Bangka Belitung dalam Konteks IMT-GT

Oleh Bambang Budi Utomo

Bangka-Belitung yang nama resminya adalah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung lahir berdasarkan UU No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayahnya terdiri dari Pulau Bangka, Belitung, dan beberapa pulau kecil dengan luas wilayah seluruhnya 95,1 km. persegi. Pemerintahan daerahnya terdiri dari enam Pemerintahan Kabupaten, dan tiga Pemerintahan Kota. Penduduknya mayoritas terdiri dari sukubangsa Melayu, Tionghoa, dan sukubangsa-sukubangsa lain.

Dalam kaitannya dengan pembangunan regional, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung sejak tahun 1993 (pada waktu terbentuknya propinsi ini masih bergabung dengan Provinsi Sumatra Selatan). termasuk kawasan pertumbuhan yang tergabung dalam Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Trianggle (IMT-GT). Ini berarti provinsi tersebut harus memacu pertumbuhan wilayahnya seperti kawasan lain yang tergabung dalam IMT-GT.

Manfaat yang dapat dipetik Indonesia dari kerjasama IMT-GT adalah:

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui berbagai pengurangan dan penghapusan bermacam-macam rintangan;

2. Membuka peluang bagi pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia dengan memanfaatkan keunggulan Malaysia dan Thailand, serta

3. Meningkatkan saling pengertian dan hubungan yang serasi antar masyarakat di perbatasan tiga negara, sehingga dapat menjamin stabilitas dan keamanan di sub-wilayah ini.

1. Sumberdaya
Berbicara mengenai Bangka dan Belitung maka ingatan kita yang pertama akan tertuju pada hasil tambang timah, kedua adalah hasil kebun lada, ketiga adalah perikanan laut, dan terakhir adalah wisata alam dan budaya. Semuanya itu, apabila dikelola dengan baik, potensi sumberdaya tersebut akan dapat mensejahterakan penduduknya.

a. Timah
Pulau Bangka, Belitung, dan pulau-pulau lainnya buminya kaya akan endapan timah. Demikian juga dasar laut yang memisahkan pulau-pulaunya juga terdapat kandungan timah.

Penambangan timah di Bangka dan Belitung sudah lama dikenal. Data sejarah yang bersumber dari Berita Tionghoa abad ke-7 Masehi menginformasikan bahwa komoditi perdagangan dari Shih-li-fo-shih (Sriwijaya) antara lain adalah timah. Pada abad-abad tersebut Bangka dan Belitung termasuk dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Namun pada masa itu penambangan timah belum dilakukan secara besar-besaran, karena timah belum merupakan barang komoditi penting. Penambangan timah secara besar-besaran baru dilakukan mulai abad ke-18, yaitu pada masa Kesultanan Palembang-Darussalam. Setelah Kesultanan Palembang-Darussalam jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1821, penambangan timah dilakukan oleh Belanda.

Bangka merupakan pusat industri paling awal dan hasilnya berupa timah adalah milik Kesultanan Palembang-Darussalam. Pada tahun 1722 VOC membeli timah ini untuk dikirim ke Eropa. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin (1774-1804), Bangka merupakan pemasok timah terbesar di Asia. Teknologi penambangan timah yang dibawa oleh orang-orang Tionghoa, membuat produksi timah bertambah tinggi. Penjualan kepada VOC rata-rata 20.000 pikul/tahun (1 pikul = 62,5 Kg.). Sejalan dengan majunya teknologi penambangan dan bertambahnya permintaan pasar, bertambah banyak pula produksi timah dari Bangka.

b. Lada
Sejak jaman Sriwijaya (abad ke-7-13 Masehi) lada merupakan komoditi penting yang dijual ke pasaran Asia dan Eropa. Salah satu penghasil lada di Sumatra berasal dari Bangka. Pada masa Palembang-Darussalam di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin, hasil bumi lada juga merupakan komoditi penting setelah timah. Karena merupakan komoditi penting, perdagangan lada sepenuhnya langsung diawasi oleh Sultan. Perdagangan lada di wilayah Kesultanan Palembang-Darussalam tidak boleh dimonopoli oleh Belanda atau siapapun yang mau berdagang lada. Pada masa itu Riau merupakan jalur penting penjualan lada Palembang, karena berada di bawah kontrol. pedagang-pedagang Bugis. Di daerah ini Belanda dan para pedagang Eropa lain tidak dapat berbuat banyak.

Penjualan lada dari Bangka dilakukan dengan kapal-kapal Tionghoa, Melayu, dan Eropa (Inggris dan Belanda). Lada ada yang dibawa langsung ke Asia daratan (India dan Tiongkok), dan ada pula yang dibawa dahulu ke Palembang. Dari Palembang barulah dipasarkan ke Lampung dan Jambi melalui jalan darat.

Perdagangan lada mencapai puncak kejayaannya sampai tahun 1980-an. Pada waktu itu harga lada per kilonya cukup tinggi. Karena itulah banyak petani lada di Bangka yang hidupnya berkecukupan. Pembangunan fisik di desa-desa banyak dilakukan petani lada. Manakala harga lada jatuh di pasaran internasional, banyak petani lada yang pailit karena terlilit hutang. Petani yang sedang membangun rumah tinggalnya tidak dapat menyelesaikannya. Karena itu di beberapa desa penghasil lada banyak ditemukan rumah tinggal yang separuh jadi.

c. Perikanan
Kepulauan Bangka-Belitung kaya akan sumberdaya laut. Gosong-gosong pantai dan karang-karang di laut merupakan sarang ikan yang baik untuk cepat berkembang-biak. Arus laut yang tenang di antara pulau-pulau karang merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya biota laut.

Pemanfaatan sumberdaya alam dari laut baru dilakukan orang akhir-akhir ini. Memang Berita Tionghoa dari Ma Huan (abad ke-15 Masehi) menyebutkan hasil laut dari Bangka adalah tripang, tetapi jenis ini bukan merupakan komoditi penting. Pada saat ini di beberapa kota besar di Bangka dan Belitung, seperti Pangkal Pinang, Sungai Liat, dan Tanjung Pandan banyak dijual makanan kering khas Bangka dan Belitung yang berasal dari hasil laut.

d. Obyek Wisata
Pantai pulau Bangka, Belitung, dan pulau-pulau kecil lainnya di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung tidak kalah eloknya dengan pantai pulau-pulau lain di Nusantara. Pada umumnya pantainya berpasir putih, seperti Pantai Kuta di Bali. Kalau boleh, dapat dikatakan pantai di Bangka jauh lebih indah dari pantai Kuta. Hanya saja pantai di Bangka lebih elok, tetapi ombaknya tidak besar seperti di Kuta.

Pada umumnya pantai Bangka-Beli-tung mempunyai suatu kekhasan jika diban-dingkan dengan pantai pulau lain di Nusan-tara. Bentuk pantainya merupakan paduan antara pasir putih dan singkapan batuan yang berwarna abu-abu kehitaman. Di bebe-rapa tempat masih terlihat hijaunya pohon-pohon yang tumbuh di antara batuan. Sejauh mata memandang, tampak birunya laut yang mencirikan jernihnya air laut.

Obyek wisata lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kota tua Men-tok yang letaknya di ujung baratlaut pulau Bangka (Kabupaten Bangka Barat). Kota ini dibangun sekurang-kurangnya pada abad ke-18 sejalan dengan dilakukannya penam-bangan timah secara besar-besaran. Tidak diketahui dengan pasti mengapa kota tua tersebut dinamakan Muntok. Sebuah sumber Eropa menyebutkan bahwa Muntok dinama-kan menurut nama Gubernur Jenderal Ing-gris yang berkedudukan di Tumasik (seka-rang Singapura), yaitu Lord Minto. Pada masa Kesultanan Palembang-Darussalam, Muntok dipakai sebagai tempat pengurusan perdagangan Inggris.

Pulau Bangka dan Belitung dikenal mempunyai pantai yang indah (atas). Salah satu bangunan tua di kota Mentok (tengah), dan rumah Mayor dari etnis Tionghoa (bawah) Kota Mentok banyak terdapat bangunan tua dan bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan tua yang dibangun da abad ke-18/19, misalnya rumah-rumah tinggal para pegawai tambang timah bangsa Eropa, rumah tinggal seorang Mayor Tionghoa dengan tiang-tiang penyangga yang besar, dan bangunan wihara (kelenteng). Selain itu terdapat juga sebuah Menara Api yang dibangun pada tahun 1862 guna memandu pelaut yang melalui Selat Bangka agar tidak menabrak terumbu karang.

