Pengertian Marhaba Rakbi
Istilah "Marhaba" (bahasa Arab) berarti selamat datang. Adapun pengertian marhaba pada seni ini mengandung ungkapan rasa gembira atas kedatangan seseorang. Kata "marhaba" menjadi istilah khusus ketika panduduk Yatsrib (Madinah) di jazirah Arab menyambut kedatangan Nabi Muhammad saw. ketika datang dari perjalanan hijran pada eristiwa hijranya Nabi dari
Maksud dan Fungsi Marhaba Rakbi
Marhaba Rakbi merupakan suatu pertunjukan dalam acara memperingati Maulud Nabi Muhammad saw, sertata dalam acara cukuran bayi yang berusia 40 hari. Marhaba Rakbi dibacakan secara ritmis mengikuti irama lagu khas Rakbi, Banten. Adapun syair yang dibaca yaitu puji-pujian (sholawatan) kepada Nabi Muhammad.
Fungsi kesenian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengenang keluhuran ahlak, spiritualitas, dakwah Nabi Muhammad saw.
b. Mengambil pelajaran serta barokah (tabarruk) dari riwayat atau sejarah kehidupan Nabi tersebut.
Perkembangan Kesenian Marhaba Rakbi
Marhaba Rakbi merupakan marhaba biasa, bedanya syair marhaba ini dinyanyikan menggunakan irama lagu khas Banten yang disebut Rakbi. Syait-syair marhaba ini pada dasarnya sebahagian besar bersumber pada syair marhaba yang disusun oleh Syaikh AlBarzanji.
lagu syair marhaba. Sehingga perkembangan selanjutnya seni ini disebut Marhaba Rakbi. Adapun penjelasan tentang seni debus, dibahas secara khusus dalam tulisan ini.
Menurut Sanjin Aminudin, dalam bukunya (1997: 156-157) menyebutkan, bahwa seni debus memiliki pengaruh yang kuat terhadap masyarakat disebabkan faktor-faktor:
Kesenian Debus bergerak dibidang kekebalan tubuh yang identik dengan bela diri. Masyarakat Banten umumnya fanatik agama, sehingga hanya kesenian yang berhubungan dengan agama (Islam) yang mendapat perhatian luas di masyarakat. Hail ini seperti ditunjukkan dengan seni Rebana, Qasidah, Mawalan, yang berpengaruh besar terhadap masyarakat Banten.
Para Alim Ulama Banten menilai seni debus tidak bertentangan dengan faham keagamaan, sehingga masyarakat dapat menerima secara luas.
Gencarnya arus modernisasi yang melanda negeri ini terutama di kota-kota besar pernah menenggegalamkan seni tradisional di Propinsi Banten, termasuk seni Marhaba Rakbi. Tetapi seiring berjalannya waktu telah menyadarkan masyarakat akan pentingnya menghidupkan kembali seni tradisi Islam. Dengan perlahan, seni Marhaba Rakbi pun mulai dipelajari dan disebarluaskan kembali.
Seni Marhaba Rakbi tersebar luas di hampir seluruh wilayah propinsi Banten, terutama di Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Adapun di daerah Tangerang terutama di daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta dan awa Barat seni ini kurang dikenal. Di daerah ini hanya mengenal seni Marhaba yang ':entuk lagu-lagunya hanya menggunakan dari syair marhaba biasa, artinya tanpa diiringi iengan seni debus sehingga agak berbeda dengan seni marhaba rakbi.
Pemain Marhaba Rakbi
Kesenian marhaba rakbi dipagelarkan biasanya bertepatan dengan peringatan maulud Nabi, yaitu pada bulan Maulud dan pada perayaan upacara cukuran bayi yang' berusia 40 hari. Dari segi penampilannya, ada perbedaan antara perayaan maulud Nabi dengan perayaan cukuran bayi. Pada perayaan maulud Nabi, kesenian ini tampil dengan jumlah pemain yang lebih banyak serta alat musik yang digunakan pun lebih beragan sehingga kesan meriah lebih tampak. Sedangkan pada perayaan cukuran bayi, Kesenian Marhaba Rakbi sering tampil seadanya dan cukup dimainkan oleh beberapa orang saja.
Pada dasarnya kesenian ini dimainkan oleh seniman laki-laki maupun wanita, mereka ini terdiri atas:
Seorang imam (biasanya seorang Kiyai atau Mubalig atau Mubalighoh) yang berperan mengimami atau memandu pembacaan marhaba.
Beberapa orang pengiring lagu (bisa sampai belasan orang) berfungsi sebagai mengiringi melantunkan syair marhaba seperti syair lagu yang dibacakan oleh imam tadi. Diantara para pengiring ini sambil membawa rebana berbagai ukuran dari yang terkecil hingga yang paling besar (biasanya ada 8 buah rebana). Imam serta para pengiring saling bergantian menyanyikan bait-bait syair marhaba dalam sebuah lagu yang khas seni ini.
Dan pada kebiasaannya para peserta yang hadir kebanyakan hapal syair-syair tersebut sehingga seringkali terlibat sebagai partisipan.
Waditra Marhaba Rakbi
Buku syair Marhabba karya Syaikh Al-Barzanji, jumlahnya tidak ditentukan, biasanya mencapai belasan buah buku. Kitab ini berfungsi sebagai pegangan ketika mendapat giliran melantunkan bait-bait syair.
Sebuah gunting; berfungsi untuk mencukur rambut bayi.
Sebuah baskom berisi air ditaburi bunga; berfungsi untuk menyimpan rambut bayi yang dicukur pada acara tersebut.
Kadang-kadang ada beberapa gram emas murni (sering berupa kalung), berfungsi sebagai simbol bahwa potongan rambut bayi akan ditimbang dengan mas dan akan diinfaq-kan kepada kaum fakir miskin. Jika rambut bayi seberat 2 gram emas, maka kedua orang tua bayi akan berinfaq sebesar harga 2gram emas murni tersebut.
Busana yang dipakai dalam Marhaba Rakbi
Pemain Marhaba Rakbi laki-laki memakai pakaian yang biasa digunakan dalam shalat di mesjid. Kecuali pada acara Marhaba yang khusus, biasanya pemain memakai jubah atau gamis dan menggunakan peci putih. Adapun pemain perempuan menggunakan baju muslimah.
Urutan Pertunjukan Marhaba Rakbi
Pertama-tama imam atau pemandu Marhaba memberikan sepatah kata pembuka, yang berupa ajakan pada hadirin untuk memperhatikan dsan mengambil i'tibar (hikmah dari isi cerita syair marhaba). Kemudian ia mengawali melantunkan bait-bait syair marhaba selama kira-kira 10 menit.
Imam/pemandu kemudian menyuruh pemain yang lain untuk melantunkan bait-bait syair berikutnya. Pembacaan oleh pemain ini memakan waktu hingga 10 menit. Demikianlah seterusnya secara bergiliran hingga menjelang berakhirnya bait-bait syair dari kitab marhaba tersebut.
Ketika pembacaan sampai pada bait syair yang berbunyi: "Marhaba ya nurul Marhaba yad dal husaini, Thalaal badru `alaina min staniyatil wadha", maka pambacaan bait-bait syair seterusnya dibacakan dalam posisi berdiri.
Adapun dalam acara cukuran bayi, posisi berdiri ini dilakukan sambil secara bergiliran enggunting rambut bayi. Pertama kali giliran dilakukan oleh imam yang menggunting
Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional