Peninggalan Sejarah Di Kabupaten Serang


Oleh Drs. Herry Wiryono

1. Profil Kabupaten Serang
Serang sebagai salah satu dari enam kabupaten di Propinsi Banten, terletak di ujung barat bagian utara Pulau Jawa dan sebagai pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa yang berjarak sekitar 70 km dari Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.

Kabupaten Serang sekarang sebagai ibukota Propinsi Banten. Luas wilayah kabupaten Serang mencapai 170.341,25 hektar yang tersebar menjadi 34 wilayah kecamatan, 353 desa dan 20 kelurahan. Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, penduduk Kabupaten Serang berjumlah 1.631.571 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 959 jiwa/km2.

Propinsi Banten umumnya dan Kabupaten Serang khususnya merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang memiliki obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang beraneka ragam. Salah satu daya tarik wisata yag sangat menarik di propinsi Banten adalah wisata budaya.

Banten sangat kaya akan tinggalan arkeologis sisa kejayaan Banten di masa lalu,mulai dari kebudayaan prasejarah hingga masa penjajahan Belanda. Bukti-bukti sejarah Banten di masa lalu sangat potensial untuk digali lebih dalam dan dikembangkan menjadi obyek daya wisata budaya.

Keberadaan obyek daya tarik wisata budaya yang ada di Banten tersebar luas di seluruh wilayah Banten, sebagian besar banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Serang yang sejak dahulu identik dengan sebutan Banten.

2. Peninggalan sejarah di Kabupaten Serang
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan didukung banyaknya tinggalan arkeologis di Serang, karena Serang pada masa lampau pernah menjadi pusat kerajaan Islam terbesar di Nusantara pada abad XVI yang berpusat di kawasan Banten Lama.

Banten Lama merupakan kawasan kepurbakalaan yang menjadi salah satu obyek wisata budaya unggulan di Kabupaten Serang. Dari bukti-bukti sejarah tersebut, terungkap bahwa Banten pernah menjadi kota pelabuhan internasional dari sebuah kerajaan Islam yang makmur dan ramai dikunjungi para pedagang asing dari berbagai Negara.

2.1 Komplek Keraton Surosowan
Keraton ini dibangun oleh Maulana Hasanuddin Sultan Banten pertama pada tahun 1552 sampai pada tahun 1570, untuk benteng dan gerbangnya terbuat dari batu karang dan batu bata dibangun pada masa pemerintahan Maulana Yusuf sebagai Sultan kedua Banten pada tahun 1570 sampai 1580.

Komplek Keraton Surosowan sekarang ini sudah hancur, yang tersisa hanya tembok benteng yang mengelilingi bangunannya, yaitu berupa pondasi dan tembok dinding, dan bangunan pemandian serta sebuah kolam taman dengan bangunan bale kambangnya.

Di dalam Komplek Keraton Surosowan terdapat pula Gedong Pakuwon yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran dinding sekitar 2 meter dan lebar 5 meter, panjang sisi timur dan sisi baratnya kira-kira sekitar 300 meter. Kemudian dinding sisi utara dan sisi selatan 100 meter maka luas secara keseluruhan sekitar 3 hektar. Pintu masuk merupakan pintu gerbang utama terletak di sebelah utara menghadap ke alun-alun.

2.2 Alun Alun
Alun-alun ini terletak di sebelah timur Masjid Agung atau sebelah barat Keraton Surosowan yang berupa lapangan tanpa pagar pembatas. Dahulu alun-alun berfungsi sebagai tempat berkumpul rakyat untuk mendengarkan pegumuman dari Sultan, tempat berlatih prajurit keraton dan tempat aktivitas sosial lainnya.

Alun-alun merupakan suatu komponen tetap dalam pola umum tata perkotaan kerajaan Islam di Indonesia selain istana , masjid dan pasar.

2.3 Masjid Agung Banten
Masjid Agung ini terletak bagian barat alun-alun kota, diatas tanah seluas 0,13 hektar, didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin,yang dirancang bangun tradisional. Bangunan masjid ini berdenah segi empat dengan atap bertingkat bersusun 5 atau dikenal dengan istilah atap tumpang. Tingkat tiga yang teratas sama runcingnya. Di bagian puncak terdapat hiasan atap yang biasa disebut mamolo.

Pondasi masjid setinggi kurang lebih 70 cm, ini berhubungan dengan konsep pra Islam dimana tempat suci selalu berada di tempat yang tinggi.. Pada bagian depan terdapat parit berair yang disebut kulah, fungsinya adalah sebagai kolam wudlu.