Bangunan bersejarah yang terdapat di Muntok adalah pesanggrahan dan rumah pengasingan pemimpin bangsa Indonesia, Soekarno, Agus Salim dkk. Bangunan Pe-sanggrahan yang letaknya di tepi kota Mentok sudah selesai dipugar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi dan sekarang dimanfaatkan sebagai tempat penginapan yang disewakan. Meskipun dise-wakan keadaannya kotor tidak terawat. Ba-ngunan lainnya adalah tempat pengasingan. Letaknya di puncak Menumbing (+455 me-ter d.p.l). Keadaannya masih jauh lebih baik karena dimanfaatkan sebagai hotel.

2. Pemanfaatan
Sumberdaya alam yang berupa timah dan lada dapat dikatakan sudah selesai masa kejayaannya, sejalan dengan jatuhnya harga timah dan lada di pasaran internasional. Di beberapa lokasi di Bangka maupun Belitung terdapat ribuan tambang timah inkon-vensional (TI) yang masih beroperasi tanpa memperdulikan dampaknya yang akan terasa di kemudian hari. Potensi sumberdaya alam ini sifatnya tidak dapat diperbarui, namun sangat laku keras untuk dijual. Karena itu pengeksploitasiannya secara besar-besaran oleh penduduk setempat tidak dapat dihindari, bahkan kemungkinan secara tidak bertanggungjawab.

Pesanggahan merupakan bangunan berseja-rah tempat Bung Karno dkk. diasingkan (atas), dan Juru Foto Bung Karno, alm. Isa (bawah berbaju putih). Akibat dari penambangan TI yang tidak terkendali dan lambannya tindakan reklamasi, lingkungan alam (tanah, air, dan hutan) di Provinsi Kepulauan Bangka-Beli-tung sekarang ini babak belur dan berada di ambang kehancuran. Reklamasi (penimbun-an kembali) bekas galian tambang atau pe-manfaatan bekas lahan galian sebagai kolam budidaya ikan air tawar agaknya berjalan lambat dan kurang berhasil. Penggalian le-bih cepat daripada reklamasi atau pemanfaatan.

Kalau sumberdaya alam Bangka-Belitung sudah hampir habis dan tidak ekonomis lagi, mungkin sudah saatnya mengembangkan sektor lain yang pemanfaatannya dapat maksimal. Sebut saya misalnya sumberdaya biota kelautan (ikan) dan pariwisata. Perairan Bangka-Belitung kaya akan sumberdaya biota laut yang hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal. Ketika saya bertandang ke Pangkal Pinang, saya perhatikan hanya sedikit gerai yang menjual hasil laut. Dan itupun agaknya diproduksi secara terbatas (home industry). Seorang sahabat yang pengusaha asli Bangka mengatakan bahwa hasil laut belum diproduksi secara besar-besaran sebagai barang komoditi eksport. Selanjutnya dia mengatakan bahwa untuk investasi di Bangka ini sulit, apalagi dilakukan oleh orang luar yang bukan asli Bangka.

Teman-teman di Gedung Sapta Pesona tentu akan bertanya, obyek wisata apa yang ada di Bangka, dan bagaimana keindahan pantainya? Kata orang pantai di Bangka dan Belitung indah. Tentu saja saya berani mengatakannya “ya”. Sayangnya, hingga saat ini baru sedikit yang dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Pantai-pantai di Bangka yang terkenal keindahannya, adalah Pantai Matras, Pantai Tenggiri, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Batu Badan, Pantai Rebo, Pantai Teluk Uber, dan Pantai Romodong. Hampir seluruh pantai yang indah berlokasi di wilayah Sungailiat.

