Candi Badut Sejarah & Renovasi



Situs ini dinamakan Candi Badut karena terletak di dukuh Badut. Asal usul istilah Badut terdapat beberapa pendapat antara lain :

- Manurut penduduk setempat istilah Badut diambil dari nama sejenis pohon nangka yang dahulu pernah tumbuh di daerah ini, dan salah satunya tumbuh di area candi ketika diketemukan masih dalam keadaan reruntuhan. Dengan demikian candi ini dinamakan Badut sesuai dengan nama pohon Badut yang dahulu tumbuh disini.

- Menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, Nama Badut diambil dari nama raja Karajaan Kanjuruhan yang di duga membangun Candi tersebut. Nama kecil Sang Raja yaitu Liswa, yang ketika menjadi Raja bergelar Gajayana. Istilah Liswa adalah bahasa jawa kuna yang artinya sekarang sama dengan pelawak atau bisa juga disebut badut.

- Menurut Van der Meulen, Nama Badut diambil dari nama Rsy Agastya, seorang Rsy yang Di Agung-agungkan oleh Raja Gajayana. Istilah Badut menurutnya diambil dari kata ”Ba” dan ”Dyut”, Ba= Bintang Agastya (Cnopus), dan Dyut= Sinar/Cahaya, jadi Badyut berarti Cahaya bintang Agastya. Van der Meulen membuat perbandingan dengan penamaan candi Mendut, yang menurutnya berasal dari kata Men=sorot, dan Dyut= Cahaya.

Situs Candi Badut dilaporkan untuk pertamakali pada tahun 1921 M dimana semula hanya berbentuk gundukan bukit berbatu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan situs ini adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belandda yang bekerja di Malang. Antara tahun 1925-1927 M Candi Badut di bangun kembali dibawah pengawasan B. De Haan dari jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh kecuali bagian kaki candi yang masih dapat dilihat susunannya. Pada tahun 1926 seluruh bagian kaki dan tubuh candi dapat dibangun kembali, kecuali bagian atapnya yang tidak dapat diketemukan kembali. Setelah kemerdekaan NKRI, pada tahun 1990-1993 M dilaksanakan pemugaran lebih lanjut oleh Kanwil Dekdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timr, melalui proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, yang dilakukan secara bertahap.

Diskripsi Bangunan Situs
Gaya arsitektur Candi Badut merupakan bentuk dan gaya kesenian yang berkembang pada abad ke VIII-X M, terutama candi Canggal yang terletak di daerah Muntilan Jawa Tengah. Bentuk bangunannya tambun, bahan bangunan terbuat dari batuan andesit, kaki Candi yang polos tanpa hiasan, motif kertas tempel pada dinding, pintu masuk diberi penampil, gawang pintu dan relung berhiaskan kalamakara yang menghiasi bagian atas pintu kepala kalanya tidak memakai rahang bawah, reliefnya naturalistis. Dari beberapa kesamaan tersebut maka Candi badut dimasukkan sebagai salah satu candi berlanggam jawa tengah(=masa abad VIII-X M)

Denah Candi Badut berbentuk kosentris. Dahulunya Candi ini dikelilingi oleh tembok batu yang sekarang sudah menghilang samasekali. Candi utama menghadap barat,dan di depannya terdapat tiga candi perwara yang sekarang hanya tinggal pondasinya saja. Pada candi perwara bagian tengah dulu terdapat arca Nandi, sedangkan dua candi yang ada di utara dan selatannya terdapat lingga dan yoni. Sekarang lingga dan yoni tersebut berada di sisi selatan halaman candi Badut. Di halaman candi sebelah Utara dan selatan terdapat dua batu berbentuk kubus dengan sebuah lubang secara vertikal persegi empat. Sama dengan yang lain, Candi badut di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kaki Candi (Upapitha) yang disebut Bhurloka, merupakan gambaran dunia manusia, bagian tubuh candi (Vimana) disebut Bwarloka, gambaran alam antara, dan puncak (Shikara) disebut (Swahloka), merupakan gambaran alam sorgawi tempat para dewa bersemayam.

Pada kaki Candi Badut sisi Barat terdapat tangga masuk, dimana pada pipi tangga masuk diberi hiasan kepala kala yang menjulurkan lidahnya kebawah membentuk hiasan lengkung makara. Pada sisi samping kanan dan kiri tangga naik terdapat hiasan dua ekor burung kinara dan kinari yang berwujud burung berkepala manusia. Diatas ambang pintu masuk ruang utama, terdapat kepala Kala tanpa rahang bawah yang disambung dengan hiasan makara di kanan-kiri pintu, hiasan inilah yang disebut sebagai ”Kalamakara” dipercaya sebgai penolak kekuatan jahat. Pada samping kiri dan kanan pintu ruang utama terdapar relung, dimana relung sebelah utara dahulu berisi arca Mahakala dan relung sebelah Selatan dahulu berisi arca Nandiswara. Sebelum memasuki ruang utama, dilakukan terlebih dahulu mapradaksina yaitu berjalan mengitari candi kearah kanan candi atau searah dengan jarum jam.

Pada sisi Candi bagian Utara terdapat relung yang berisi arca Dewi Durga Mahesasuramardhini tanpa kepala. Durga= Dewi pembasmi, Mahisa=lembu, asura= nama Raksasa, Mardini= pembunuh. Dalam mitologi agama Hindu, dahulu kala ada raksasa bernama Asura yang mengacau kahyangan, sampai-sampai para dewa pun kualahan menghadapinya. Untuk menghentikan aksi raksasa Asura maka dari diri Dewa Brahma, Dewa Siwa dan dewa Wisnu keluar api suci yang menyatu (Fusion), dari peristiwa inilah tercipta Dewi perang sekaligus Dewi Maut yakni ”Dewi Durga”yang Agung bertangan delapan. Setelah tercipta maka para Dewa menganugerahkan berbagai pusaka perlengkapan perang. Karena takut dan merasa terdesak maka raksasa Asura menjelma menjadi seekor lembu, namun Dewi Durga mampu menemukannya dan berhasil mengalahkan raksasa Asura. Peristiwa penaklukan raksasa asura ini di abadikan pada nama dan Arca Dewi Durga dengan berbagai senjata pusakanya menginjak punggung lembu dan menarik ekornya. Pada tangan yang lain menarik rambut raksasa Asura yang keluar dari tubuh lembu jelmaannya tadi.

Pada sisi timur atau belakang candi terdapat relung yang seharusnya dahulu berisi arca Ganesha, dewa ilmu pengetahuan dan penghancur rintangan yaitu anak Dewa Siwa. Ganesha berwujudkan tubuh manusia namun berkepala Gajah. Tangannya ada empat masing-masing membawa kapak, tasbih, dan mangkuk. Sebagai dewa ilmu pengetahuan, hal ini dilambangkan oleh belalainya yang menghisap madu pada mangkuk yang berwujut tengkorak, serta perutnya yang buncit (lambodhara). Sedangkan sisi candi bagian Selatan terdapat relung yang dahulunya untuk arca Rsi Agastya atau sering pula disebut sebagai Siwa Mahaguru. Arcanya digambarkan sebagai orang tua berperut buncit yang melambangkan kekayaan dalam berbagai ilmu keagamaan, serta berjanggut dan berkumis lebat. Memakai sorban atau terkadang rambutnya disanggul. Membawa tasbih dan taklupa Kendi Amerta. Pada pundak kiri terdapat kebut/pengusir lalat (Camara), sedang sisi kanan terdapat Trisula. Namun dari semua relung luar hanya bagian utara saja yang masih terdapat arca Dewi Durga.

Setelah melakukan mapradaksina maka saatnya memasuki ruang utama candi Badut. Didalam ruangan sekarang tinggal sebuah kesatuan dari Lingga dan Yoni sebagai lambang kesuburan, selain itu juga merupakan perwujudan atas kehadiran dewa Siwa (lingga) dan Caktinya (istrinya) dewi Parwati. Didalam ruang utama ini juga terdapat lima relung kosong yang diduga dahulu sebagai tempat Arca dewa.

Latar Belakang Keagamaan
Dilihat dari beberapa panteon yang di temukan pada Situs candi Badut,seperti Arca Durga Mahisasuramardini, arca Nandi, beberapa relung kosong yang seharusnya berisi arca dewa-dewa hindu, dan yang paling penting adalah Lingga-Yoni pengganti arca Siwa sebagai pusat puja saji dalam ajaran Hindu-Siwa maka jelas bahwa Candi Badut merupakan Dewa Greha yang berlatarkan agama Hindu aliran Caiwa.

Sumber : http://ksbmcommunity.multiply.com

Photo : http://perempuan.com