Bagian utama ruang shalat, serambi timur, utara dan serambi selatan dilapisi oleh ubin marmer. Bangunan utama masjid dibatasi oleh dinding, keempat sisinya terdapat pintu yang menghubungkan ruang utama dengan serambi masjid yang berada disisi utara, selatan dan timur.

Bangunan masjid ini ditopang oleh dua puluh empat tiang (soko guru), empat tiang utama terletak pada bagian tengah ruangan. Pada bagian bawahnya terdapat empat buah umpak batu berbentuk buah labu. Mihrab terdapat pada dinding sebelah barat berupa ceruk tempat imam memimpin shalat

Dinding timur memisahkan ruang utama dengan serambi timur yang mempunyai bentuk atap limas. Pada dinding ini terdapat empat buah pintu masuk yang rendah, sehingga setiap orang akan masuk ke ruangan utama harus menundukkan kepala

Masjid Agung ini memiliki.kharisma yang tinggi, terlihat dari banyaknya peziarah yang mendatagi masjid. Selain berjiarah untuk memperoleh barokah dan qharomah, mereka juga ingin menyaksikan secara langsung kebesaran masjid Agung Banten ini.

2.4 Menara Masjid
Menara masjid ini terletak di depan halaman komplek masjid, sedangkan tinggi bangunannya adalah 23,155 meter. Menara masjid Agung Banten ini di bangun diatas dasar atau lapik yang berbentuk segi delapan. Badan menara berbentuk kerucut persegi, hanya bagian atasnya tidak lagsung akan tetapi ada pembatas yang berupa pelipit yang membatasi antara badan menara dengan kepala menara. Pintu masuk terdapat di sisi utara, bagian atas pintu menara diberi hiasan yang berbentuk kepala kala dan hiasan sayap

Untuk menuju ke atas menara harus melewati 83 buah anak tangga dengan jalan yang cukup hanya satu orang. Bagian paling atas menara berbentuk setengah bola, dan di puncak atap terdapat mamolo.

Tidak diketahui secara pasti kapan bangunan ini didirikan, akan tetapi menurut sejarah Banten disebutkan bahwa “ kangjeng Maulana (Hasanudidin) adarbe putra satunggal lanang jeneng putra mangke nuli den wastane Maulana Yusuf ingkang puniko jeneng yusuf sampung gung ingkeng putra pan sapan adarbe rayi naika iku waktu ning wangun munare “. Berdasarkan tinjauan seni bangunan dan hiasan dengan ragam hias Salib Portugis, tumpal motif panil; bahwa menara mesjid itu didirikan pada tahun 1560-1570.

2.5 Keraton Kaibon
Komplek Keraton Kaibon terletak di Kampung Kroya sebagai tempat kediaman ibu Ratu Aisyah, ibunda Sultan Syafifuddin.. Pada tahun 1832 keraton ini dibongkar pemerintah Hindia Belanda, yang tersisa hanya fondasi, tembok dan gapura .

Keraton Kaibon mempunyai sebuah pintu besar yang dinamai Pintu Dalem, di pintu gerbang sebelah barat yang menuju ke mesjid. Di Dalam Keraton Kaibon terdapat tembok yang dipayungi sebuah pohon beringin. Pada tembok tersebut terdapat 5 buah pintu yang bergaya Jawa dan Bali ( Paduraksadan Bentar )

2.6 Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk terletak di kampung Pamarican dekat dengan Bandar Pabean kira-kira 600 meter sebelah barat laut Keraton Surosowan, dengan denah persegi panjang dengan setiap sudutnya terdapat bastion. Benteng ini didirikan pada tahun 1585 oleh Belanda di atas reruntuhan sisi utara tembok keliling kota Banten.

Bagian dalam dari benteng Speelwijk terdapat beberapa ruangan. Untuk memasuki ruangan-ruangan tersebut harus melalui lorong yang sempit dan berkelok. Sedangkan ruangan yang nampak utuh sampai sekarang adalah sisi ruangan barat daya benteng yang berukuran 4x 6 meter dengan dua lubang angin berbentuk segi empat yang tepat di bagian atap.

Nama Benteng Speelwijk ini diberikan bangsa Belanda adalah untuk meghormati Gubernur Jenderal Cornellis Janszzon Speelmen pada tahun 1681-1684.

2.7 Kerkhof
Kerkhof adalah sebuah tempat penguburan orang-orang Eropa yang terletak di bagian luar sisi tembok timur benteng. Disini dikuburkan orang-orang Belanda, Perancis, Inggris dan orang Eropa lainnya.

Kerkhof memiliki bentuk jirat dan nisan yang berukuran besar. Komplek pemakaman Kerkhof sekarang sudah tidak terawat. Di pemakanan ini terdapat sekitar 50 makam dengan berbagai ukuran dan tempat.

