Kisah Raden Panji

Oleh : Tim Wacana Nusantara

Siapakah yang bernama Raden Panji? Tokoh sejarah ataukah hanya legenda? Mengapa kisah asmaranya sampai diabadikan di banyak kesenian rakyat? Bukan hanya di Jawa, tapi juga di Sumatra, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, bahkan melebar sampai ke Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Dan yang sangat menarik, kisah Raden Panji itu ditemukan dalam relief di 20 candi yang ada di Jawa Timur. Luar biasa.

Di Jawa Timur, belakangan ini sedang ramai bicara sosok yang satu itu. Sebetulnya sudah sejak tahun 2007, ketika dilangsungkan Pekan Budaya Panji di Universitas Merdeka Malang. Setahun kemudian, November, digelar Pasamuan Budaya Panji di PPLH Trawas, April yang lalu, ada diskusi terbatas Budaya Panji di Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya. Dan akhirnya, Dewan Kesenian Jawa Timur (DK-Jatim) memutuskan mematok program Konservasi Budaya dengan pilihan Budaya Panji.

Adalah seorang arkeolog Jerman, namanya Lydia Kieven, selama 13 tahun berada di Jawa meneliti kisah Panji dan Arjuna Wiwaha. Februari lalu, penelitiannya soal Panji itu berhasil mengantarnya meraih doktor dengan tesis "Cerita Panji". Lydia sudah ikut dalam event Panji tahun 2007 itu, dan belakangan selama satu minggu di bulan Mei ini, dia keliling berceramah di Universitas Airlangga, di depan guru-guru sejarah di Kediri, di tengah pekerja LSM di puncak gunung kawasan Pasuruan (Yayasan Kaliandra), juga datang di diskusi dalam rangka Festival Malang Kembali di Kota Malang, dan terakhir dalam dialog interaktif di TVRI Jawa Timur di Surabaya.

Nama Lydia harus disebut untuk menegaskan betapa pentingnya cerita Panji ini. DK Jatim sudah berketapan menjadikan Budaya Panji sebagai ikon provinsi Jawa Timur. Dalam beberapa forum sudah ditegaskan, bahwa cerita Panji ini berkisah tentang kisah percintaan Raden Panji Kudawaneng Pati (Panji Asmoro Bangun) dari Kerajaan Jenggala dengan Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kadiri. Ini kisah asmara biasa, dan sudah universal. Yang menarik, mengapa kisah ini baru populer justru di zaman Majapahit? Dua ratus tahun setelah peristiwa itu terjadi.
Dari titik inilah perdebatan itu muncul. Raden Panji dan Dewi Sekartaji itu fiksi atau fakta? Panji yang mana? Sebab makna Panji itu bisa berarti gelar kebangsawanan. Dan banyak raja yang memakai gelar (ma)-Panji. Sekadar intermezo, mantan Gubernur Jatim itu nama lengkapnya Raden Panji Mohammad Noer. Banyak daerah bernama Kepanjen (Kepanjian). Dan umbul-umbul dalam perang itu juga dinamakan Panji (-panji). Kontroversi itu menjadi tidak penting ketika kemudian kisah asmara itu dikemas dalam Budaya Panji yang hendak dijadikan Ikon Jatim itu.

Mengutip ajakan Dwi Cahyono, ini juga arkeolog, dari Universitas Negeri Malang, bahwa kisah Panji ini sebaiknya dikeroyok dari berbagai sisi. Yang ahli sejarah ayo meneliti dari aspek sejarah, arkeolog ya meneliti relief-reliefnya, yang sastrawan meneliti ratusan cerita dan sastra lisan yang bertebaran itu, bahkan para perupa juga bisa mengamati aspek seni rupanya. Demikian juga pemerhati seni pertunjukan. Asal tahu saja, wayang beber di Pacitan (dan Wonogiri) itu adalah produk seni rupa dari cerita Panji. Demikian pula berbagai topeng yang dijadikan properti dalam seni pertunjukan wayang topeng (Malang, Jombang) dan topeng dalang (Madura, Pandalungan).

Kalau mau dilebarkan, kasus cerita Panji ini banyak ditemukan dalam kisah-kisah lain dalam sejarah. Maksudnya, ada banyak kisah sejarah yang bercampur fiksi, ada juga memang kisah fiksi yang dibuat seolah-olah menyerupai sejarah. Jangan dikira bahwa fiksi itu murni rekaan, sebab banyak kisah sejarah yang kadung dipercaya sebagai fakta, ternyata hanya sebuah rekaan belaka. Asal tahu saja, bahwa sejarah adalah juga produk politik. Ups!!!

Sumber : http://www.wacananusantara.org