Tidaklah mengherankan jika kawasan tersebut menjadi lokasi “favorit” beberapa jenis ikan dalam mencari pakan. Salah satu jenis ikan yang sering bertandang ke Wakatobi adalah ikan paus sperma (Physeter macrocephalus). Mamalia raksasa itu memang dikenal suka berpindah-pindah tempat saat mencari pakan, antara Lautan Hindia hingga Samudera Pasifik. Mungkin karena ukuran tubuhnya yang besar, paus butuh pakan dalam jumlah yang besar pula.
Biasanya, kawanan paus sperma berada di Wakatobi pada bulan November, saat belahan bumi lain membeku. Pada bulan tersebut perairan Wakatobi relatif lebih hangat dan berlimpah pakan yang bisa mengenyangkan perut kawanan paus. Pada saat itulah, para monster laut berkumpul. Mengapa disebut moster laut? Karena paus sperma dengan ciri noktah putih berbentuk mirip sperma di kepala itu termasuk dalam ordo Cetacea, yang dalam bahasa Yunani berarti monster laut.
Selain paus sperma, perairan Wakatobi juga dihuni oleh monster laut yang lain. Misalnya, ikan pari Manta (Manta ray) yang ukuran tubuhnya tergolong raksasa dan bentuknya seperti monster laut. Pari Manta merupakan salah satu jenis ikan yang khas dan unik, yang hanya terdapat di perairan tropis.
Menurut hasil survei ilmiah FDC-IPB pada 1994, kepulauan Wakatobi merupakan salah satu tempat penyelaman terbaik di Indonesia dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikan yang tinggi. Atas dasar itu, melalui SK Menteri Kehutanan No.393/Kpts-V/1996, kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai taman nasional. Maka dari itu, jadilah Wakatobi sebagai kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990).
Menyangkut keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi karang, Wakatobi menempati salah satu posisi prioritas tertinggi dari konservasi laut di Indonesia. Hal ini juga merupakan bagian terpenting dalam sebuah jaringan yang saling memenuhi dari Kawasan Perlindungan Laut sepanjang pesisir tenggara Sulawesi. Dengan luas total mencapai 1,39 juta ha, taman nasional ini termasuk kepulauan Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan keunikannya, dengan panorama bawah laut yang menakjubkan. Secara umum, perairan lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai ke arah laut, dan di beberapa daerah perairan terdapat yang bertebing curam. Kedalaman airnya bervariasi. Bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian besar berpasir dan berkarang.
Wakatobi memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-pulau karang sepanjang 600 km. Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili di antaranya Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp.
Menurut sumber resmi di Departemen Kehutanan, Wakatobi sedikitnya dihuni oleh 93 jenis ikan konsumsi perdagangan dan ikan hias, di antaranya argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea, dan lain-lain.
Selain terdapat beberapa jenis burung laut seperti angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus), cerek melayu (Charadrius peronii), raja udang erasia (Alcedo atthis), juga terdapat tiga jenis penyu yang sering mendarat di pulau-pulau yang ada di taman nasional yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).
Masyarakat asli yang tinggal di sekitar taman nasional ini adalah suku laut atau yang disebut suku Bajau. Menurut catatan Cina kuno dan para penjelajah Eropa, manusia berperahu adalah manusia yang mampu menjelajahi Kepulauan Merqui, Johor, Singapura, Sulawesi, dan Kepulauan Sulu. Dari keseluruhan manusia berperahu di Asia Tenggara yang masih mempunyai kebudayaan berperahu tradisional adalah suku Bajau. Kehidupan mereka sehari-hari cukup unik dan menarik, terutama kemampuan mereka menyelam ke dasar laut tanpa peralatan menyelam dan alat untuk menombak ikan.
Pulau Hoga (Resort Kaledupa), Pulau Binongko (Resort Binongko), dan Resort Tamia, merupakan lokasi yang menarik untuk dikunjungi terutama untuk kegiatan menyelam, snor-
keling, wisata bahari, berenang, berkemah, dan wisata budaya. Musim kunjungan terbaik ke pulau ini adalah pada April s/d Juni dan Oktober s/d Desember setiap tahunnya.
Untuk mencapai lokasi, pengunjung bisa berangkat dari Kendari ke Bau-bau dengan kapal cepat regular yang beroperasi dua kali setiap hari, dengan lama perjalanan lima jam atau setiap hari dengan kapal kayu selama 12 jam. Dari Bau-bau ke Lasalimu pengunjung bisa naik kendaraan roda empat selama dua jam, lalu naik kapal cepat Lasalimu-Wanci selama satu jam atau kapal kayu Lasalimu-Wanci selama 2,5 jam. Wanci merupakan pintu gerbang pertama memasuki kawasan Taman Nasional Wakatobi. (Syarifah, S.P.)***
Sumber : http://ikanmania.wordpress.com