Sumberdaya lain yang dapat dikembangkan adalah sumberdaya budaya. Saya katakan sumberdaya budaya karena asetnya berupa bangunan-bangunan tua pada sebuah Pemandangan ke arah kaki gunung Menumbing dari ketinggian 455 meter d.p.l. Bagian yang berwarna kuning kecoklatan merupakan sing-kapan tanah galian tambang timah kota, yaitu Mentok. Kota ini dibangun oleh para penambang timah pada sekitar abad ke-18. Dalam kaitannya dengan IMT-GT, kota Mentok mungkin dapat disamakan dengan Taiping, sebuah kota kecil di Malaysia yang juga dibangun oleh para penambang timah asal Tiongkok dan Eropa. Taiping dapat lestari dan menjadi salah satu kota wisata di Malaysia karena itikad baik dari pemerintah serta penduduknya untuk melastarikannya. Bangunan-bangunan dan pohon-pohon di segala penjuru kota masih tetap bangunan dan pohon yang lama. Lubang galian bekas penambangan timah menjadi sebuah tasik yang berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang dikonsumsi penduduk, dan berfungsi juga sebagai bagian dari taman kota. Kalau negeri tetangga bisa membuat kota tua menjadi kota wisata yang menarik, mengapa kita tidak dapat memanfaatkannya.

3. Kendala Investasi
Seorang sahabat pengusaha asli Bangka mengatakan kepada saya tentang iklim investasi di Bangka: “Sulit bagi saya apalagi orang luar untuk berinvestasi dalam segala bidang di Bangka. Kesulitan itu antara lain mengenai masalah pemberian izin berinvestasi serta praktek premanisme ketika izin sudah keluar dan produksi sudah berjalan. Karena adanya praktek premanisme, banyak usaha di Bangka yang bangkrut”.

Sahabat saya yang lain adalah pengusaha tambang timah. Ia menjalankan usahanya dengan cara bermitra dengan PT Timah. Modal kerja dari sahabat saya, dan PT Timah menyediakan lahan dan peralatan. Usaha sahabat saya tidak bangkrut karena bebe-rapa hal yang dapat menunjang, antara lain:

• Tidak mengeluarkan modal untuk pembelian peralatan dan penyewaan/pem-belian lahan;
• Tidak perlu mengurus izin operasional karena di dalam wilayah konsesi PT Timah;
• Lahan yang dikelola mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (di daerah kaki Gunung Menumbing).

Tidak semua usaha penambangan yang dijalankannya menghasilkan keuntungan. Usaha penambangan yang dilakukan di daerah Sungailiat bukannya mendatangkan keuntungan, malah kerugian. Lahan yang diusahakannya sedikit demi sedikit namun pasti, diserobot oleh pengusaha lain dengan cara praktek premanisme. Seorang investor akan menanamkan modal tentu yang pertama dilihat adalah iklim investasi yang tempat yang dituju. Selain itu sumberdaya apa yang dapat meng-hasilkan keuntungan. Ini semua satu sama lain mempunyai suatu keterkaitan. Seorang investor, misalnya mau berinvestasi dalam bidang perhotelan. Seorang investor akan membangun sebuah hotel tentu yang dilihat adalah prospeknya di masa yang akan datang dalam waktu yang relatif singkat. Tamu hotel tentunya bermacam-macam. Di suatu tempat, misalnya di kota Pangkal Pinang, tamu hotel biasanya para pengusaha atau orang yang sedang mempunyai urusan. Jarang ada wisatawan yang menginap di hotel pada sebuah kota yang jauh dari obyek wisata. Kalau iklim investasi sedang lesu, bagaimana mungkin sebuah hotel yang memadai akan dibangun. Ini tentunya akan berdampak pada sektor industri wisata. Bagaimana ada wisatawan yang mau datang ke suatu obyek wisata, apabila tidak ada hotel yang memadai.

Keterangan dari sahabat tadi, dapat disimpulkan bahwa untuk mendatangkan investor ke Bangka-Belitung yang pertama-tama dibenahi adalah sistem perizinan dan masalah keamanan. Biasanya dalam hal pengurusan izin sering terjadi praktek pungli. Kalau kendala yang terjadi di lapangan tidak dapat diatasi, bagaima kita dapat memetik manfaat kerjasama IMT-GT secara maksimal.