2.8 Kelenteng Avalokitesvara
Kelenteng Avalokitesvara terletak di sebelah barat Benteng Speelwijk. Semula kelenteng ini terletak di Dermayon dibangun oleh masyarakat Cina yang bermukim di Banten. Kelenteng ini dibangun tidak diketahui. Akan tetapi menurut tradisi kelenteng dibangun sekitar tahun 1652 pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada tahun 1659 kelenteng menempati loji Belanda dan kelenteng lama menurut catatan Valentjin (1725) berlokasi di sebelah selatan menara lama ( Masjid Pecinan Tinggi). Pada tahun 1774 kelenteng dipindahkan ke Kampung Pamarican, Desa Pabean.

2.9 Masjid Pecinan Tinggi
Masjid ini terletak di sebuah kampung Pecinan, akan tetapi hanya tinggal reruntuhannya saja dengan sisa pondasi bangunan induknya yang terbuat dari bata dan batu karang, dengan sisa mihrab yang membujur arah timur barat. Sedangkan di bagian halaman ini terdapat bagunan menara yang berdenah bujur sangkar, namun bagian atas menara ini sudah hancur.

2.10 Tasikardi
Tasikardi adalah sebuah danau yang terletak sekitar 2 km kearah Keraton Surosowan yang dibagun untuk ibunda Sultan Maulana Yusuf untuk bertafakur di pulau buatan. Pulau ini berbentuk segi empat yang dikelilingi oleh tembok disetiap sisinya. Tasikardi memiliki luas sekitar 5 hektar, sedangkan airnya hanya memenuhi sekitar 4 hektar dengan kedalaman lebih dari 1 meter. Danau buatan ini dahulu berfungsi memasok air bersih bagi kota Surosowan, termasuk untuk mengairi persawahan. Air dialirkan melalui penyaringan yang dikenal dengan istilah pengindelan.

Pengindelan ini terdapat 3 pengindelan; yaitu pengindelan abang, pengindelan putih dan pegindelan emas sebelum akhirnya menjadi air bersih. Antara Danau Tasikardi dan bangunan pengindelan dihubungkan dengan pipa-pipa yang terbuat dari tanah liat yang dibakar atau disebut terakota. Sisa-sia saluran itu kini sudah tidak dapat lagi terlacak karena daerah sekitar pengindelan sudah menjadi pesawahan penduduk setempat.

2.11 Pengindelan Abang
Pengindelan abang merupakan bangunan penyaring pertama yang meyalurkan air dari danau Tasikardi. Bangunan ini terbuat dari batu bata, terdapat rongga di dalamnya yang berbentuk lengkung sempurna dengan ditopang oleh dua pilar yang kokoh untuk menopang atap.

Ukuran panjang bagunan ini 18 meter dengan lebar 6 meter, terdapat satu pintu masuk berbentuk lengkung dengan tinggi sekitar 1,5 meter Pada bagian sudut pertemuan antara atap dan dinding terdapat hiasan dengan bentuk pelipit. Dalam pengindelan abang ini masih terdapat air yang menggenang yang bercampur dengan sampah.

2.12 Pengindelan Putih
Pengindelan putih merupakan bangunan penyaringan kedua setelah pengindelan abang. Letaknya jauh di tengah persawahan penduduk Bangunan ini memiliki ukuran yang hampir sama dengan pengindelan abang, hanya bentuk bangunan yang agak sedikit berbeda.

Atap bangunan pengindelan putih bentuknya setengah lingkaran dengan bentuk dinding muka dan belakag menyerupai lengkung makara dengan lubang bulat di bagian belakang. Pada bangunan pengindelan putih di sisi kiri dan kanan terdapat 3 buah “ kaki”, satu pada setiap sudut dan satu di tengah, diantaranya terdapat lubang yang berbentuk segi empat. Untuk pintu masuk terdapat pada dinding muka dengan bentuk lengkung dengan ketinggian sekitar 1,2 meter.

2.13 Pengindelan Emas
Bangunan pengindelan emas hanya tersisa setengah bagian saja, bagian atapnya pun sudah hancur. Bagian depan terdapat sisa bekas saluran air yang terbuat dari batu bata, bentuk asli dari bangunan ini tidak diketahui secara pasti. Pengindelan emas merupakan penyaringan air yang terakhir sebelum masuk ke dalam benteng Surosowan, air yang keluar dari Pengindelan Emas sudah dalam keadaan bersih dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

2.14 Museum Situs Banten Lama
Museum Situs Banten Lama berdiri di atas lahan seluas 10.000 m2 dengan luas bangunan 778 m2, Museum ini diresmikan oleh Dirjen Kebudayaan Prof.Dr.Haryati Subandio pada tanggal 15 Juli 1985. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama selain dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan benda cagar budaya bergerak hasil penelitian yang berasal dari situs Banten Lama dan sekitarnya. Selain itu Museum Situs Banten Lama dapat juga dimanfaatkan sebagai media atau sarana yang bersifat rekreatif ilmu pengetahuan dan sebagai sumber inspirasi.

