Kesenian Kuda Lumping


Pengertian Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan sebuah pertunjukan kesenian tradisional yang
menggunakan kekuatan magic dengan waditra utamanya berupa kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak); atau terbuat dari anyaman bambu (Jawa: kepangan bambu) yang diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Kuda-kudaan itu yang tidak lebih berupa guntingan dari sebuah gambar kuda yang diberi tali melingkar dari kepala hingga ekornya seolah-olah ditunggangi para penari dengan cara mengikatkan talinya di bahu mereka. Puncak kesenian kuda lumping adalah ketika para penari itu mabuk, mau makan apa saja termasuk yang berbahaya dan tidak biasa dimakan manusia (misalnya beling/pecahan kaca dan rumput) dan berperilak seperti binatang (misalnya ular dan monyet). Di daerah Banten Kuda lumping sering jug disebut dengan Kuda Kepang.

Maksud dan Fungsi Seni Kuda Lumping
Kesenian Kuda Lumping bermaksud bukan sekedar menghibur, tapi lebih dari sebagai pertunjukan kebolehan kekuatan magic. Dengan demikian, fungsi kesenian Kudi Lumping sedikitnya ada dua yaitu :

Fungsi rekreatif, yaitu sebagai hiburan
Fungsi religio-magic, yaitu sebagai pelestarian adanya kekuatan magic.

Sejarah dan Perkembangan Kuda Lumping
Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan. Sang raja masygul dan gundah. Akhirnya ia pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusu-khusunya memohon kepada Dewa Jawata Sang Marasanga, ia dikejutkan oleh suara tankatingalan. Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajurit penunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.

Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala membabi buta di kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat keberanian yang luar biasa menyerang musuh­-musuhnya. Demikianlah dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaan kalap dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan kekuatan yang tangguh. Akhimya. lasykar Raja selalu memperoleh kemenangan.

Untuk menghormati Dewa sang pemberi wangsit dan memperingati kemenangan demi kemenangan kemudian setiap tahun diadakan upacara kebaktian dengan suguhan acara berupa tarian menunggang kuda-kudaan yang menggambarkan kepahlawanan, sebagai suatu prosesi dari prajurit penunggang kuda yang kalap dan menyerbu musuh-musuhnya. Selanjutnya tarian menunggang kuda-kudaan itu berubah menjadi sebuah kesenian yang digemari masyarakat. Tarian itu kemudian diberi nama Kuda Lumping.

Kapan kesenian Kuda Lumping sampai di daerah Banten ? Tidak bisa ditentukan waktunya secara tepat. Sebabnya, selain kurangnya kesadaran menulis sejarah di kalangan bangsa kita terutama lagi sejarah kesenian tradisional seni-seni rakyat sudah merupakan budaya yang hidup. Hanya saja kita dapat menduga-duga. Karena kesenian ini berasal dari suku Jawa, diperkirakan kesenian Kuda Lumping ini dibawakan oleh orang-orang Jawa ketika datang di daerah Banten. Persis seperti di daerah-daerah lainnya, kesenian Kuda Lumping di daerah Sukabumi, misalnya saja, hidup di tengah-tengah masyarakat suku Jawa di Kecamatan Ciracap (bagian selatan Kabupaten Sukabumi). Orang-orang Jawa Ciracap doidatangkan di daerah Sukabumi oleh Belanda untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan Belanda. Di antara rombongan migrasi itu ternyata ada orang yang terampil bermain Kuda Lumping. Dad sinilah kesenian Kuda Lumping itu kemudian hidup di daerah Sukabumi.

Demikian halnya dengan di daerah Banten, seperti halnya di sepanjang pantai utara dan selatan Jawa Barat yang didominasi masyarakat berbahasa Jawa, daerah pantai utara dan selatan Provinsi Banten pun didominasi atau sedikitnya banyak terdapat masyarakat berbahasa Jawa. Kesenian Kuda Lumping hidup dan berkembang di tengah­tengah masyarakat Jawa, walau di kemudian hari menjadi bagian tak terpisahkan dari kesenian masyarakat banten secara keseluruhan.

Daerah Penyebaran Kuda Lumping
Kesenian Kuda Lumping tersebar di daerah-daerah yang masyarakatnya dipandang masih berpegang pada tradisi kejawen, dalam arti masyarakat yang masih kuat mempercayai kekuatan-kekuatan magic dan komunitas Islam Abangan. Daerah di sini bukan dalam artian geografis, melainkan lebih sebagai orang perorangan maupun komunitas yang tersebar dan menyatu dengan komunitas lainnya. Tapi di Banten tradisi magic sudah tumbuh. Seni debus jelas sekali mempertunjukan kebolehan pemain dalam menggunakan kekuatan magic Oleh karena itu kesenian Kuda Lumping tersebar di daerah-daerah di mana seni debus hidup.

Pemain Kuda Lumping dan Fungsinya
Pemain Kuda Lumping berkisar antara 12 sampai dengan 20 orang mereka terdiri dari :
Seorang Pawang, yang memiliki kekuatan magis. Fungsinya sebagai pemimpin, sutradara, dan membacakan mantera-mantera untuk membuat mabuk para penari penunggang kuda-kudaan dan menjadikan para penari berperilaku seperti binatang.

Beberapa orang penari penunggang kuda-kudaan (misalnya 7 orang). Fungsinya sebagai penari yang selain menari di atas kuda-kudaannya baik prajurit penunggang kuda, juga bisa mabuk, bisa makan rumput dan pecahan kaca, juga berperilaku seperti binatang.

Seorang atau beberapa orang sinden, berfungsi membawakan lagu-lagu. Pemain musik pun sering berfungsi juga sebagai pembawa lagu.

Seorang tukang kendang, berfungsi menabuh kendang bersama musik-musik lainnya mengiringi para penari kuda lumping.

Seorang tukang saron, berfungsi menabuh saron bersama musik-musik lainnya mengiringi para penari kuda lumping.

Seorang tukang goong, berfungsi menabuh goong bersama musik-musik lainnya mengiringi para penari kuda lumping.

Seorang tukang sampur, berfungsi menabuh kendang bersama musik-musik lainnya mengiringi para penari kuda lumping.

Seorang tukang kempul, berfungsi menabuh kempul bersama musik-musik lainnya mengiringi para penari kuda lumping.

Waditra dan Fungsinya Kuda Lumping
Waditra dalam permainan Kuda Lumping terdiri dari :
beberapa buah Kuda-kudaan (misalnya 7 buah) yang diberi motiv dan direka, berfungsi sebagai kendaraan tunggangan para penari Kuda Lumping.

Satu buah Cambuk, digunakan oleh pawang untuk mengarahkan pertunjukan dengan cara mengcambukannya persis seperti kusir mencambuk kuda, tapi diarahkan ke ruang kosong.

Sekitar seikat rumput dan beberapa pecahan kaca/gelas sebagai makanan penari Kuda Lumping.

Sumber : Masduki Aam dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

Photo : http://farm3.static.flickr.com