3. Dampak
Otonomi Daerah dibaca sebagai daerah --terutama Kabupaten-- mempunyai wewenang penuh atas wilayahnya. Semua yang menghasilkan untuk daerah dapat diambil semaunya tanpa memperdulikan peraturan yang ada. Begitu juga sumberdaya alam yang terkandung di dalam bumi daerah tersebut. Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang tidak dapat tergantikan.

Pulau Bangka dan juga Belitung pada saat ini dapat dikatakan bopeng-bopeng se-bagai akibat penambangan yang tidak terkendali. Ironisnya, hingga saat ini Pemerintah Daerah belum perduli akan kenyataan itu. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah secepatnya membuat Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur penataan dan pemanfaatan ruang yang menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.

Ada gejala yang dapat disaksikan di beberapa tempat yang berpotensi sebagai ob-yek wisata, bahwa aktivitas penambangan ti-mah sudah mendekati obyek tersebut. Di pan-tai yang indah banyak terdapat peralatan apung yang gunanya untuk mencuci bijih ti-mah. Akibat dari aktivitas tersebut tentu saja akan berdampak pencemaran lingkungan laut dan rusaknya obyek wisata yang belum sem-pat dimanfaatkan.

Penambangan timah yang tidak ter-kendali akan berdampak pada pencemaran dan perusakan lingkungan. Lain halnya di Mentok yang mengandung tinggalan budaya masa lampau berupa bangunan-bangunan tua berse-jarah. Masyarakat di kota ini sedang giat membuat sarang burung walet yang hasilnya sangat lumayan. Pada saat normal, 1 kg sarang walet yang bersih dapat dijual dengan harga Rp. 20 Juta. Namun akibat isu penyebaran flu burung, harga per kilonya sekarang hanya Rp. 8 Juta. Aktivitas masyarakat ini tentu saja berdampak pada tinggalan budaya yang ba-nyak terdapat di Mentok. Banyak bangunan tua dibongkar untuk dibuat sebuah bangunan bertingkat lima atau enam untuk sarang bu-rung. Bangunan tersebut bentuk dan warnanya sangat mencolok, tinggi dan berwarna terang layaknya sebuah hotel berbintang. Hiasannya berupa jendela-jendela semu lengkap dengan hiasan balkon dan kanopi.

Pantai yang indah ini lama kelamaan akan rusak sebagai dampak aktivitas pencucian bijih timah. Tampak di air adalah mesin-mesin pencuci bijih.

Rumah tua di Pecinan Muntok. Pada latar belakang tampak bangunan tinggi yang merupakan bangunan sarang burung walet.

Menara api di Muntok.
Setelah kita melihat potensi yang ada di darat dengan pemanfaatannya yang tidak terkendali, dalam waktu dekat Bangka-Belitung akan kehilangan segalanya. Pabila di darat sudah habis, orang mulai melirik potensi yang ada di laut. Laut memang menyediakan sumberdaya biota laut yang dapat tergantikan, yaitu ikan. Namun di kedalaman laut bukan hanya sumberdaya biota saja yang terkandung di dalamnya. Ada sumberdaya lain yang tersembunyi yang pada saat ini seolah-olah ditutup-tutupi. Sumberdaya tersebut adalah sumberdaya budaya yang berupa barang-barang keramik kargo kapal yang tenggelam di masa lampau.

Wilayah perairan Bangka-Belitung, terutama di Selat Karimata dan Selat Gaspar, termasuk wilayah perairan yang sibuk setelah Selat Melaka. Sejak masa Sriwijaya (abad ke-7 Masehi) dan mencapai puncaknya pada abad ke-18, perairan ini banyak dilalui kapal dari berbagai bangsa dengan muatannya barang-barang berharga. Padahal perairan tersebut termasuk perairan yang berbahaya. Dekat pantai banyak terdapat gosong-gosong pasir dan batu karang. Karena itulah banyak kapal yang kandas dan tenggelam beserta kargonya. Sumber VOC menginformasikan banyaknya kapal yang kandas di sekitar perairan Bangka-Belitung sebagai akibat menabrak karang. Pada saat ini banyak nelayan yang beralih profesi yang semula mencari ikan, sekarang mencari barang keramik.