Pendirian Museum Situs Banten Lama didasari karena adanya potensi budaya, dengan cakupan koleksi yang dihimpun adalah benda-benda yang memberikan gambaran tentang sejarah alam dan budaya yang berkembang sejak masa prasejarah hingga sekarang.

Koleksi Museum Situs Banten Lama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok koleksi, diantaranya :

Arkeologika, tergolong dalam kelompok ini adalah Arca Nandi, mamolo, gerabah, atap,lesung batu dan lain sebagainya.

Numismatika, berupa koleksi mata uang, baik mata uang asing maupun mata uang yang dicetak oleh Masyarakat Banten. Mata uang yang pernah dipakai sebagai alat tukar yang sah dalam transaksi jual beli ketika itu adalah caxa/cash, mata uang VOC, mata uang Inggris, tael dan mata uang Banten sendiri. Pada masa pergerakan, mata uang Banten disebut ORIDAB, kependekan dari Oeang Republik Indonesia Daerah Banten.

Etnografika, berupa koleksi miniatur rumah adat suku Baduy, berbagai macam senjata tradisional dan peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok, peluru meriam, pedang, pistol dan meriam. Koleksi pakaian adat dari masa Kesultanan Banten, kotak peti perhiasan dan alat-alat pertunjukan Kesenian Debus.

Keramologika, berupa temuan-temuan keramik, baik itu keramik local ataupun keramik asing. Keramik asing berasal dari Birma, Vietnam, Cina, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Masing-masing keramik memiliki ciri-ciri khas sendiri. Keramik lokal lebih dikenal sebagai gerabah yang diproduksi dan berkembang di Banten. Gerabah tersebut biasa digunakan sebagai alat rumah tangga, bahan bangunan serta wadah pelebur logam yang biasa disebut dengan istilah Qowi.

Seni rupa, yaitu berupa hasil reproduksi lukisan atau sketsa yang menggambarkan aktivitas masyarakat Banten masa itu. Ada reproduksi lukisan duta besar Kerajaan Banten untuk Kerajaan Inggris, yakni Kyai Ngabehi Naya Wirapraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana yang berkunjung ke Inggris pada tahun 1682. Reproduksi kartografi Banten in European Perspective, lukisan-lukisan yang menggambarkan suasana di Tasikardi dan diorama latihan perang prajurit Banten.

Adapun di halaman muka museum masih terdapat beberapa artefak lain, di antaranya :

Meriam Ki Amuk
Meriam ini semula terletak di Karangantu, sebelum dipindahkan ke halaman museum sekarang, yang sempat ditempatkan di sudut tenggara alun-alun.
Pada museum tersebut terdapat tiga buah prasasti berbentuk lingkaran dengan huruf dan Bahasa Arab. Prasasti tersebut berbunyi : ‘ akibatul khairi, salamatul imani :. Kalimat tersebut menurut K.C.Crucq merupakan candra sangkala atau penanggalan yang memiliki makna angka tahun 1450 Saka atau 1628/1629 Masehi. Meriam Ki Amuk terbuat dari tembaga dengan panjang sekitar 2,5 meter. Meriam ini sebagai hasil rampasan dari tentara Portugis yang berhasil dikalahkan. Untuk mempermudah membawa meriam, dibuatkan gelang di sebelah kiri dan kanannya.

Menurut cerita, Ki Amuk mempunyai kembaran yang bernama Ki Jagur, Ki Jagur ini memilki gelang pada pangkalnya dengan hiasan berbentuk tangan yang sedang mengepal dengan dua jari yang menyeruak di antara jari tengah dan jari telunjuk. Meriam Ki Amuk sekarang berada di Museum Fattahillah Jakarta.
_________________

Photo : http://4.bp.blogspot.com

Drs. Herry Wiryono adalah tenaga peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Direktorat Jenderal Kebudayaan Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Sumber :
Makalah disampaikan pada Kegiatan Penayangan Film dan Diskusi Nilai Kesejarahan Peninggalan Sejarah sebagai Obyek Wisata Di Kabupaten Purwakarta di Purwakarta, Selasa, 26 Juni 2007 yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung .