Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Oleh : Iskandar

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk tetap mempertahankan atau melestarikan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga secara terus-menerus dapat memberikan manfaatnya dalam mendukung kehidupan umat manusia. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang telah banyak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan menetapkan beberapa bagian dari wilayah Republik Indonesia sebagai kawasan konservasi. Salah satu diantaranya adalah kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN. Babul) di Provinsi Sulawesi Selatan seluas ± 43.750 Ha., yang ditunjuk menjadi kawasan konservasi cq. taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004.

Secara administrasi pemerintahan, kawasan taman nasional ini terletak di wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Secara geografis areal ini terletak antara 119° 34’ 17” – 119° 55’ 13” Bujur Timur dan antara 4° 42’ 49” – 5° 06’ 42” Lintang Selatan. Secara kewilayahan, batas-batas TN. Babul adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.

Sejarah Kawasan
Penunjukan sebagian kawasan karst Maros-Pangkep dan kawasan hutan Pegunungan Bulusaraung menjadi taman nasional melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut dimulai pada tahun 1993 oleh desakan UNESCO kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melindungi ekosistem karst melalui penetapan kawasan konservasi, untuk selanjutnya diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites). Salah satu kawasan karst di Indonesia yang sudah terkenal di dunia internasional adalah kawasan karst Maros-Pangkep yang berbentuk menara (tower karst) dan merupakan landskap karst terbesar kedua di dunia.

Balai KSDA Sulawesi Selatan I sebagai pemangku kawasan konservasi di sebagian wilayah Provinsi Sulawesi Selatan pada saat itu mengelola lima unit kawasan konservasi yang berada di wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Bantimurung, TWA. Gua Pattunuang, Cagar Alam (CA) Karaenta, CA. Bantimurung dan CA Bulusaraung. Umumnya kawasan-kawasan tersebut memiliki jenis keanekaragaman hayati yang hampir mirip serta tipe ekosistem yang sama karena letaknya yang secara geografis berdekatan. Kemudian kawasan beserta kawasan yang lain diusulkan menjadi taman nasional, yang pada saat itu dengan nama Taman Nasional Hasanuddin, mengambil nama pahlawan nasional terkenal yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1997, Pusat Studi Lingkungan (PSL) Universitas Hasanuddin dalam seminar nasionalnya mengangkat kembali pentingnya melindungi kawasan karst Maros-Pangkep dalam bentuk taman nasional dengan pertimbangan keunikan kawasan karst serta berbagai jenis keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya, yang tidak sedikit merupakan jenis-jenis endemik di Sulawesi. Berdasarkan hal-hal tersebut, Balai KSDA Sulawesi Selatan I pada tahun 1999 kemudian melaksanakan penilaian potensi calon taman nasional Hasanuddin bekerja sama dengan PSL Universitas Hasanuddin. Hasil penilaian potensi tersebut merekomendasikan kelayakan kawasan CA. Karaenta dan sekitarnya diubah fungsi menjadi taman nasional. Dukungan dari masyarakat maupun kalangan akademisi terhadap pengusulan taman nasional ini semakin bertambah, baik melalui seminar-seminar, simposium dan lain sebagainya, namun dukungan dari kalangan pemerintah di daerah belum diperoleh.Barulah pada tahun 2002, Bupati dan DPRD Kabupaten Maros memberikan rekomendasi pembangunan Taman Nasional. Pada tahun 2003, Bupati dan DPRD Kabupaten Pangkep juga memberikan rekomendasi penunjukan taman nasional di wilayahnya dan kemudian disusul dengan rekomendasi dari Gubernur dan DPRD Sulawesi Selatan.Pada tahun 2003 pula, dukungan pengusulan kawasan taman nasional semakin bertambah melalui inisiasi lebih lanjut dari Kementerian Negera Lingkungan Hidup melalui Asisten Deputi Urusan Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Asdep Sumapapua), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Propinsi Sulawesi Selatan dan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin

Sumber : http://alfiyan.wordpress.com

Photo : http://aemcake.blog.friendster.com