Alih profesi sudah berlangsung lama, dan sekarang menjadi lebih marak karena antara lain dampak kenaikan harga BBM. Mencari ikan hasilnya tidak sebanding dengan biaya operasional kapal akibat kenaikan harga BBM. Mereka berfikir lebih baik mencari keramik di dasar laut. Dengan ditemukannya keramik, mereka tidak perlu mengambil seluruhnya. Mereka istilahnya “menjual titik koordinat” di mana keramik tersebut dite-mukan kepada investor yang mau mengangkatnya. Titik koordinat dengan bukti berupa barang keramik yang diangkat ini dapat laku ratusan juta rupiah.

4. Solusi dan Saran
Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung merupakan provinsi baru. Masih banyak masalah yang perlu dibenahi. Sesuai dengan apa yang telah saya kemukakan tersebut, ada beberapa hal yang dapat saya sarankan, yaitu:

1. Terdapat trade off antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang pesat memiliki konsekuensi terjadinya degradasi lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut Pemerintah Daerah mempunyai program pokok pengelolaan lingkungan hidup, yaitu:

• Inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam;
• Pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup;
• Penyelamatan hutan, tanah, dan air;
• Rehabilitasi pencemaran lingkungan hidup;
• Pengendalian pencemaran lingkungan hidup;
• Pembinaan daerah pantai.

2. Dalam usaha mendatangkan investor ke Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung ada beberapa hal yang harus dibenahi, yaitu:

• Mempermudah segala macam pengurusan perizinan;
• Memberikan jaminan tentang kepastian hukum;
• Menghentikan segala macam bentuk premanisme.

3. Mentok adalah sebuah kota tua, karena itu perlu dibuat Peraturan Daerah yang isinya mengatur tata-ruang kota Mentok. Bangunan-bangunan tua di kota ter-sebut sudah masuk dalam Daftar Inventaris Benda Cagar Budaya. Sementara itu tata-ruang kota belum dibuatkan Peraturan Daerahnya. Sebelum dibuat Peraturan Daerah, pembangunan fisik di Mentok dapat menjadi tidak ter-kendali dan sekaligus merusak bangunan-bangunan tua.

4. Barang-barang keramik yang berasal dari kapal yang tenggelam, atau biasa disebut Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) adalah termasuk Benda Cagar Budaya (UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya Pasal 12: 1 dan PP No. 10 tahun 1993 Pasal 1: 3). Benda-benda ini sangat berpotensi untuk dijarah karena mempunyai nilai jual yang tinggi. Di perairan Bangka-Belitung tinggalan budaya ini banyak ditemukan di dasar laut. Untuk mencegah pengangkatan secara liar (pencurian) perlu dilakukan:

• Penyuluhan pada aparat Pemerintah Daerah, penegak hukum, dan masyarakat pantai, tentang pentingnya tinggalan budaya tersebut;
• Melakukan kerjasama dengan Angkatan Laut atau Polisi Air dalam usaha mencegah lolosnya BMKT ke luar negeri.
• Mengacu pada UU No. 5 tahun 1992 dan PP No. 10 tahun 1993, maka pengawasan dan penyelamatan BMKT, wewenangnya berada di tangan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (lihat PP No. 10 tahun 1993 Pasal 1:4), bukan pada Menteri Kelautan dan Perikanan.

5. Sejalan dengan Rencana Kerja Dep. Budpar tahun 2006 yang antara lain mere-novasi rumah pengasingan Bung Karno dkk, diusulkan agar foto-foto koleksi almarhum Bapak Isa (Juru Foto Bung Karno) yang merupakan dokumentasi Bung Karno dkk dalam pengasingan di Mentok/Menumbing, agar segera diselamatkan (menjadi koleksi negara). Foto-foto tersebut kini disimpan oleh ahli waris Bapak Isa.

Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat saya sampaikan dalam kaitannya dengan permasalahan dan solusi yang ada di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penafsiran kebijakan karena saya menuliskannya berdasarkan data yang terbatas (tidak dapat mengakses lebih jauh karena bukan wewe-nang saya) disertai dengan logika seorang Kerani Rendahan.

Jakarta, 21 Februari 2006
Bambang Budi Utomo
Kerani Rendahan pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional

Sumber: http://www.my-indonesia.info