luar Dusun Junjungan. Berdasarkan kenyataan ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pariwisata berdampak positif, karena sebagian besar kesempatan kerja nonpertanian yang muncul akibat adanya kegiatan pariwisata dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Berdasarkan asal pekerja, kesempatan kerja nonpertanian yang ada di Dusun Ubud Klod, sebagian besar (53,8 %) diisi oleh pekerja yang berasal dari luar Dusun Ubud Klod, hanya 46,2 % pekerja berasal dari Dusun Ubud Klod. Berdasarkan kenyataan ini, dampak adanya kegiatan pariwisata di Dusun Ubud Klod, bernilai negatif, karena kesempatan kerja nonpertanian yang ada lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang berasal dari luar Dusun Ubud Klod.

Kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh pekerja laki-laki dan bukan pekerja perempuan. Di dusun dengan kegiatan pariwisata sudah berkembang, kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh bukan penduduk setempat sedangkan di dusun dengan kegiatan pariwisata belum berkembang, kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat.

Dapat dikatakan, bahwa jumlah kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod lebih banyak daripada di Dusun Junjungan. Sebagian besar pekerja yang mengisi kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun penelitian, termasuk dalam kelompok umur muda (20 sampai 34) tahun. Di Dusun Ubud Klod persentase pekerja umur muda jauh lebih besar daripada di Dusun Junjungan. Hal ini akan mempengaruhi kegiatan pendidikan pekerja. Persentase pekerja dengan pendidikan menengah di Dusun Ubud Klod jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Dusun Junjungan.

Berdasarkan status pekerjaan, di dua dusun penelitian sebagian besar pekerja dengan status buruh. Persentase pekerja dengan status buruh di Dusun Ubud Klod jauh lebih tinggi daripada di Dusun Junjungan. Di dua dusun penelitian, berdasarkan jabatan pekerjaan, sebagian besar pekerja dengan jabatan sebagai pelayan/buruh. Di Dusun Junjungan, persentase pekerja dengan jabatan tenaga pimpinan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Dusun Ubud Klod.

Di Dusun Ubud Klod, kesempatan kerja nonpertanian yang ada sebagian besar diisi oleh pekerja dengan jabatan rendah. Rata-rata upah pekerja di Dusun Ubud Klod lebih rendah dari ketentuan UMR di Propinsi Bali, sedangkan rata-rata upah pekerja di Dusun Junjungan, lebih tinggi dari ketentuan UMR. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis ke empat terjawab bahwa karakteristik kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Junjungan lebih baik dibandingkan dengan di Dusun Ubud Klod.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah usaha dan jumlah kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod lebih banyak, dengan karakteristik usaha nonpertanian lebih baik, namun karakteristik kesempatan kerja nonpertanian lebih jelek dibandingkan dengan di Dusun Junjungan. Di Dusun Junjungan, jenis usaha yang termasuk sektor industri lebih banyak muncul dibandingkan dengan sektor perdagangan dan sektor jasa. Sektor industri yang muncul mempunyai keterkaitan tidak langsung dengan kegiatan pariwisata karena sektor industri yang ada memproduksi barang-barang suvenir untuk usaha-usaha nonpertanian di pusat kegiatan pariwisata. Di Dusun Ubud Klod, jenis usaha yang termasuk sektor perdagangan yang menjual barang-barang suvenir, lebih banyak muncul dibandingkan dengan sektor jasa. Jenis usaha yang termasuk sektor industri tidak ada.

Berdasarkan rata-rata pendapatan usaha dan tingkat pendidikan pemilik usaha (pengusaha), karakteristik usaha nonpertanian di Dusun Ubud Klod lebih baik dibandingkan dengan di Dusun Junjungan. Kesempatan kerja nonpertanian di dua dusun penelitian, lebih banyak dimanfaatkan oleh pekerja laki-laki dibandingkan dengan pekerja perempuan. Di Dusun Ubud Klod kesempatan kerja nonpertanian lebih banyak dimanfaatkan oleh bukan penduduk setempat, sedangkan di Dusun Junjungan, sebagian besar kesempatan kerja nonpertanian yang ada dimanfaatkan oleh penduduk setempat.

Jumlah kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod jauh lebih banyak, akan tetapi karakteristik kesempatan kerja nonpertanian lebih jelek dibandingkan dengan di Dusun Junjungan. Kesempatan kerja nonpertanian di Dusun Ubud Klod, lebih banyak dimanfaatkan oleh pekerja dengan karakteristik: berusia muda, tingkat pendidikan status pekerjaan, jabatan pekerjaan dan tingkat upah rendah. Rata-rata upah pekerja di Dusun Ubud Klod lebih rendah dari ketentuan UMR di Propinsi Bali, sedangkan rata-rata upah pekerja di Dusun Junjungan, lebih tinggi dari ketentuan UMR.

Kebijakan pemerintah yang mengarah pada usaha peningkatan sumberdaya manusia melalui jalur pendidikan dan peningkatan keterampilan untuk penduduk setempat sangat diperlukan. Meningkatnya pendidikan dan keterampilan penduduk setempat, diharapkan dapat memperbesar peluang untuk mengisi kesempatan kerja nonpertanian yang muncul sejalan dengan kegiatan pariwisata.

Daftar Pustaka
Bappeda Tingkat I Bali; Fakultas Ekonomi Unud dan Kantor Statistik Propinsi Bali. 1985. Peranan Nilai Tambah Sektor Pariwisata dalam Pembentukan PDRB Daerah Bali.

Bappeda Tingkat I Bali dan Universitas Udayana. 1995. Dampak Ganda Pengembangan Pariwisata di Daerah Bali.

Bappeda Tingkat I Bali dan Universitas Udayana. 1996. Dampak Ganda Pengembangan Pariwisata Terhadap Tenaga Kerja Daerah Bali.

Basuki, Sigit Sayogya. 1993. “Pariwisata, Tataruang dan Lingkungan Hidup”. Forum Perencanaan Pembangunan. I(2): 113-121.

Departemen Tenaga Kerja RI. 1996. Situasi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja di Indonesia 1995.

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Effendi, Tadjuddin Noer. 1995. “Mobilitas Pekerja Remitan dan Peluang Berusaha di Pedesaan”. Kelola. IV(8): 63-83.

Effendi, Tadjuddin Noer dan Sujali. 1989. “Pengembangan Kepariwisataan: Sebuah Pendekatan Geografi”. Majalah Geografi Indonesia. Tahun 2 (3): 1-9.

Feriyanto, Nur. 1997. “Upah Minimum Regional: Sebuah Tinjauan”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 2(2):196-204.

GBHN tahun 1993. Semarang: Penerbit Aneka Ilmu.

Jusuf, Sofjan. 1997. “Perkembangan dan Pengembangan Pariwisata Nasional Serta Kecenderungan Pariwisata Internasional”. Kelola. VI(16): 15-27.

Samsuridjal D dan Kaelany HD. 1996. Peluang di Bidang Pariwisata. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.

Setiati, M.U. Ira. 1995. “Peranan Industri Pariwisata Bagi Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat”. Warta Demografi. Tahun ke-25 (3): 29-35.

Spillane, S.J, James J. 1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Suardi, I D.P. Oka dan N.W. Sri Astiti. 1990. “Pola Pendapatan Petani di Daerah Objek Pariwisata: Studi Kasus di Kecamatan Ubud”. Majalah Ilmiah Universitas Udayana. TH.XVII, Januari (23): 153-160.

Sujali. 1992. “Pemanfaatan Potensi Obyek Wisata, Wilayah Tujuan Wisata Pantai Pangandaran untuk Pengembangan Wilayah di Daerah Kabupaten Dati II Ciamis Propinsi Jawa Barat”. Majalah Geografi Indonesia. Tahun 4-6 September 1990-Maret 1992 (6-9):45-51.

Suyatna, I Gde; I. G. A. A. Ambarawati dan Elisabet Lallo. 1989. “Dampak Pariwisata Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Petani di Kabupaten Buleleng dan Badung”. Majalah Ilmiah Universitas Udayana. TH.XVI Januari (20): 109-116.

Wagito. 1995. “Kebijaksanaan Pembangunan Pariwisata Nasional Indonesia”. Dalam Fandeli, Chafid (Ed.). Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. hlm.3-14.
__________

I Made Wirartha, Staf Pengajar pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Udayana.

Sumber: http://ejournal.unud.ac.id